Investasi di Pasar Uang, Penyebab Jiwasraya Gagal Bayar Premi Nasabah Rp802 M

Jumat, 26 Oktober 2018 | 06:05 WIB
0
1028
Investasi di Pasar Uang, Penyebab Jiwasraya Gagal Bayar Premi Nasabah Rp802 M

Penginnya untung tapi malah buntung!

Banyak masyarakat dalam investasi karena pengaruh keuntungan yang besar, lupa akan prinsip kehati-hatian, yang akhirnya malah kerugian yang harus ditanggung. Bisa jadi uang yang di investasikan hilang tak tersisa.

Baru-baru ini ada asuransi tertua milik BUMN, yaitu asuransi Jiwasraya yang gagal bayar kepada nasabah atau pemegang polis. Gagal bayar untuk polis yang sudah jatuh tempo pada bulan Oktober 2018 sebesar Rp802 miliar.

Produk asuransi "saving plan" dijual atau dipasarkan melalui kerjasama atau bermitra dengan bank atau yang lebih dikenal "bancaasurance".

Penyebab gagal bayar yaitu uang premi dari nasabah itu di investasikan di pasar uang, yaitu untuk membeli saham PT PP Properti Tbk .(PPRO) dan PT Semen Baturaja Tbk. (SMBR).

Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Jiwasraya memiliki saham PT PP Properti Tbk (PPRO). Pada 1 Januari 2018 bernilai Rp 1,03 triliun. Nilai saham itu tinggal Rp 556,7 miliar pada 10Oktober 2018. Artinya nilai saham PPRO milik Jiwasraya turun sekitar Rp 473,21miliar.

Dan untuk saham PT Semen Baturaja Tbk,(SMBR).

Jiwasraya juga memiliki saham PT Semen Baturaja Tbk (SMBR).Pada 1 Januari 2018, nilai SMBR milik Jiwasraya sekitar Rp 3,46 triliun. Nilai saham itu menjadi Rp 2,09 triliun pada 10 Oktober 2018 atau turun sekitar Rp1,37 triliun.

Dari data di atas, asuransi Jiwasraya mengalami kerugian yang sangat besar karena investasinya dalam bentuk membeli saham. Sifat saham memang naik dan turun.  Tentu sudah tahu resikonya.

Yang menjadi pertanyaan atau masalah adalah:Kenapa membeli saham-saham seperti PPRO dan SMBR? Padahal itu saham yang rentan digoreng atau dimainkan oleh bandar. Kenapa tidak membeli saham yang kapitalisasinya besar seperti saham-saham "Blue Chip"? Yang lebih aman dan kalaupun turun lebih mudah kembali naik.

Ini bukan rahasia umum lagi, setiap penempatan dana yang besarnya mencapai trilyunan untuk membeli saham tertentu, ada bisikan Setan dari kedua pihak yang saling menguntungkan. Dan biasanya dari besaran uang yang dibelikan saham lewat sekuritas ada uang haram atau komisi.

Uang komisi inilah yang sering kali pimpinan asuransi atau sekuritas bisa menjadi tersangka korupsi. Ini juga terjadi pada Dapen (Dana Pensiun) Pertamina yang dananya dibelikan saham, tapi sahamnya hidup segan mati tidak mau. Akhirnya mantan Pimpinan Dapen Pertamina dan pihak Sekuritas menjadi tersangka oleh Kejaksaan.

Kesalahan-kesalahan menejemen dalam investasi bisa berakibat kerugian dan bisa berakhir di pengadilan menjadi tersangka. Jangan hanya karena iming-iming tingkat pengembalian yang besar uang trilyunan untuk membeli saham, tidak kembali.

Kasus gagal bayar yang dialami oleh asuransi Jiwasraya karena investasi sahamnya mengalami penurunan yang tajam dan tidak bisa "cut loss" atau jual rugi. Padahal dengan tidak melakukan "cut loss" sama saja membiarkan kerugian tambah semakin besar, sedangkan kalau nunggu saham naik,tidak tahu kapan naiknya.

Sedangkan dalam BUMN ada aturan tidak boleh jual rugi atau "cut loss", inilah yang menjadi permasalahan yang mengakibatkan kerugian semakin besar yang ditanggung oleh Jiwasraya. Dalam jual-beli saham "cut loss" merupakan bagian stretegi dan mengurangi resiko kerugian yang makin besar.

Yang namanya disaham keuntungannya besar, tapi kerugiannya juga besar. Tidak ada kerugian kecil, untungnya besar.

Kalau pihak Jiwasraya melakukan jual rugi atau "cut loss" akan dianggap merugikan negara. Merugikan negara bisa berakhir di pengadilan. Padahal keuntungan dan kerugian dalam investasi saham termasuk resiko bisnis atau investasi.Mana ada isvestasi tanpa resiko?

Kalau tidak mau rugi yaaa... jangan investasi di saham, tapi di deposito kan di bank, tapi keuntungannya kecil dan aman.

Memang pengertian kerugian negara ini menjadi momok dirut BUMN, padahal tidak semua kerugian negara itu karena korupsi, Bisa jadi karena resiko bisnis yang memang spekulatif. Tapi kalau resiko bisnis dan mengalami kerugian terus dianggap merugikan negara, hampir semua dirut BUMN bisa masuk penjara.

Seperti yang dialami mantan dirut Pertamian Karen Agustiawan menjadi tersangka oleh Kejaksaan karena dianggap merugikan negara. Padahal kerugian negara yang dialami anak perusahan pertamina karena resiko bisnis, tapi bukan karena korupsi.

"High risk high return dan Low risk low return"

***