Jakarta – Kebijakan Pemerintah memfungsikan dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai dapur umum dalam penanganan bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dinilai sebagai langkah yang tepat, cepat, dan adaptif. Pemanfaatan fasilitas MBG tersebut dinilai mampu mempercepat pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat terdampak bencana, khususnya pada fase tanggap darurat.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai keputusan tersebut mencerminkan kemampuan pemerintah dalam mengoptimalkan program strategis nasional untuk menjawab situasi krisis. Menurut dia, selama ini salah satu tantangan utama dalam penanganan bencana adalah keterlambatan penyediaan dapur umum akibat proses persiapan dan pembangunan fasilitas baru.
“Dalam situasi bencana, kecepatan adalah faktor utama. Dapur MBG sudah tersedia dan beroperasi setiap hari untuk menyuplai makanan kepada anak sekolah. Maka ketika terjadi bencana, fasilitas itu langsung dapat dialihfungsikan untuk membantu korban, tanpa jeda waktu membangun dapur umum baru,” ujar Trubus.
Ia menjelaskan, Program MBG sejak awal dirancang dengan fasilitas dapur berstandar, sistem distribusi yang terorganisasi, serta rantai pasok bahan pangan yang relatif stabil. Seluruh infrastruktur tersebut, kata dia, menjadi modal penting dalam menjamin ketersediaan makanan bagi pengungsi dalam kondisi darurat.
Menurut Trubus, langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa MBG memiliki fungsi ganda. Selain sebagai instrumen pemenuhan gizi harian bagi pelajar, program tersebut juga berperan sebagai bagian dari sistem ketahanan pangan nasional yang dapat dioptimalkan saat terjadi bencana atau krisis.
Terkait aspek pembiayaan, Trubus menegaskan bahwa pemanfaatan dapur MBG sebagai dapur umum tidak menimbulkan tumpang tindih anggaran. Ia menilai pemerintah telah memiliki mekanisme pengelolaan anggaran yang jelas antara program MBG dan penanganan bencana.
“Dana MBG dan dana bencana sudah memiliki pos anggaran masing-masing. Keduanya berjalan berdampingan dan tidak saling mengganggu. Justru saling menguatkan agar sasaran pemenuhan makanan untuk anak sekolah maupun korban bencana bisa tercapai secara optimal,” katanya.
Lebih lanjut, Trubus menekankan bahwa penanganan bencana tidak dapat dipandang semata sebagai persoalan logistik pangan. Dampak bencana, menurut dia, mencakup kerusakan infrastruktur, terganggunya aktivitas sosial dan ekonomi, hingga trauma psikologis yang dialami para korban.
“Ada ribuan warga yang kehilangan keluarga dan harta benda. Beban sosial ini sangat besar. Karena itu, kementerian dan lembaga harus bekerja bersama dalam kerangka penanganan lintas sektor,” ujarnya.
Dalam kondisi darurat seperti yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, Trubus menilai fokus utama pemerintah adalah memastikan setiap korban memperoleh makanan layak secara rutin.
“Pada masa bencana, kesempurnaan bukan prioritas. Yang paling penting korban bisa makan setiap hari dan kebutuhan dasar mereka terpenuhi terlebih dahulu,” pungkasnya.
Langkah pemerintah memanfaatkan dapur MBG sebagai dapur umum sekaligus menegaskan kehadiran negara di tengah masyarakat saat menghadapi situasi sulit. Kebijakan ini menunjukkan respons cepat, perencanaan yang matang, serta keberpihakan nyata kepada rakyat terdampak bencana. Dengan mengoptimalkan program yang sudah berjalan, pemerintah dinilai telah mengambil keputusan yang tepat demi memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi dan stabilitas sosial tetap terjaga di tengah kondisi darurat. (*)
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews