Ada strategi di dalam diamnya Jokowi. Jangan lupa, dia adalah Panglima Tertinggi TNI, Presiden RI, Kepala Pemerintahan, yang berkuasa membuat kebijakan apapun.
Ya. Jokowi dikeroyok oleh koruptor, para teroris, eks HTI di Papua, khilafah yang telah bergabung dengan OPM – yang sangat militan. Ideologi yang tidak menyambung disatukan oleh tujuan merusak Indonesia. Untuk kepentingan ekonomi. Akhirnya, Jokowi itu sendirian. Kasus Papua memilukan.
Benar. Hanya Jokowi yang bisa meredam. Sepanjang sejarah baru Acub Zaenal dan Jokowi yang berbuat untuk Papua. (Dia tak akan ikuti jebakan Fadli Zon agar Jokowi ke Papua saat ini. Jokowi Presiden RI. Bukan kroco pilek seperti Zonk atau Kampret.)
Padahal bahaya menganga mengancam Papua. Kenapa? Teroris khilafah mulai bergabung dengan pemberontak Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sekali lagi. Semua kelompok kanan bergabung. HTI, khilafah, penjual senjata, koruptor, semua bermain.
Munculnya Jokowi merusak kepentingan para begundal. Kekalahan Pilpres 2019 merupakan langkah sementera mundur HTI dan khilafah yang menunggangi Prabowo.
Padahal, sebenarnya yang dibutuhkan rakyat Papua adalah keadilan. Nyatanya duit Otonomi Khusus tidak sampai ke rakyat Papua. Isu rasisme digunakan untuk menutupi Dana Otonomi Khusus hilang. Rakyat Papua harusnya bisa menerima uang Rp 17,5 juta per orang.
Wajar Rakyat Papua marah. Namun, ketika kemarahan rakyat mereda, yang tersisa Gubernur dan pejabat Papua terpojok. Yang dibakar pun gedung DPRD, gedung MRP (Majelis Rakyat Papua) kantor pejabat yang terkenal galak ke Pusat, perantara aspirasi. Namun, rakyat tetap tidak menerima duit Otsus.
KIP (Kartu Indonesia Pintar), PKH (Program Keluarga Harapan), beasiswa khusus anak-anak Papua, pembangunan infrastruktur secara langsung mengurangi peran ‘perantara’ para pejabat Papua. Hilang peran untuk mengelola dan menilep duit besar. Juga BBM Satu Harga merusak bisnis pejabat yang mencekik rakyat Papua.
Belum lagi masalah keamanan. Banyak yang berkepentingan. Campur baur. Yang jelas tak menguntungkan rakyat Papua. Dari mulai Gereja, ASN, pejabat Papua, LSM, dsb. Benny Wenda di luar negeri. Bahkan oknum TNI pun ditangkap karena menjual amunisi ke OPM. Mengenaskan.
Tak heran pengkhianat negara bermain, semacam Susi Trisusanti (caleg Gagal Gerindra), Sayang (Ketua Perindo Sorong), Veronica (provokator). Mereka bersekutu dengan pemilik modal rezim Orde Baru. Mereka akan terus bekerja untuk menggiring disintegrasi Indonesia.
Maka Papua meledak. Pelaku rasisme lambat ditindak. Tri Susanti lambat dicokok. Vero pun demikian. Setelah bakar-bakaran, bukan sejak video beredar Tri Susanti dicokok. Bukan segera. Setelah Manokwari. Jayapura. Sorong. Paniai. Bahkan Fak Fak yang dikira steril dari gerakan khilafah yang menunggangi kasus Papua.
Hanya sedikit yang paham, di Papua banyak pemberontak OPM mulai bergabung dengan teroris pengikut khilafah. Militansi Papua plus khilafah ini sangat membahayakan. Papua dan NKRI dalam bahaya.
Puncak dahsyat ‘kesalahan’ Jokowi adalah merebut Freeport. Bancakan Orde Baru itu disikat habis oleh Jokowi. Meski sebenarnya seluruh bisnis masih dikendalikan oleh anasir Orba di level dari hulu sampai hilir, namun terjadi perubahan ‘nilai’ dollar dan rupiah. Tidak bisa lagi seperti sebelum di tangan sepenuhnya Freeport. Orang-orang LSM pun tercekik oleh kebijakan Jokowi. Daya tawar untuk ‘unsur’ dan ‘atas nama’ keamanan hilang. OPM yang dulu sering mendapat upeti, kesulitan nanti sejak 2021. Seret uang.
Dalam kondisi seperti ini, gerakan HTI dan khilafah secara masif masuk ke Bumi Papua. Kegerahan Gereja hanya sebatas gereja. Karena dana Timur Tengah begitu masif masuk Papua. Bahkan pembangunan lembaga pendidikan di kantonng-kantong Kristen tak bisa dihentikan. Karena sejatinya orang Papua sangat toleran. Ini pintu masuk mereka. Mereka memanfaatkan kebaikan, kearifan rakyat Papua sebagai alat masuk teroris, khilafah, koruptor, merusak Papua.
Dan itu dikendalikan dari Jawa. Tri Susanti, Vero, Ginting, dan lain-lain. Bahkan asrama mahasiswa Papua di luar Papua adalah tempat persemaian anti NKRI, jadi simpatisan OPM. Harus dibersihkan. Dari luar negeri menyebut satu dedengkot: Benny Wenda. Proxinya para bule kere dan LSM, Australia, Inggris, Jerman, AS. Anehnya, imigrasi Indonesia dikibuli para perusuh Aussie – dikiran festival budaya Papua.
Maka Jokowi diam. Menahan diri. Konsolidasi masalah. Dia juga mampu membungkus yang dia tahu. Ada strategi di dalam diamnya. Namun dia adalah Panglima Tertinggi TNI, Presiden RI, Kepala Pemerintahan, yang berkuasa membuat kebijakan.
Kata-katanya menentukan hitam putihnya Papua. Hancur atau aman. Jokowi adalah Bung Karno kecil. Gus Dur dalam bidang infrastruktur untuk Papua. Dan, dia SENDIRIAN. Untuk Papua dia berbuat. Sendirian.
Ninoy N Karundeng, penulis.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews