"Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun, jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya"
(HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688).
Kalimat di atas merupakan ucapan Rasulullah SAW, dimana ketika itu ada seorang wanita dari kalangan terpandang yang kedapatan mencuri, dan akan dikenai sanksi hukuman. Tentu saja, ketika itu, ada upaya dari kerabatnya untuk melobi Rasulullah SAW agar hukuman wanita itu diringankan, atau bahkan dibebaskan dari hukum potong tangan.
Namun, Rasulullah SAW tidak mengabulkan lobi dari orang-orang yang dianggap terpandang saat itu. Bahkan, secara tegas Rasulullah mengatakan jika Fatimah, anak kesayangannya mencuri, maka dia sendirilah yang akan memotong tangannya.
Begitulah gambaran ketegasan seorang pemimpin yang dicontohkan Rasulullah SAW. Ketegasan seorang pemimpin adalah sebuah keniscayaan. Apa yang terjadi di masa Rasulullah, juga bisa saja terjadi di masa seperti sekarang ini.
Contoh ketegasan ini juga pernah terjadi di masa Presiden Sukarno. Seperti diketahui, antara Sukarno (Bung Karno), Musso, dan Kartosuwiryo adalah tiga orang sahabat yang sama-sana belajar dari HOS Tjokroaminoto.
Namun, ketika Musso dan Kartosuwiryo melakukan pemberontakan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bung Karno sebagai Presiden yang berada di atas semua golongan, mau tak mau secara tegas menghukum mati mereka berdua sesuai dengan hukum yang berlaku. Inilah hal terberat bagi Putera Sang Fajar yang harus menghukum dua sahabatnya sendiri.
Apa yang dilakukan Sukarno kepada dua sahabatnya itu, seperti yang pernah dikatakannya sebelum negara ini merdeka. Bung Karno sudah mengingatkan kepada kita dengan kata-katanya yang tetap aktual hingga saat ini. Seperti ini, kurang lebihnya pesan Bung Karno:
"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu lebih susah karena melawan bangsamu sendiri"
Begitu pula halnya yang terjadi saat ini. Siapa tak mengenal sosok Muhammad Romahurmuziy atau biasa dipanggil Romy. Usianya masih tergolong muda, setidaknya Romy termasuk ketua partai termuda di Indonesia, usianya saat ini sekitar 45 tahun.
Dialah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), partai yang di Pilpres 2019 ini mendukung pencalonan kembali Joko Widodo (Jokowi)., meskipun di Pilpres 2014 lalu PPP lebih mendukung pasangan Prabowo-Hatta yang menjadi rival Jokowi-JK.
Membandingkan antara Rasulullah SAW, Sukarno, dan Jokowi adalah sesuatu yang bukan pada tempatnya. Ketiganya jelas tidak bisa disamakan satu sama lain.
Apalagi Rasulullah SAW, dimana Nabi Muhammad SAW merupakan manusia sempurna yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi ini, sebagai contoh tauladan umat manusia. Artinya, ketika manusia biasa seperti kita ini mencoba untuk mencontoh Rasulullah SAW, maka kita tidak akan bisa mencontoh Nabi secara sempurna, karena tetap saja masih ada kekurangannya.
Tidak ada yang meragukan kedekatan Romy dengan Jokowi. Namun, seperti diketahui, kedekatan itu tidak lain kedekatan antara seorang pimpinan partai koalisi dengan capres yang didukungnya. Dengan kata lain, apabila Romy kemudian terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka Jokowi sebagai Presiden tidak bisa melakukan intervensi hukum kepada KPK.
Hal ini juga yang tidak dilakukan Jokowi kepada mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto dan Menteri Sosial Idrus Marham, termasuk juga kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atau yang sekarang dipanggil BTP. Untuk kasus yang mendera Romy, Jokowi mengajak kita semua menghormati proses hukum di KPK.
Apa yang dilakukan Romy sehingga dicokok KPK, merupakan tindakan Romy sebagai pribadi, itu pun terlepas pula dari urusan partai. Bahkan, tidak ada kaitannya dengan pemilu presiden, karena menurut KPK sendiri, Romy sudah lama diendusnya.
Ya, urusan pribadi, seperti halnya seseorang yang memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya untuk keuntungan dirinya sendiri. Dan, untuk soal yang satu ini, komitmen Jokowi jelas, korupsi adalah musuh negara yang harus diberantas hingga ke akar-akarnya. Jadi, jangan main-main, siapa pun Anda!
Seperti yang dikatakan Jokowi di Hari Antikorupsi Sedunia yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi, di Jakarta, Selasa (4/11/2018).
"Keberhasilan bangsa yang anti-korupsi tidak diukur dari seberapa banyak orang yang ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi, diukur dari ketiadaan orang yang menjalankan tindak pidana korupsi," tegas Jokowi!
Menurut Jokowi, Pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Misalnya, dengan penyediaan layanan berbasis elektronik seperti e-tilang, e-samsat hingga e-budgeting, dan e-planning.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan sejumlah aturan untuk mencegah korupsi. Misalnya, Peraturan Presiden No 54/2018 tentang strategi nasional pencegahan korupsi.
Begitu pula, terbitnya PP No 63/2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan karena membantu pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dengan berbagai langkah tersebut, tentu saja kita semua meyakini apa yang dikatakan Jokowi bahwa Indonesia akan mencapai kondisi ideal yang antikorupsi, hingga suatu saat nanti kita akan mampu membangun sebuah bangsa yang bebas korupsi.
Dalam kaitannya dengan Pilpres 2019, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf menegaskan bahwa Presiden Jokowi akan selalu berkomitmen menegakkan hukum, sekalipun orang-orang yang terjerat dengan kasus hukum adalah pihak-pihak yang dekat dengan dirinya.
Salam dan terima kasih!
***
sumber:
Artikelini sebelumnya dimuat di Kompasiana.com
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews