Pengangguran dan Kualitas SDM
Oleh: Redaksi
Di tengah gempuran teknologi dan perubahan struktur ekonomi global, Indonesia masih terjebak dalam persoalan klasik: tingginya angka pengangguran akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia. Roby Irzal Maulana, seorang sastrawan terkenal sekaligus alumni Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), memberikan catatan tajam atas fenomena ini, menyebutnya sebagai "buah pahit dari ketidakpedulian sistemik terhadap mutu pendidikan."
Menurut Roby, angka pengangguran yang terus meningkat dari tahun ke tahun bukan semata karena kekurangan lapangan kerja, tetapi karena dunia pendidikan tidak mampu mencetak lulusan yang relevan dengan kebutuhan zaman. “Kita mendidik anak-anak kita untuk menghafal, bukan berpikir. Kita bentuk generasi untuk tunduk, bukan untuk mencipta,” ujar Roby dalam sebuah forum kebudayaan.
Pendidikan yang Terjebak dalam Ritualisme
Sebagai sastrawan yang dikenal dengan karya-karya bernuansa kritik sosial, Roby menilai sistem pendidikan Indonesia terlalu kaku dan birokratis. Ia menyebut sistem pembelajaran saat ini sebagai “ritualisme akademik”—sebuah proses mekanik yang jauh dari nilai-nilai pembebasan intelektual. “Sekolah bukan lagi tempat untuk menumbuhkan mimpi, melainkan tempat untuk menghafal silabus yang tak pernah menyentuh kenyataan,” katanya.
Roby juga mengkritik minimnya perhatian pemerintah terhadap penguatan kompetensi dasar, seperti kemampuan berpikir kritis, komunikasi efektif, dan keterampilan adaptif. “Kita punya generasi muda yang cerdas, tapi tidak diberi ruang untuk berkembang. Akibatnya, mereka lulus tanpa arah, dan akhirnya masuk dalam lingkaran pengangguran yang menyesakkan,” tambahnya.
Pemerintah yang Abai
Roby tak segan menyebut bahwa akar dari persoalan ini adalah ketidakpedulian negara terhadap mutu pendidikan. Menurutnya, anggaran pendidikan yang besar tidak otomatis menghasilkan kualitas yang baik jika tidak disertai dengan visi yang jelas dan keberpihakan pada nilai-nilai kemanusiaan. “Pemerintah terlalu sibuk membangun gedung sekolah, tapi lupa membangun karakter dan daya pikir siswanya,” kritiknya pedas.
Ia menekankan bahwa pembangunan sumber daya manusia seharusnya menjadi prioritas nasional yang sejajar dengan pembangunan infrastruktur. Tanpa SDM yang unggul, pembangunan fisik hanyalah proyek jangka pendek yang tak berkelanjutan.
Sastra sebagai Cermin dan Perlawanan
Dalam banyak puisinya, Roby menyuarakan kegelisahan terhadap generasi muda yang kehilangan arah. Ia melihat sastra sebagai medium perlawanan terhadap sistem yang membunuh kreativitas dan kesadaran. “Lewat sastra, saya ingin menyuarakan bahwa pendidikan bukan sekadar ijazah, tapi proses pemanusiaan manusia. Tanpa itu, pengangguran hanyalah gejala dari kegagalan kita sebagai bangsa,” tegasnya.
Sebagai lulusan Unsoed yang aktif dalam gerakan mahasiswa semasa kuliah, Roby percaya bahwa perubahan harus dimulai dari akar: keberanian berpikir, keberanian bertanya, dan keberanian untuk tidak tunduk pada sistem yang usang.
Penutup:
Roby Irzal Maulana telah lama menyuarakan bahwa kemajuan bangsa tidak akan dicapai lewat pembangunan fisik semata. Selama kualitas pendidikan masih rendah dan pemerintah tetap abai pada pembangunan karakter, maka pengangguran akan terus menjadi warisan yang tak terselesaikan.
#robyirzalmaulanaunsoed
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews