Jokowi Harus Paham, Bukan PKI di Angkatan Laut tetapi HTI

Jika Presiden Jokowi tidak bertindak tepat, dalam hal mengangkat Panglima TNI dan pimpinan TNI, akan sangat membahayakan NKRI. Kasus di Padang dan Sorong bukan hal sepele, yang harus menjadi perhatian.

Sabtu, 9 Oktober 2021 | 13:23 WIB
0
591
Jokowi Harus Paham, Bukan PKI di Angkatan Laut tetapi HTI
Letjen Dudung Abdurachman (Foto: jawapos.com)

Bahaya. Gatot Nurmantyo dengan tegas menyatakan adanya paham PKI di tubuh TNI. Bahaya yang sangat nyata. Tudingan Gatot telah ditanggapi oleh TNI sebagai lembaga. Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) dengan tegas membantah adanya PKI di tubuh TNI AL. Bahkan Dudung Abdurachman, Pangkostrad mengecam keras Gatot Nurmantyo.

Persoalan di TNI, khususnya yang tertangkap dengan jelas adalah disusupinya lembaga itu akan paham radikalisme dan bahkan HTI. Terminologi HTI, masih relevan karena sejatinya para anggota eks HTI bermetamorfose menjalankan gerakan anti Pancasila melalui infiltrasi.

HTI yang jelas anti Pancasila selalu menyesuaikan gerakannya melalui berbagai kelompok, organisasi, underbouw, dan proxy. HTI bisa menjadikan organisasi dan lembaga, seperti beberapa BUMN yang telah terbukti menjadi sarang teroris. Universitas seperti IPB dengan teroris Abdul Basith misalnya, yang jelas muncul di permukaan. Tokoh yang nyata terpapar HTI seperti Adayksa Dault, menteri SBY dulu.

Dengan infiltrasi ke lembaga pendidikan, organisasi, memengaruhi tokoh, gerakan HTI bisa leluasa mengumpulkan dana. Seperti melalui pengumpulan dana lewat minimarket, yang dananya digunakan untuk kepentingan radikalisme, intoleransi, dan bahkan terorisme.

Pasca dibubarkan oleh Presiden Jokowi, HTI bermetamorfose menggunakan taktik mengubah gerakan melalui lembaga yang di kalangan awam tampak benar. Misalnya, tokoh HTI Heru Binawan, yang pada 21 Juni 2012 menyatakan: tidak ada yang aneh atau pun salah bila orang Islam menginginkan tegaknya khilafah.

Sebelumnya Heru Binawan juga gigih melakukan demo-demo yang digunakan untuk menggalang dana, dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat. Namun, faktanya semua itu adalah strategi HTI dalam melakukan penyusupan; sampai akhirnya dibubarkan oleh Jokowi.

Kini, untuk mengelabuhi TNI, kaki tangan para penceramah radikal berhasil masuk ke tubuh AL. Lantanaman II Padang mengundang ustadz kontroversial Abdul Somad, yang isi ceramahnya lebih banyak politis dan caci-maki, segregatif, dan intoleran.

Tak hanya di Padang, gerakan HTI pun berhasil masuk ke dalam organisasi TNI-AL di Sorong. Tak tanggung-tanggung Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) XIV Sorong menerima Alqruan dari Badan Wakaf Alquran Nasional (BWAN) Sorong, Papua Barat, Rabu (27/01/2021).

Yang menjadi masalah adalah TNI AL tidak paham atau memang sengaja mengundang Heru Binawan yang bermetamorfose, membentuk Badan Wakaf Alquran Nasional (BWAN), menghimpun dana masyarakat dan para kaum radikal di berbagai BUMN dan lembaga.

Sinyalemen penyusupan, atau adanya kekuatan yang mampu memengaruhi TNI-AL yang mendatangkan Abdul Somad – kayak tidak ada ustadz yang nasionalis saja di Indonesia, dan melibatkan Heru Binawan dalam aktivitas keagamaan yang jelas anti Pancasila, hendak mendirikan negara khialafah, sungguh harus menjadi perhatian Jokowi.

Kini, TNI sangat membutuhkan tokoh, pimpinan yang seperti Dudung Abdurachman yang jelas tegas posisinya. Jika Presiden Jokowi tidak bertindak tepat, dalam hal mengangkat Panglima TNI dan pimpinan TNI, maka tentu akan sangat membahayakan NKRI. Kasus di Padang dan Sorong bukan hal sepele, yang harus menjadi perhatian Jokowi.

Ninoy Karundeng