Akhirnya mau tidak mau, semua sengketa rumah ibadah bergantung pada kearifan dan keputusan sang penguasa yang sifatnya adhoc.
Karena justru akan menimbulkan kekisruhan baru. Demikian rangkuman diskusi saya dengan kawan-kawan Kristen, Islam dan Buddha. Kenapa?
Yang Islam
Nanti ustad-ustad yang punya jemaah banyak dirikan mesjid sendiri. Masjid yang lain kesaing. Apalagi kalau beda mahzab. Dan juga Ormas. Bakalan ada persaingan.
Pembebasan rumah ibadah berarti membolehkan umat Syi'ah dan Ahmadiyah mendirikan masjid. Ini bakalan rame bahkan bisa memicu kekerasan.
Yang Buddha dan Hindu
Cenderung low profile namun kebebasan rumah ibadah juga bisa memicu persaingan perebutan jemaah mengingat sekte dalam dua agama ini juga banyak.
Yang Kristen
Cuma Katholik yang damai-damai saja dan diuntungkan dengan kebebasan pendirian rumah ibadah. Mereka bisa renovasi dan mendirikan gereja baru secara terstruktur dan organisatoris karena semuanya harus persetujuan Vatikan.
Tapi konflik diantara umat Kristen diluar Katholik bakal rame bahkan lebih rame ketimbang Muslim. Masalahnya gereja-gereja yang sudah mapan bakal terancam perpecahan. Para pendeta mereka akan buat gereja sendiri dan menarik jemaat.
Belum lagi pendeta yang baru lulus pasti terdorong buat gereja sendiri untuk mencari jemaat sebanyak-banyaknya. Belum lagi denominasi Kristen baru yang juga bakal unjuk muka.
Dan yang terjadi adalah persaingan menarik jemaat diantara pendeta baik dalam mahzab yang sama ataupun yang berbeda.
Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) ataupun Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) bakal mengalami krisis organisatoris. Pendeta dengan pendeta yang punya kaitan saudara dan famili bisa menduduki jabatan eksekutif di dua organisasi itu.
Konon khabarnya, karena prinsip dua organisasi itu adalah satu gereja satu suara. Jika disuatu daerah, sebagian besar pendeta berasal dari satu keluarga akan menduduki cabang-cabang PGI dan HKBP. Jika demikian, keributan bakal terjadi .
Lagi pula, kata teman Kristen, SKB justru menghambat persaingan pendeta merebut umat. Pendeta baru tidak bisa seenaknya bangun gereja.
Kesimpulan
Pusing juga. Karena saya tidak tahu apakah itu akan terjadi meski paham kemungkinan itu bisa terjadi..
Tapi dari diskusi tadi, saya bisa mengerti mengapa SKB 2 menteri dan SKB 3 menteri itu tidak ada yang berani menyentuhnya.
Karena skenario seram tadi yang bakal lebih seram jika pembebasan pendirian rumah ibadah itu memicu kerusuhan antar agama.
Dan agama justru jadi bencana.
Akhirnya mau tidak mau, semua sengketa rumah ibadah bergantung pada kearifan dan keputusan sang penguasa yang sifatnya adhoc.
Pendapat kawan-kawan dan saya sangat subyektif. Jangan dijadikan pembenaran. Tapi jika dijadikan bahan diskusi, sangatlah disarankan.
***
.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews