Debat ke-4 Capres, Jokowi Sang Panglima Tertinggi TNI

Soal Ideologi, Jokowi sudah memberikan bukti. Salah satunya memberikan tindakan tegas kepada aksi teroris yang mengancam ideologi bangsa.

Rabu, 10 April 2019 | 12:19 WIB
0
340
Debat ke-4 Capres, Jokowi Sang Panglima Tertinggi TNI
Presiden Jokowi di Korps Marinir. Foto: Grandyos Zafna/Detik.com

Debat ke-4 Pilpres 2019 telah digelar 30 Maret 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta. Topiknya begitu berat, karena mengupas persoalan  ideologi, pertahanan dan keamanan (hankam), dan juga hubungan internasional. Debat terbuka tersebut menghadirkan dua calon presiden, yaitu Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.

Sebagai Presiden Petahana yang sekaligus Panglima Tertinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI),  Jokowi tentu saja lebih unggul bila dibandingkan dengan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, sekalipun Prabowo berlatar belakang tentara.

Keunggulan Jokowi ini bisa dimaklumi, mengingat selama 4,5 tahun ini, sebagai Presiden, Jokowi lebih banyak bersentuhan langsung dengan persoalan ideologi, hankam, dan juga hubungan internasional.

Berbeda dengan Prabowo. Sejak dirinya dipecat dari dinas ketentaraan, karena diduga terlibat penculikan aktivis pro-demokrasi di tahun 1998, ditambah dengan lengsernya mantan mertuanya Soeharto, praktis Prabowo tak lagi berada di lingkungan TNI. Sehingga bila di dalam panggung debat, apa yang dikatakannya soal militer, sepertinya sudah jauh tertinggal. 

Bicara soal pertahanan negara, hal itu sudah dilakukan Jokowi di awal-awal pemerintahannya. Jokowi-lah, satu-satunya Presiden Indonesia yang begitu memperhatikan wilayah terluar. 

Pola pembangunan yang Indonesia sentris membuat seluruh rakyat merasa memiliki negara ini.  Jokowi tidak hanya memperhatikan masyarakat yang ada di wilayah terluar, Jokowi juga menjadikan pulau-pulau terluar itu sebagai pulau terdepan  atau beranda Indonesia, dan bukan lagi sekedar halaman belakang.

Dengan demikian, negara lain yang berbatasan langsung dengan Indonesia, akan berpikir dua kali bila sewaktu-waktu ingin melakukan invasi atau mempengaruhi warga setempat.

Apa yang dilakukan Jokowi di  wilayah terluar, diantaranya juga dengan menggelar pasukan di empat titik wilayah, yakni Natuna, Morotai, Saumlaki, dan juga Biak. Tujuannya, tidak lain agar wilayah terluar Indonesia itu bisa terjaga. Selain itu, disediakan pula 19 radar udara yang terkoneksi untuk pemantauan.

"Kami ingin bangun setiap jengkal wilayah di Tanah Air untuk menunjukkan NKRI hadir dalam bentuk konkrit, yaitu menyediakan transportasi bagi warga sampai ke wilayah yang paling jauh dari ibukota," kata Jokowi.
 

Ketika di panggung debat, Prabowo memaparkan rapuhnya pertahanan negara, sontak apa yang dikatakan Prabowo membuat tertawa para penonton debat. Di situlah, akhirnya muncul karakter asli mantan menantu penguasa Orde Baru ini, yang emosional.

Saat itu, mantan Danjen Kopassus ini mengatakan bahwa Indonesia tidak akan bisa mempertahankan core national interest jika ada negara asing mengirim pasukan hari ini ke salah satu wilayah Indonesia.

Benarkah klaim Prabowo ini?

Apa yang dikatakan Prabowo sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Perlu Anda ketahui, dunia justru mengakui kekuatan militer Indonesia, bahkan masuk dalam 15 besar kekuatan militer dunia.

Berdasarkan data Global Fire Power,  Indonesia berada di urutan ke-15 dari 137 negara, setingkat di atas Israel yang berada di posisi 16. Sedangkan Singapura, yang disinggung Prabowo di debat capres, berada di peringkat 59. Sudah jelas, bahwa di tingkat Asean saja, kekuatan militer Indonesia berada di peringkat pertama.

Dan, posisi militer Indonesia itu justru di atas negara Yordania, yang menurut Prabowo sebagai negara keduanya. Di negara itulah, Prabowo sempat tinggal lama ketika dirinya tak lagi  menjadi tentara.

 


Apa yang dikhawatirkan Prabowo, sepertinya tidak berdasar. Prabowo seolah berbicara di zamannya dahulu. ketika dirinya masih menjadi prajurit. Saat ini, tentu saja semuanya berubah. Negara-negara, khususnya di wilayah Indonesia dan sekitarnya justru menghindari adanya konflik bersenjata, yang tentunya akan merugikan masing-masing negara.

Mungkin saja, akan banyak penonton debat yang akan tertawa lagi, apabila Jokowi ikut menanggapi dengan mengatakan, dahulu kita berperang tanpa senjata canggih atau bahkan anggaran militer yang besar untuk mengusir penjajah, karena bambu runcing saja sudah cukup bisa membuat Indonesia merdeka!

Mungkin Prabowo belum memahami, kini zamannya sudah berubah bahwa ketahanan negara tak melulu harus dibarengi dengan perlengkapan perang yang canggih dan anggaran yang besar. Kini, zamannya sudah semakin canggih, dimana suatu negara bisa diserang secara cyber, yang disebut dengan istilah proxy war. 

Perang proksi ini bisa menyerang segala aspek kehidupan, seperti  kebebasan tanpa batas, ancaman radikalisme dan terorisme, tindakan intoleransi hingga merebaknya politik identitas dalam jagad kehidupan politik kita. Artinya, saat ini, kita  bukan lagi menghadapi ancaman fisik bersenjata dari negara lain.

Dan untuk itu, Indonesia pun sudah memiliki Badan Siber Nasional yang tentunya bekerja sama dengan badan cyber deffence yang ada di Kementerian Pertahanan, cyber intelligence di Badan Intelijen Negara (BIN), dan cyber security di Kepolisian RI (Polri).

Berbicara soal Ideologi, Jokowi sudah memberikan bukti. Salah satunya memberikan tindakan tegas kepada aksi teroris yang mengancam ideologi bangsa. Selain itu, pencabutan izin berdirinya ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bisa dianggap sebagai pencapaian tertinggi dalam hal menyelamatkan ideologi Pancasila.

Hal inilah yang membedakan Jokowi dengan Prabowo. Meskipun Prabowo sebagai mantan anggota TNI, banyak masyarakat yang menilai bahwa Prabowo tidak tegas menyatakan sikapnya pada ormas-ormas yang diindikasikan mendukung berdirinya negara khilafah.

"Keberanian Jokowi untuk membendung ideologi-ideologi transnasional yang menjadi antithesa terhadap Pancasila, seperti membubarkan organisasi seperti HTI merupakan contoh konkret sikap Jokowi yang tegas dalam mengawal ideologi Pancasila," kata Politikus PDI Perjuangan,  Andreas Hugo Pereira.

Dalam debat ke-4 itu, Jokowi juga menyampaikan sejumlah strategi dalam menghadapi tantangan ke depan, dan bukan sekadar retorika belaka. Sebagai Panglima Tertinggi TNI, Jokowi tak perlu menyampaikan terlalu teknis, karena itu menjadi domainnya Panglima TNI maupun para kepala staf masing-masing matra. 

Intinya, sekali lagi, semuanya sudah dilakukan Jokowi. Sebagai Panglima Tertinggi TNI, Jokowi  juga didampingi jenderal-jenderal yang berintegritas tinggi dan loyal terhadap negara dan bangsanya, bukan jenderal yang ABS (asal bapak senang). 

Salam dan terima kasih!

***

Sumber:

Kompas.com (19/10/2016): "Jokowi: Kita Jadikan Pulau Terluar sebagai Beranda Indonesia"
Viva.co.id (31/3/2019): "CEK FAKTA Prabowo: Pertahanan RI Rapuh, Lihat Kekuatan Militer Dunia"
Inilh.com (30/3/2019): "Debat Keempat, Capres Harus Punya Kemampuan Ekstra"