Barangkali inilah sebuah ironi berusaha di abad milineal. Seorang anak desa, lahir di kota kecil Sragen, lalu berkesempatan kuliah di PTN ternama bernama ITB. Lalu membangun sebuah start-up kekinian, bernama Buka Lapak. Sukses story yang sebenarnya biasa saja. Bisa terjadi dan dialami semua orang, pembedanya cuma dua minimal: keberuntungan dan popularitas.
Keberuntungan tak bisa dibeli, tapi tentu saja popularitas sangat bisa dieksploitasi. Senyampang dengan itu, sesungguhnya keduanya saling mereduksi, semakin tinggi popularitas yang didapat sebenarnya, keberuntungannya semakin menyusut. Bila tak bisa dibilang pelan-pelan menjauh dan menghilang.
Itulah yang terjadi pada Ahmad Zaky. Dari seorang founder dan membanggakan diri dengan stempel CEO, sesungguhnya ia terakhir hanya pemilik 1% dari perusahaan yang didirikannya itu. Berapapun nilainya perusahaan itu, ia hanya minortas yang memiliki kuasa dan pengaruh di anak yang sempat dilahirkannya itu. Frustasi dan kegilaan dari seorang founder dan CEO, yang sesungguhnya tak lebih seorang pion. Bagaimana bisa?
Bisnis on-line seperti ini sesungguhnya tidaklah sama dengan bentuk bisnis lain yang memiliki kolateral yang dapat diagunkan ke bank. Ia tidak sama dengan dengan bisnis properti atau kendaraan bermotor yang jelas agunannya. Dunia perbankan tidak mungkin membiayai jenis start-up bisnis seperti ini, sehingga kalau ingin membesar mereka harus terus mengejar investor.
Karena itulah, jenis bisnis seperti harus selalu high-profile. Hal yang kalau dikaitkan, dengan profil AZ jadi sangat gak nyambung sejak awal. Ia thengil, lebay, dan celometan. Ia membangun Bukalapak mulanya dengan mencoba menggandeng Sandiaga Uno, Oportunis yang lain, yang sebagaimana kita tahu bisnis sesungguhnya hanya jual beli konsesi dan pengejar rente.
Coba saya ingatkan, bahwa hanya dengan modal dengkul Sandi merapat (dulu) ke Partai Demokrat lalu mendapat konsesi pembangunan jalan Tol Cipali. Di tengah jalan konsesi ini dijual pada Group Astra yang memberinya keuntungan trilyunan tanpa modal sepeserpun. Itu alasan kenapa, Prabowo merekrutnya: di luar gayanya yang "menyebalkan dan suka bersandiwara" itu, ia figur yang pandai mencari uang. Menutupi lubang menganga kebutuhan dana kampanye yang tak lagi bisa dipenuhi oleh keluarga Djojohadikusumo itu. Berharap dari Cendana? Kasihan deh loe...
Lalu diperkenalkanlah ia pada Edy Sariatmadja pendiri dan pemilik EMTEK, yang konon juga lagi butuh punya eksistensi di bisnis on-line. Dari sinilah mereka bisa berharap masuk bursa saham. Artinya apa? Ia memperoleh keuntungan return-nya bukan dari profit real bisnis, tetapi dari value saham di market. Dan karena untuk bisa eksis di bursa saham, ia harus cukup "nampang", ia butuh terus menerus dana tambahan. Sejenis buaya mangap, yang tak pernah cukup kenyang!
Salah satu yang dilakukan sejak tahun 2017, Bukalapak berusaha menarik dana dari publik melalui penerbitan reksadana. Tetapi nilainya tidak significant untuk memenuhi ROE layak masuk bursa. Dan kesempatan terakhir, saat ia ikut tender di lingkaran pemerintah yang konon berbau R&D (Research & Development) dan ia gagal.
Lalu sebagaimana kita tahu, ia celometan di twitter menyalahkan anggaran riset yang terbatas, sialnya pakai data yang salah. Dan lebih buruk, ia berseloroh pengen ganti presiden.
Saya tidak tahu, apa reaksi Edy Sariatmadja, yang telah menolongnya itu. Karena ES tercatat sebagai salah satu ring satu pendanaan kampanye Jokowi. Konon sehari setelah ia ngacapruk, valuasi nilai perusahannya telah turun 30% dan diperkirakan akan semakin turun.... Ia bukan saja dihukum oleh netizen secara sosial, ia juga telah bunuh diri secara bisnis.
Jadi AZ ini, tidak saja mengkhianati Jokowi yang meng-endorse bisnis-nya sedemikian rupa agar berkembang. Tetapi terutama investornya. Bagian paling buruknya adalah ia bermimpi dapat pertolongan dari kelompok sebelah! Sambil mencampakkan orang-orang yang sudah riil menolongnya.
Buah simalakama yang ditimbulkan sungguh luar biasa. Ia lupa ribuan orang terlanjur hidup dan bergantung pada bisnisnya. Jadi agak ngaco membandingkannya dengan kasus Sari Roti dan Traveloka. Semestinya tidak ada yang harus happy dari peristiwa ini, semua harus merasa kehilangan dan kecolongan. Semua kita kehilangan sebuah modal baik.
Kalau kelompok sebelah seolah bersorak? Bersorak untuk apa? Emang mereka bisa memberi pertolongan apa? Berharap dari langit ke tujuh? Ini adalah cermin kebodohan dan kekonyolan dari seorang anak muda yang sok bergaya milineal. Ingin tampak keren, tapi sebenarnya sangat ndeso. Orang desa saja masih lebih beruntung karena punya kerendahan hati dan kejujuran.
Orang Jawa bilang ia adalah typical wong sing ora kuat nyangga drajat!
Mungkin habitat aslinya memang sebatas berdiang di aquarium ikan!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews