Partai Politik dan Untung Rugi

Demi syahwat politik sanggup melakukan apa saja, bahkan menganggap musuh dan lawan bangsanya sendiri.

Jumat, 24 April 2020 | 10:57 WIB
0
273
Partai Politik dan Untung Rugi
Foto: Beritasatu.com

Perubahan secara ideologis sebuah partai memang sangat tergantung pada pola pikir awak yang ada dalam sebuah partai. Dewasa ini partai politik berubah haluan, dari pencetak kader pemimpin menjadi pencetak broker perdagangan.

Semua sumbangsih bermuatan pamrih dan untung rugi, bahkan untuk kepentingan negara dan bangsa pun masih menghitung untung ruginya. Kedepan, kalau pola pikir ini tidak berubah, maka krisis kepemimpinan akan terus terjadi.

Pada setiap perhelatan kontestasi politik, banyak partai malah mencomot calon pemimpin dari luar partainya, karena masyarakat sudah semakin cerdas dan melek politik, sangat sadar dalam memilih seorang calon pemimpin.

Masyarakat sudah memiliki formula dalam melihat kriteria seorang pemimpin yang handal, sementara mindset partai politik masih berorientasi kepada kepentingan partai, bukan pada kepentingan masyarakat.

Partai politik semakin tidak diminati masyarakat, pada waktunya partai akan menemukan ajalnya. Lunturnya rasa nasionalisme dikalangan politisi partai dikarenakan orientasi politik yang salah. Ego sektoral pemimpin partai mendominasi kader partai politik.

Partai tidak lagi melahirkan kader pemimpin yang potensial, kalau pun masih ada, namun tetap akan dikebiri oleh kepentingan partai. Banyak pemimpin yang dimunculkan partai politik, di tengah jalan membelot karena perbedaan haluan.

Politik transaksional lahir dari mentalitas pebisnis, yang cuma berorientasi pada untung rugi, yang tidak pernah melihat kepentingan yang lebih besar dalam pengelolaan negara. Padahal, tujuan partai lahir, adalah untuk terlibat secara politik dalam penyelenggaraan negara.

Tidak aneh kalau partai politik didominasi para pebisnis, karena mereka adalah pemilik modal, sementara partai kebutuhan hidupnya dibiayai dengan ongkos politik yang sangat mahal. Penempatan kader partai di pemerintahan, adalah salah satu jalur pendanaan partai.

Ongkos politik yang mahal, membuat para pemimpin partai kalap, sehingga dengan berbagai cara pun dihalalkan, agar partai tetap terus berdiri. Banyak kader partai yang pada akhirnya terlibat kasus korupsi, partai pun siap membentengi mereka, kalaupun dihukum, maka diupayakan dihukum seringan-ringannya.

Jadi kalau sudah seperti itu keadaannya, bayangan tentang idealnya sebuah negara, dengan mentalitas penyelenggara negaranya seperti itu, hanya tinggal mimpi, kalau pun muncul kepermukaaan pemimpin yang ideal dimata masyarakat, akan dijegal agar tidak mengganggu kenyamanan mereka yang memang tidak menginginkan perubahan.

Banyak sekali diksi yang digunakan untuk meyakinkan masyarakat, yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap partai politik. Kata atas nama kepentingan rakyat, demi bangsa dan negara, hanya menjadi produk dagangan dalam aktivitas politik.

Demi syahwat politik sanggup melakukan apa saja, bahkan menganggap musuh dan lawan bangsanya sendiri. Tidak lagi melihat kepentingan bersama yang lebih besar, yang ada dalam benak mereka hanya kepentingan partai, kelompok dan kepentingan pribadi.

***