Indikasi “kecurangan” Pilpres, 17 April 2019, mulai tampak. Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno beserta partai politik koalisi melaporkan temuan Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak wajar Pemilu Presiden 2019.
Ditemukan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda sekitar 17, juta. Menurut Direktur Komunikasi dan Media paslon 02, Hashim Djojohadikusumo, sebelumnya pihaknya telah bertemu dengan Komisioner KPU untuk melaporkan temuannya ini secara lisan.
“Kami sampaikan beberapa keprihatinan kami mengenai keutuhan dan integritas dari DPT. Hal ini kami sudah sampaikan sejak 15 Desember 2018 lalu, secara lisan dan disusul dengan laporan resmi tertulis kepada KPU RI,” kata Hashim di KPU RI.
Hashim mengatakan, berdasarkan temuan dari IT BPN, setidaknya 17,5 juta nama di DPT masih belum tervalidasi dengan baik dan benar. Pihaknya mendorong KPU untuk segera memperbaikinya agar menghasilkan pemilu jujur dan berkualitas.
“Kami sudah meminta komitmen KPU yang berjanji akan memperbaiki dan merevisi adanya perubahan DPT. Dan semua masyarakat harus sama-sama mengawal agar ke depan tidak ada manipulasi data ganda,” ujar Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPP Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Riza Patria menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan menemui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pasalnya, berdasarkan laporan KPU, DPT ganda yang ditemukan BPN berasal dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten (Dukcapil) Kemendagri. “Ini tadi sudah kami pertanyakan kepada KPU,” ungkapnya.
“Dan menurut KPU data inilah yang diterima dari Dukcapil Kemendagri. Nanti kami cari waktu untuk temui Kemendagri Dukcapil untuk minta klarifikasi terhadap data yang kami anggap tidak wajar,” beber Riza.
Riza menambahkan, temuan DPT tidak wajar diantaranya adalah nama-nama yang masuk DPT terindikasi fiktif. “Itu diantaranya, bertanggal lahir 1 Juli 9,8 juta. Ada yang lahir 31 Desember 5,4 juta sekian, yang lahir 1 Januari 2,3 juta sekian,” lanjutnya.
“Ini yang kami anggap tidak wajar,” kata Riza. Ketidakwajaran itu bisa terindikasi karena pemilih lahir pada tanggal dan bulan sama. “Ini tadi sudah kami pertanyakan kepada KPU. Menurut KPU, data ini ini lah yang diterima dari Dukcapil Kemendagri,” ujarnya.
“Nanti kami cari waktu untuk temui Dukcapil Kemendagri untuk minta klarifikasi terhadap data yang kami anggap tidak wajar,” kata Riza, seperti dilansir Republika.co.id.
Selain menemukan data tidak wajar, kata Riza, BPN juga menemukan data pemilih invalid, pemilih manipulatif, dan data pemilih ganda. BPN dan KPU sudah sepakat akan melakukan pengecekan bersama ke lapangan terhadap data pemilih yang bermasalah tersebut.
“Hari ini kami akan menetapkan sampling titik-titik daerah mana yang akan ditelusuri di bawah nanti. Seminggu ke depan kita akan sama-sama turun ke bawah untuk memastikan validitas data-data tersebut,” ungkap Riza.
“Apalagi, KPU sudah janji akan revisi dan perbaiki. Kami harap semua masyarakat sama-sama kawal dan pastikan agar DPT bersih, nggak ada manipulasi ganda dan kesalahan lain sehingga pemilu berkualitas,” lanjutnya.
Berikut Rincian DPT Bermasalah Berdasarkan Temuan BPN DPT tidak wajar: 17.553.708. Pemilih bertanggal lahir 1 Juli: 9.817.003; Pemilih bertanggal lahir 31 Desember: 5.377.401; Pemilih bertanggal lahir 1 Junuari: 2.359.304; Pemilih berusia di atas 90 tahun: 304.782.
Pemilih berusia di bawah 17 tahun: 20.475; Data KK manipulatif di Banyuwangi: 41.555 KK; Data invalid 5 Provinsi di Jawa: 18.831.149 dengan rincian, Jatim 5.372.181, Jateng 3.831.465, Jabar 7.186.845, Banten 1.419.512, DKI Jakarta: 1.021.146.
Data ganda 5 provinsi di Jawa: 6.169.895 dengan rincian, Jatim 2.271.844, Jateng 1.904.310, Jabar 1.863.304, Banten 388.330, dan DKI Jakarta 130.437. Mengapa provinsi di Jawa ini menjadi “sasaran” DPT Bermasalah? Inilah yang menarik untuk dikaji.
Potensi Curang
Sebelumnya, masalah DPT pernah pula disoal oleh BPN Prabowo – Sandi. Mendagri Tjahjo Kumolo pernah memaksa KPU agar memasukkan data 31 juta rekaman KTP Elektronik tapi belum masuk DPT di KPU.
Pasalnya, 31 juta rekaman KTP El genderuwo tersebut diserahkan oleh Kemendagri setelah KPU menetapkan DPT. Apalagi, saat data itu diminta untuk dibuka, ditolak KPU dengan alasan rahasia. Rakyat semakin curiga, ada apa di balik pelarangan tersebut.
Adanya permintaan Kemendagri kepada KPU untuk menyisipkan data pemilih tambahan sebanyak 31.975.830 jiwa sebagai tambahan pemilih menimbulkan kecurigaan adanya permainan penggelembungan suara pada Pemilu Presiden 2019 nanti.
Pasalnya, data yang diserahkan oleh Kemendagri ke KPU tersebut diserahkan setelah KPU menetapkan DPT sebanyak 185 juta pemilih untuk Pilpres 2019 mendatang. Kemendagri terkesan sangat memaksakan DPT tersebut untuk dimasukkan ke KPU.
Karena sebelum penetapan DPT, Kemendagri telah menyerahkan Data Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) ke KPU sebanyak 196 juta, namun setelah ditelisik oleh KPU dan Parpol, hanya ditetapkan sebanyak 185 juta pemilih.
Karena masih ditemukan adanya DPT ganda sebanyak 25 juta. Tapi, KPU seakan bertindak tidak netral, pasalnya data sisipan dari Kemendagri sebanyak 31 juta tersebut belum boleh dibuka dengan alasan kerahasiaan karena adanya tekanan dari Kemendagri ke KPU.
Masyarakat mencurigai hal tersebut merupakan dugaan rencana pelanggaran pemilu yang sengaja dilakukan oleh pihak penguasa untuk mengamankan suara. Apalagi, beberapa survei menyatakan elektabilitas capres Joko Widodo kian merosot.
Sekjen DPP PKS Mustafa Kamal menilai bahwa ada pelanggaran prinsip yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pengungkapan temuan 31.975.830 jiwa yang sudah merekam KTP-El tapi belum masuk dalam DPT.
“Ada pelanggaran prinsip yang dilakukan Kemendagri. Baru menyerahkan data tambahan 31 juta ke KPU dan itu pun atas permintaan KPU berkali-kali, setelah kami menetapkan DPT,” ujar Mustafa Kamal, seperti dilansir Tribunnews.com, Rabu (17/10/2018).
Menurutnya, DP4 seharusnya diberikan Kemendagri sebelum DPT diputuskan. Sehingga, dia menuding, pemerintah terutama Kemendagri sudah melanggar prinsip serta berpotensi terjadi pelanggaran undang-undang.
Padahal, KPU beserta jajaran bersama dengan peserta pemilu sudah melakukan pengecekan data ganda di DPT. “Nah, kenapa ada data baru lagi? Jumlahnya 31 juta lagi. Ini potensi juga tidak terjadi transparansi,” ungkap Mustafa Kamal.
“KPU sudah perlihatkan political will bersama peserta pemilu. Kenapa Kemendagri seperti tanda kutip menyelundupkan 31 Juta?” lanjutnya. Ia mengkhawatirkan, adanya temuan data 31 jiwa itu berujung kepada ketidakpastian di dalam proses pemilu.
Sebelumnya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) paslon Prabowo Subianto – Sandiaga Uno mempertanyakan temuan sebanyak 31.975.830 warga yang sudah merekam KTP Elektronik, namun belum masuk DPT. Ia meminta Kemendagri meningkatkan profesionalisme.
“Sehingga, kami semua mendapatkan kepastian hukum tentang data kependudukan. Kami minta Kemendagri bersikap transparan. Padahal dalam proses penetapan DPT, itu wakil Kemendagri hadir dan dimintai pendapatnya. Tapi tak ada pendapatnya,” tambahnya.
Sebelumnya, seperti ditulis Tribunnews.com, BPN Prabowo – Sandi mendatangi KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Rabu (17/10/2018). Maksud kedatangan poros Indonesia Adil Makmur itu untuk mempertanyakan adanya data 31 juta “genderuwo” dari Kemendagri itu.
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengatakan bahwa data tersebut terbilang aneh karena diserahkan Kemendagri ke KPU setelah KPU menetapkan untuk pemilu 2019 yang mencapai 185 juta pemilih.
“Kami terkejut ada data 31 juta sekian belum masuk dalam daftar pemilih. Kami datang ke KPU untuk meminta penjelasan. Itu bukan angka kecil,”PAN Abdul Hakam Naja, serta Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria dan politisi PAN Dian Fatwa.
Menurut Muzani, sebelum penetapan DPT, Kemendagri telah menyerahkan DP4 kepada KPU mencapai 196 juta. Setelah disisir KPU dan parpol, KPU lalu menetapkan DPT hanya 185 juta.
Ketika itu, koalisi Prabowo – Sandi mengkritik bahwa dari 185 juta DPT tersebut masih ada sekitar 25 juta pemilih ganda. “Ini data apa lagi yang 31 juta itu. Apakah itu pengurangan atau penambahan dari angka 185 juta,” tanya Muzani.
“Kemudian apakah memang DP4 masih berubah setelah ditetapkan DPT? Apakah masih bisa ubah DPT, padahal sudah ditetapkan? Ini yang ingin kami mohon penjelasan dari KPU,” ujar Muzani lagi.
Menurutnya, KPU menerima keluhan dari koalisi Prabowo – Sandi. KPU siap menyisir data baru dari Kemendagri tersebut. KPU akan teliti terlebih dahulu apakah itu data yang sudah masuk dalam 185 juta atau benar-benar data baru.
Sayangnya, KPU belum mengetahui data yang disebut oleh Kemendagri tersebut. Alasannya KPU tidak bisa mengakses karena ada surat edaran dari Kemendagri bahwa data 31 juta itu belum boleh dibuka. Alasannya karena “bersifat rahasia”.
“Tadi KPU menyebut adanya surat edaran dari Kemendagri yang menyebutkan tidak boleh membuka data itu. Alasannya karena masih rahasia. Kalau KPU saja tidak bisa buka, gimana kami. Ini misterius,” tegas Muzani.
Munculnya 31 juta DPT dari Kemendagri tanpa kejelasan identitas NIK dan KK 16 digit terindikasi sebagai DPT “genderuwo”. Karena, muncul tiba-tiba dan diminta Kemendagri memasukkan ke dalam DPT untuk Pemilu dan Pilpres 2019.
Dari sinilah muncul pertanyaan, siapakah pemakai 31 KTP El dan KK Aspal yang tercantum dalam DPT genderuwo dari Kemendagri itu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) nantinya? Dugaan pun bergulir liar di kalangan masyarakat: Kecurangan!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews