Berkatalah Vito Corleone, Godfather ciptaan Mario Puzo itu, "A man who doesn't spend time with his family can never be a real man."
Prabowo Subianto dalam hal tertentu boleh pula dipandang sebagai godfather bagi kelompoknya. Jika Vito Corleone adalah benchmark bagi para godfather, maka Prabowo bisa jadi juga seorang yang mencintai keluarga, yang rela meninggalkan kesibukan agar bisa berada di tengah keluarga dalam momentum istimewa.
Sebagai anak yang lahir dari dua orang tua Kristiani, dikelilingi adik-kakak, paman-bibi, dan para keponakan penganut Protestan dan Katolik, Prabowo tentu rindu suasana kebersamaan dan kegembiraan Natal bersama keluarga.
Keinginan itu tidak lagi mudah dipenuhi sejak Prabowo jadi capres. Persoalannya bukan karena Prabowo sangat sibuk berkampanye hingga tak tersisa waktu untuk sekadar bersama keluarga di hari paling istimewa itu. Masalahnya Prabowo harus pula menjaga perasaan para sahabatnya, pentolan FPI dan bekas HTI, ormas dan bekas ormas yang jadi pendukung setianya.
Sudah umum diketahui, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI) mengharamkan pengucapan selamat hari Natal kepada saudara sebangsa, kepada tetangga, sahabat, kenalan, kawan kantor, dan keluarga yang merayakan. Sikap dua organisasi ini mempengaruhi pula sikap sebagian politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sudah jelas bagi publik, tiga organisasi penganut paham Islam politik fundamentalis itu pendukung utama Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam pilpres 2019. Sebaliknya sejumlah ormas Islam besar, para penganut Islam ramah tidak berada di kubu Prabowo. Para petinggi Nahdatul Ulama (NU) terang-terangan mendukung Jokowi. KH Ma'ruf Amin, salah satu tokoh puncak NU adalah cawapres pendamping Joko Widodo. Sementara Muhammadiyah, ormas Islam terbesar kedua memilih netral.
Situasi tidak akan dilematis bagi Prabowo seandainya bukan hanya bekas HTI, FPI, dan PKS kelompok Islam yang mendukungnya. Andaikan NU dan Muhammadiyah yang toleran itu juga berada di kubunya, mungkin Prabowo tidak harus selalu peduli kepada Rizieq Shihab, Gatot Saptono alias Al-Khaththath, atau Ismail Yusanto; mungkin Prabowo tidak perlu repot menimbang perasaan Bahar bin Smith, Slamet Maarif, atau Novel Bamukmin.
Demikian pula sebaliknya, andai saja Prabowo seorang muslim totok, tentu ringan hatinya mentaati semua fatwa Rizieq Shihab, cs. Tetapi garis hidup Prabowo sudah demikian, tak bisa diubah. Tim sukses mungkin bisa menghapus jejak digital informasi Ayah, ibu, dan saudara-saudari kandung Prabowo pemeluk keyakinan Kristiani, namun kehidupan nyata yang Prabowo alami tak bisa dimanipulasi.
Ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo dan ayah Sumitro, Margono Djojohadikusomo adalah pemeluk taat agama Protestan. Lebih-lebih ibunda Prabowo, Dona Marie Sigar, seperti nenek-moyang mereka adalah penganut Kristen Protestan yang sunguh-sungguh.
Tidak heran jika adik-kakak Prabowo Subianto juga memeluk Kristen, baik Katolik, pun Protestan. Dua kakak perempuan Prabowo, Biantiningsih dan Maryani Ekowati adalah pemeluk agama Katolik. Sementara adik Prabowo, Hasyim Djojohadikusumo yang juga pendiri Partai Gerindra mengikuti agama ayah-ibumnya, Protestan.
Entah sejak kapan Prabowo memilih murtad, istilah bagi orang yang pindah agama dari sudut pandang agama yang ditinggalkan, apakah saat mendaftar tentara atau ketika menikahi anak Soeharto. Yang jelas, tidak mungkin Prabowo memeluk Islam sejak kecil. Tidak ada pula dokumen atau jejak media yang menceritakan kapan Prabowo meninggalkan agama lamanya.
Dengan keluarga besarnya--kakek-nenek, ayah-ibu, adik-kakak, dan para keponakan--yang semuanya Kristiani, sudah pasti berat bagi Prabowo jika tidak merayakan kegembiraan Natal bersama keluarga, apalagi tidak mengucapkan selamat hari Natal.
Hari-hari menjelang Natal banyak orang pasang mata dan telinga, menunggu. Siapa kah sebenarnya Don Corleono pada kumpulan itu? Apakah Rizieq Shihab, Gatot Saptono, atau Prabowo Subianto. Siapakah yang mengatur siapa? Siapa yang mencium tangan siapa?
Akhirnya kabar itu datang juga, disertai unggahan foto dan video singkat Saraswati Djojohadikusumo. Adalah Prabowo godfather-nya. Bukan Rizieq Shihab, bukan Gatot Saptono, apalagi Ismail Yusanto.
Prabowo bukan hanya mengucapkan selamat Natal kepada rakyat Indonesia. Ia juga bergembira, menari dan tertawa bersama keluarga besarnya dalam perayaan Natal bersama di rumah Olga Nelly Sigar, kakak kandung Dora Marie Sumitro, Ibunda Prabowo.
Tetapi orang-orang masih menunggu, apakah FPI akan keluarkan fatwa murtad seperti yang mereka lakukan terhadap Jokowi pada 2014 silam?
Beruntunglah bagi Prabowo. Fatwa para petinggi FPI rupanya bisa disesuaikan dengan kondisi. Khusus untuk Prabowo, hingga artikel ini dibuat, FPI lempeng-lempeng saja, membisu. Kata orang tua dulu, diam berarti setuju. Tentu saja ini hanya berlaku bagi Prabowo, tidak untuk Jokowi.
Maka benarlah sudah. Prabowo adalah godfather, sementara Rizieq Shihab, Gatot Saptono alias Al Khaththath, dan Ismail Yusanto hanya para sahabat yang bisa diaturnya. Selamat Natal, Prabowo Subianto.
Sumber:
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews