Risma Sibuk di Lapangan, Tahukah Agenda Anies Baswedan di Lapangan?

Bu Risma di Surabaya sudah bekerja keras, bagaimana wali kota – wali kota di Jakarta, sudah melaksanakan instruksi Gubernur belum?

Minggu, 15 Maret 2020 | 17:28 WIB
0
340
Risma Sibuk di Lapangan,  Tahukah Agenda Anies Baswedan di Lapangan?
Tri Rismaharini (Foto: suara.com)

Kalau Bu Risma itu hobinya kerja lapangan, keliling Surabaya, ngecek taman, memastikan warganya senang dan kuping Bu Risma selalu siap sedia mendengarkan keluhan warga lalu di mana Anies Baswedan?

Sebetulnya media yang malas meliput atau banyak wartawan sengaja tidak mengikuti ke mana Anies bekerja. Terakhir Anies bicara bahwa Formula E ditunda dan sekarang aktifitas pembangunan Jakarta terpaksa tengkurap karena Corona telah membuat situasi Jakarta menjadi “Genting”, di berita sosmed saya mendengar Museum – Museum di Jakarta libur sekitar 14 hari untuk mengantisipasi menyebarnya Covid - 9. Dan Jokowi sempat memuji tindakan cepat Anies dalam mengatasi dampak penyebaran virus tersebut.

Saya sih juga ingin mendengar Anies memuji kinerja Jokowi ke depan tapi ah pendukungnya tentu tidak rela Anies memuji Jokowi. Bukankah pujian itu langka untuk yang dianggap musuh mereka. Risma memang sudah kenyang dipuji, sebab rekam jejaknya memang nyata. Tidak banyak bicara tetapi Surabaya sudah dibuat indah.

Banyak orang kagum dengan managemen waktunya dan pola pikirnya yang brilian bisa mengubah wajah Surabaya yang dulunya ruwet, berisik, panasnya byuh, byuh dan nyamuknya itu lo Cak, gak nguwati. Sekarang untuk meredam panas ya duduk – duduk di taman, dibawah pohon, sambil menikmati pemandangan di pedestrian yang ijo royo- royo.

Di Jakarta  jangan salah sudah banyak lo taman kota, sudah luas trotoarnya, tetapi udiknya masyarakat juga belum berubah. Sampah masih main lempar, gang- gang masih kumuh, dan orang- orang masih jorok dalam menjaga kesehatan. Seharusnya memang bukan hanya pekerjaan gubernur saja yang keliling, ngecek apa saja yang diperlukan ibu kota.

 Ente orang Jakarta harus sadar diri juga bahwa tanggungjawab kota juga kewajibanmu. Kalau misuh- misuh saja bisa kenapa masih buang sampah sembarangan, masih menaburkan kotoran di got- got, masih cuek terhadap lingkungan sekitar. Ya kerja keras ya kerja keras, pulang ya pulang saja, sedikit macet tidak apa- apa tapi demi cepat sampai ke rumah masih saja ada motor yang main nyelonong saja di Pedestrian, menerjang busway, naik motor sambil main HP, Giliran di klakson ganti marah- marah. Bla- bla bla, uwing- uwing uwing, ujungnya nonjok.

Saya masih menunggu seperti dulu ketika sungai sungai penuh dengan Beghoe yang siap sedia mengeruk lumpur, mengurangi sedimen lumpur yang mengendap, di sungai. Eranya siapa tuh? Tetapi mungkin saja saat ini baru direncanakan, pasti sudah ada niat dari Gubernur cuma baru sibuk mengatasi epidemi Corona.

Tentang Antisipasi Corona

Saya tidak tahu yang lain tetapi di kantor (Sekolah) saya upaya pencegahan memang gencar, maklum banyak orang tuanya yang wira wiri dari dan keluar negeri, jadi akan mudah virus menyebar. Maka Alat pemindai suhu siap sedia, hand Sanitizer, sudah ada di setiap sudut ruangan, sudah mirip rumah sakit pokoknya. Ya, saya sendiri sebetulnya juga mulai was- was jika bepergian di tempat- tempat yang rawan tertular virus.

Yang sudah tersenyum itu China. Mereka sudah lulus ujian dalam menghadapi hal buruk. Banyak korban meskipun tidak terdengar mereka meratap, yang ada adalah mereka bekerja keras untuk lepas dari virus, saling membantu saling sokong, tidak perlu jualan agama, mengaku tentara Allah, Atau misuh misuh karena azab. Semuanya itu cobaan, Yang katanya tidak beragamapun tetap harus bekerja, lepas dari penyakit karena penyakit itu harus dilawan, dicegah bukan dirutuki, dianggap aib, dianggap hukuman dari Maha Pencipta.

Seharusnya pemuka agama menguatkan, memberi motivasi umatnya untuk kompak tanpa membedakan latar belakang agama, membantu dengan tulus sesamanya, siapapun, lepas dari virus yang sudah pasti menyebar. Bukan malah bikin panggung sendiri, membuat resah keyakinan lain.

Yah, mungkin saya juga mesti sadar diri bukan hanya mengkritik saja apa yang dilakukan pemimpin. Saya mesti belajar seperti Jokowi yang bisa memuji siapapun terlepas kadang setiap saat ia selalu menjadi sasaran lawan politiknya untuk disangsikan kinerjanya. Wong tidak mempunyai keturunan ningrat kok bisa menjadi presiden. Dan ketika sudah menjadi presiden para oposisi itu seperti selalu melihat kekurangan, pelit memuji, pelit memberikan jempol bila ada program Jokowi yang sukses.

Sebaliknya Aniespun semakin berkibar karena namanya terus disebut meskipun jejak kinerjanya belum sebanding dengan beritanya yang muncul di publik. “Lo tidak usah bandingkan Gue dengan Dia. Problemnya lebih kompleks, Jakarta itu tempat orang ngeyelan, susah diatur, tukang protes, tukang kritik. Nyatanya Jakarta itu sudah lebih dinamis dari yang dulu, Integrasi transportasi cukup baik, taman besar sudah disulap lebih indah (kecuali Monas mungkin yang masih tanda tanya; bagaimana ya berita revitalisasinya, sudah sampai ke mana?)(jangan diambil serius ini dialog imajiner saya pada masyarakat)

Ya sudah. Pemimpin itu memang harus adil kalau jelek dikatakan jelek dan yang sudah baik itu dipuji.Kalau Risma bekerja tanpa cuitan dan memang nyata hasilnya. Tinggal Anies dan pemimpin lain perlu kerja keras untuk mendapatkan pujian tulus. Panggung Presiden masih jauh, masih 2024. Yang diperlukan pemimpin itu keteladanan. Kalau layak puji memang perlu mendapat tepuk sorak, kalau masih memble dalam bekerja ya perlu kritikan. Yang penting jangan menikung dari belakang.

Kalau ingin lepas dari krisis mau tidak mau tanpa melibatkan politik cengkereme ya harus kompak bekerja. Politik dan politisi itu mungkin penuh hitung – hitungan tetapi negarawan itu harus menyingkirkan ego politik apalagi hasrat partai politik yang ingin mendapat keuntungan sebesar- besarnya dari kekuasaan.

Menjadi tulus itu penting agar tidak ada kebencian politik yang hadir dan jangan karena pemimpinnya di kritik lantas turun ke jalan melakukan demo untuk melengserkan pemimpin yang dipilih melalui pemilihan langsung. Kecuali jika pemimpin itu kesalahannya fatal,tidak bisa ditoleransi. Kalau hanya segelintir yang menginginkan lengser itu agenda politik namanya. Pasti ada batu dibalik udang, eh terbalik ada udang di balik batu.

Bu Risma di Surabaya sudah bekerja keras, bagaimana wali kota – wali kota di Jakarta, sudah melaksanakan instruksi Gubernur belum? 

***