Jakarta — Berbagai kalangan menyampaikan apresiasi atas sikap matang pemerintah dan kedewasaan bangsa Indonesia dalam menghormati jasa para pemimpin. Dalam dialog bertajuk “Bangsa Besar Menghormati Jasa Pemimpin dan Pahlawannya” di Kompas TV, para tokoh lintas ormas dan akademisi sepakat bahwa penghargaan tersebut merupakan momentum memperkuat rekonsiliasi, keteladanan, dan semangat membangun generasi muda menuju Indonesia Emas 2045.
Dr. Makroen Sanjaya, Pimpinan Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, menilai ketokohan Soeharto sudah sepatutnya dilihat secara utuh, bukan sepotong-sepotong.
“Muhammadiyah sudah mengkaji dari ketokohan beliau sebagai Presiden ke-2, kita menilai sosok secara komprehensif. Setelah kita teliti, sejak zaman revolusi kemerdekaan beliau sudah memberikan kontribusi besar bagi bangsa,” ujarnya.
Makroen menambahkan, rekam sejarah Soeharto menunjukkan peran penting sejak masa perang kemerdekaan hingga periode pembangunan nasional.
“Sejarah mencatat, tahun 1946 Pak Harto ikut menanggulangi kudeta kelompok kiri, lalu memimpin Serangan Umum 1 Maret, hingga menjadi tokoh utama yang menuntaskan persoalan tersebut. Dunia mengakui kiprah beliau saat Indonesia mencapai swasembada pangan yang diakui FAO,” tuturnya.
Ia mengingatkan agar bangsa ini mampu meneladani filosofi Jawa _‘mikul ndhuwur, mendhem njero’_ — menghormati jasa tanpa terjebak pada kesalahan masa lalu.
“Kalau kita sebagai bangsa hanya mencari-cari kesalahan masa lalu, tentu tidak akan maju ke depan. Sejarah itu seperti kaca spion, perlu dilihat untuk pembelajaran, tapi pandangan utama tetap ke depan,” tegas Makroen.
Dalam pandangannya, pahlawan adalah sosok yang berkorban dan memberi teladan prestasi bagi bangsa.
“Kesediaan berkorban dan pencapaian prestasi adalah dua hal yang harus menjadi ukuran kepahlawanan. Generasi muda harus belajar dari nilai itu — berani berkorban dan berprestasi nyata, bukan sekadar bicara,” katanya.
Senada, KH Arif Fahrudin, Wakil Sekjen MUI dan tokoh Nahdlatul Ulama, menilai penghargaan terhadap tokoh seperti Soeharto dan Gus Dur adalah bentuk penghormatan terhadap dua figur berbeda zaman namun sejiwa dalam pengabdian.
“Pahlawan itu mereka yang berjasa dan rela berkorban demi bangsa. Dua sosok ini menggambarkan dua situasi berbeda, tapi dalam satu frame yang sama. Pak Harto berkontribusi sejak revolusi kemerdekaan hingga masa pembangunan, sementara Gus Dur berjasa besar dalam penguatan nilai keagamaan, pesantren, dan pluralitas bangsa,” ujar Arif.
Ia menegaskan, bangsa besar adalah bangsa yang pandai bersyukur atas perjuangan para pendahulunya.
“Kalau generasi muda tidak pandai menghargai jasa para pahlawan, maka mereka juga tidak akan pandai bersyukur atas nikmat kemerdekaan ini. Padahal dari negara inilah kita hidup, bernafas, dan berpengharapan,” ucapnya.
Menurutnya, penghargaan kepada para pemimpin seperti Soeharto dan Gus Dur menjadi cermin kedewasaan bangsa dalam menatap masa depan tanpa melupakan sejarah.
“Dalam setiap era ada tokohnya, dan setiap tokoh punya eranya. Tugas kita sekarang adalah mentransmisikan capaian kebaikan mereka untuk generasi masa kini dan mendatang,” kata Arif.
Keduanya mengusung pesan kuat bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pemimpinnya, meneladani nilai pengorbanan, dan terus menyalakan semangat kepahlawanan di hati generasi muda Indonesia.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews