Siapa Pengganti Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI?

Lalu siapa? Dia pun menyebut satu nama yang kini menduduki posisi setara eselon satu di satu instansi tapi pernah menjadi seorang pejabat di lingkungan DKI.

Selasa, 19 Oktober 2021 | 07:41 WIB
0
215
Siapa Pengganti Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI?
Saya dan Prasetyo Edi Marsudi (Foto: Dok. pribadi)

Sudah lama saya tak menulis tentang Jakarta -- ibu kota negara yang sekarang dipimpin Gubernur Anies Baswedan. Kota ini kembali sibuk, macet, dan bergegas seperti sediakala, seperti masa-masa sebelum pandemi datang dan mengungkung.

Bayangkanlah suasana kota ini di saat pemberlakuan PPKM level 4 dua bulan lalu: kantor-kantor tutup, rumah-rumah ibadah tutup, sekolah-sekolah tutup, mal-mal nyaris mati suri, aturan ganjil genap yang membatasi kendaraan diberlakukan sepanjang hari, pesepeda dilarang masuk Jalan Sudirman dan Thamrin.

Hari-hari ini, seiring kian menurunnya kasus harian Covid-19, Jakarta kembali menggeliat. Kota ini pun perlahan kembali menjadi panggung kehidupan, hiburan, juga jadi ruang berakrobat para tokoh dan politisi untuk mencari perhatian. Keistimewaan sebagai ibu kota negara membuat Jakarta begitu strategis untuk beranjak lebih tinggi.

Rindu dengan cerita-cerita tentang Jakarta, siang tadi, saat Jakarta didera hujan di penghujung kemarau, saya datang ke Jl. Kebon Sirih, bertamu ke ruangan Ketua DPRD Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi. Tak ada agenda khusus, sesungguhnya.

Pak Pras, begitu orang-orang memanggilnya dengan akrab, terlihat santai. Hanya berkemeja putih lengan pendek, jins, dan sneakers hitam. Rokok mengepul-ngepul dari tangannya.

Terbawa suasana santai itu, dua jam berlalu seperti tak terasa.

Obrolan kami ke sana ke mari. Apa yang melintas di pikiran, terucap dan dijawab. Dari soal politik, keuangan negara, tingkah polah orang-orang, dan lain-lain. Pak Pras orang yang asyik. Politisi PDI Perjuangan ini sudah tujuh tahun menjadi Ketua DPRD DKI, dan ini periode keduanya. Sebelumnya, tak pernah ada politisi yang menjadi Ketua DPRD DKI selama dua periode.

Lalu saya tiba di satu topik yang rasanya tak lama lagi akan menghangat di tanah air: pelaksana tugas gubernur Jakarta selepas Anies Baswedan, tahun depan. Ya, tahun 2022 – 2024, gubernur Jakarta akan berganti. Jakarta akan dipimpin seorang pelaksana tugas gubernur.

Dan bukan hanya Jakarta. Dalam catatan pemerintah, tahun 2022 dan 2023, akan ada 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota yang masa jabatannya berakhir. Sementara, Pilkada serentak untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota baru akan digelar di tahun 2024. Dalam rentang satu dan dua tahun itu, tersedia lowongan calon penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota yang masa jabatannya berakhir.

Menurut UU Pilkada, penjabat gubernur adalah pemimpin tinggi madya atau setara eselon I, sedangkan penjabat bupati/wali kota adalah pemimpin tinggi pratama atau setara eselon II. Jadi, akan begitu banyak lowongan menjadi kepala daerah tanpa harus berkeringat untuk berkampanye.

Seorang kawan saya, dirjen di kementerian dalam negeri, pernah berpindah-pindah menjadi penjabat gubernur di beberapa provinsi yang kalau dihitung-hitung, lebih dari lima tahun. Ia jadi gubernur tanpa berkeringat untuk berkampanye dan tentu tak ada mahar untuk partai politik.

Begitulah. Mulai tahun depan dan tahun berikutnya lagi, Gubernur DKI dan 23 gubernur lain di Indonesia akan turun panggung. Dan di negeri dengan daya ingat publik yang sungguh pendek ini, rentang 2022-2024 adalah waktu yang terbilang lama untuk menjaga tungku popularitas tetap membara.

Lalu siapa yang akan jadi pelaksana tugas gubernur di Jakarta nanti?

Khusus untuk Jakarta, seperti pengalaman yang lalu-lalu, pelaksana tugas gubernur di ibu kota ini adalah seorang direktur jenderal dari Kementerian Dalam Negeri, seperti Soni Sumarsono dulu itu. Saat ini di Kemendagri, jabatan Dirjen Otonomi Daerah, posisi Soni dulu, dijabat oleh Akmal Malik Piliang. Apakah dia yang akan memimpin ibu kota tahun depan?

“Belum tentu,” kata Prasetyo Edi Marsudi, tadi.

Lalu siapa? Dia pun menyebut satu nama yang kini menduduki posisi setara eselon satu di satu instansi tapi pernah menjadi seorang pejabat di lingkungan DKI.

Kendati begitu, “Jangan lupa, itu sepenuhnya wewenang Presiden,” kata Pras. Satu nama yang disebutnya begitu pas. Tapi tak elok saya membukanya.

Dan saya meninggalkan ruangan Pak Pras di lantai sepuluh Gedung DPRD DKI sore tadi dengan satu nama itu tetap bersemayam dalam pikiran. Jawabannya baru akan datang tahun depan.

***