Pada saat Presiden Joko Widodo berpidato di Sentul International Convention Center (SICC), pada Minggu malam (24/02/2019) yang lalu. Ada kata-kata yang saya belum mengerti. Yaitu kata konsesi. Saya mencoba cari di KBBI. Keluarlah jawaban sbb :
Konsesi /kon.se.si/ n 1. izin untuk membuka tambang, menebang hutan, dan sebagainya; 2. Kerelaan (mengurangi tuntutan dan sebagainya)
Lalu saya ambil penggalan penting dalam pidato ini “Kalau ada konsesi besar yang ingin dikembalikan ke negara, saya tunggu sekarang. Dan akan saya bagikan untuk rakyat kecil” seru Presiden Joko Widodo.
Atas dasar apakah Jokowi mengeluarkan pernyataan seperti ini ? Ternyata atas dasar pernyataan dari Prabowo Subianto, yang selalu mementingkan keberpihakan kepada rakyat kecil. Seperti tertuang dalam kalimat pada saat debat kemarin. “Tanah tidak bertambah. Bangsa Indonesia bertambah. Setiap tahun 3,5 juta bertambah.
Kalau Bapak bangga bagi 12 juta pada saatnya tidak ada lagi tanah kita dibagi.” “Kami strateginya berbeda. Kami strateginya adalah Undang-Undang 1945 pasal 33, bumi dan air, kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai negara”
Pada hari Senin (25/02/2019), langsung dijawab oleh Prabowo bahwa beliau siap untuk mengembalikan konsesi tanah. Jawaban ini diberikan Wow, ini baru laki-laki sejati. Seperti judul opera yang baru saya tonton minggu lalu berjudul lelaki sejati. Mantap Pak. Saya angkat jempol dua tangan untuk pernyataan ini. Ternyata omongan Bapak bisa dipegang.
“Pak Prabowo orangnya gentle, beliau kesatria. Kalau memang diminta dan kemudian yang lain juga diminta, perusahaan-perusahaan besar milik etnis tertentu juga dibuka, diminta, maka saya kira Pak Prabowo bukan orang yang ketika mengucapkan kemudian beliau tidak melaksanakan. Beliau itu commit. Apa yang disampaikan selalu dilaksanakan,” kata juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Pipin Sopian, di Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, pada Senin (25/02/2019).
Hmmmm, otak saya terpaksa harus direset ulang. Saya cari arti kata kesatria dalam KKBI lagi : Salah satunya orang (prajurit, perwira) yang gagah berani; pemberani.
Maaf ya Pak, mungkin Bapak Pipin harus banyak-banyak belajar bahasa Indonesia. Yang namanya kesatria itu gagah berani dan pemberani. Jadi kalau mau balikin kosesi yah sendiri saja. Kok malah ada persyaratan ini itu. Sampai harus menuding-nuding dan mengajak-ajak pihak lain, apa hubungannya ya?
Saya ambil saja contoh sederhana. Seperti mau memberi sedekah. Kalau bisa tangan kiri tidak tahu, biar tangan kanan yang bekerja. Pasti keren banget, setelah Pakdhe menyindir hal ini, eh ternyata sudah dikembalikan ke negara. Bisa tengsin berat Pak Presiden kita ini loh. Langsung keluar pernyataan-pernyataan seperti ini contohnya. “Ternyata Prabowo Subianto benar-benar pembela rakyat kecil.” “Lawan Robin Hood ‘mah kecil, ini ngga pake nyolong-nyolong. Tapi langsung dari kocek pribadi, mantul."
Sempat juga Fahri Hamzah menantang agar Presiden Joko Widodo agar mensahkan perppu mengenai Hak Guna Usaha (HGU). Perppu ini mewajibkan lahan para pengusaha dikembalikan kepada pemerintah. Waduh, kok jadi begini.
Lalu bagaimana pegawai-pegawai yang diperkerjakan di lahan beserta perusahaan yang menggantungkan produksi pada lahan itu? Mungkinkah akan muncul dari kegelapan, kesatria berkuda putih lain bernama Fahri Hamzah yang adalah Wakil ketua DPR yang terhormat mau menampung mereka semua yang mengalami musibah nasional untuk bekerja pada perusahaannnya.
Wah, kalau ini terjadi bisa-bisa Bapak Fahri yang berjiwa sosial tinggi ini bisa dicalonkan sebagai pahlawan nasional.
Tapi ah, sudahlah. Mana kita tahu, jangan-jangan harapan-harapan saya yang murni keluar dari hati nurani terdalam yang bisa terwujud. Mari kita doakan manusia-manusia Indonesia makin banyak berjiwa kesatria. Mari kita ucapkan bersama-sama “Amin.”
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews