Jadi argumentasi Pohon Sengon itu malah memperburuk citra dan kinerja manajemen di PLN. Padahal itu hal yang sangat sederhana dan mudah dikordinasikan.
Presiden Jokowi sampai mendatangi Kantor Pusat PLN terkait dengan pemadaman listrik di Jabodetabek, Jawa Barat dan sekitarnya pada Minggu, (4/8) yang baru lalu, yang pada akhirnya terjadi pemadaman secara bergilir diwilayah yang sama.
Tentulah ada hal yang dianggap serius oleh Presiden Jokowi, sehingga beliau perlu bertatap muka langsung, dan meminta penjelasan kepada Plt. Dirut PLN, meskipun pada akhirnya beliau kecewa, karena tidak mendapatkan penjelasan yang sesuai dengan yang diharapkan.
Pihak PLN boleh saja membantah berbagai anasir dari para pengamat diluar PLN, dengan berbagai argumentasi yang diharapkan bisa memuaskan publik. Tapi biar bagaimanpun pemadaman secara mendadak untuk waktu yang cukup lama tersebut, tetap saja menyisakan berbagai kejanggalan yang tidak bisa ditutupi begitu saja.
Kenapa Presiden Jokowi meninggalkan begitu saja Plt. Dirut PLN selepas memberikan penjelasan, karena apa yang dijelaskan Plt. Dirut PLN itu hanyalah berupa persoalan tekhnis yang tidak substansial, padahal itu momen penting bagi Plt. Dirut PLN yang seharusnya bisa meyakini Presiden, bahwa dia layak menjadi Dirut PLN.
Mantan Menteri BUMN yang juga Mantan Dirut PLN, Dahlan Iskan (DI), tentunya sangat faham persoalan "Dapur" PLN, makanya ketika membahas persoalan Pohon Sengon menjadi penyebab matinya listrik diwilayah Jakarta, sebagian Jawa Barat dan Banten, membuat beliau memberikan pertanyaan secara kritis.
DI seakan-akan ingin mengatakan sesuatu hal yang ada di Balik peristiwa pemadaman listrik tersebut, sesuatu yang terkesan sangat janggal namun ditutupi dengan berbagai argumentasi yang tidak masuk akal.
DI memberi catatan yang menggelitik terkait listrik padam massal yang terjadi di Jakarta, sebagian Jawa Barat, dan Banten pada Minggu lalu. Catatan itu ia tulis dalam laman pribadinya di disway.id.
"Pohon sengonnya ada di Desa Malon. Nun jauh di Gunung Pati, 28 km selatan Semarang. Mati listriknya sampai Jakarta," kata Dahlan.
Menurut Dahlan, pohon sengon itu harus diabadikan dalam bentuk foto dan dijadikan monumen. Sehingga, bisa jadi pelajaran untuk generasi selanjutnya.
"Maka pohon sengon itu perlu diabadikan. Fotonya. Untuk dipasang di seluruh kantor PLN. Sebagai monumen. Yang harus diajarkan turun-temurun. Dari satu generasi ke generasi berikutnya," ujarnya.
Pernyataan kritis DI sangatlah satire, dan menggugah perasaan terdalam bagi yang membacanya, mengingat DI pernah menjadi bagian terpenting dari PLN dan BUMN, jadi DI sangat faham apa yang sebenarnya terjadi didalam manajemen PLN.
Banyak hal yang tidak masuk akal dari argumentasi Pohon Sengon ini, semua bermuara pada persoalan manajemen dan persoalan antisipasi. Kalaupun Pohon Sengon itu yang menjadi pokok persoalan, harusnya bisa diantisipasi dong soal tumbuh kembangnya, ada manajemen yang mengatur soal itu agar bisa diantisipasi.
Jadi argumentasi Pohon Sengon itu malah memperburuk citra dan kinerja manajemen di PLN. Padahal itu hal yang sangat sederhana dan mudah dikordinasikan.
Apalagi, kata Dahlan, pohon itu mahal harganya. Pohon sengon membuat jutaan orang menderita. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai marah karena masalah ini.
"Bahkan PLN sendiri sampai harus mengeluarkan ganti rugi kepada konsumen. Nilainya sampai Rp 1 triliun," ujar Dahlan.
Namun, Dahlan bilang, pohon sengon tidak salah. Pohon sengon tumbuh di dalam pagar penduduk.
Harusnya Plt. Dirut PLN berani buka-bukaan terhadap hal sebenarnya yang terjadi, dan siap menerima salah, tidak perlu ada beban yang berat di balik peristiwa tersebut, toh posisinya juga baru menjadi Pelaksana Tugas Dirut PLN.
Jangan anggap sepele persoalan pemadaman Listrik secara mendadak tersebut, apa lagi dampaknya sangat massal. Pemadaman tersebut langsung bisa memperlihatkan satu Sisi kelemahan yang bisa dengan mudah dilumpuhkan.
Persoalan tersebut menjadi ancaman bagi keamanan negara. Intrumen PLN bisa menjadi titik serangan bagi orang-orang yang ingin mengacaukan keamanan negara. Transmisi bermasalah saja efeknya sudah membuat satu wilayah lumpuh seketika.
Dalam catatannya, Dahlan pun menyentil pohon sengon pun berhak bertanya:
Mengapa dibiarkan tumbuh tinggi di situ?
Mengapa tidak ada yang tahu?
Apakah tidak ada lagi anggaran untuk patroli pohon?
Mengapa ada kebijakan anggaran ini--bahwa biaya operasi dan pemeliharaan harus di bawah anggaran SDM?
Mengapa SUTET itu begitu rapuh? Hanya kesenggol satu pohon sudah pingsan?
Itulah. Mengapa tidak boleh ada pohon dekat SUTET (Saluran Utama Tegangan Ekstra Tinggi). Jangankan sampai nyenggol. Memasuki medan magnetnya pun sudah mengganggu. Bisa korsleting. Yang mengakibatkan arus listrik terhenti
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews