Egoisnya PKS dalam Uji Materi Ambang Batas

Aneh, Partai Keadilan Sejahtera ikut membahas atau menyetujui UU pemilu pasal 222 no 17 tahun 2017, tetapi melakukan Judicial Review.

Jumat, 29 Juli 2022 | 20:12 WIB
0
91
Egoisnya PKS dalam Uji Materi Ambang Batas
PKS (Foto: Indonesia Inside)

Kurang lebih sudah ada 30 gugatan ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh partai politik, ormas atau perorangan terkait ambang batas atau Presidential Threshold. Semuanya ditolak.

Pasal 222 Undang-undanh Nomor 17 tahun 2017 ini dianggap menjadi penghalang atau batu sandungan oleh partai politik atau ormas yang ingin mencalonkan sebagai capres atau cawapres.

Pasal di atas mensyaratkan, pencalonan capres-cawapres dengan ambang batas 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Ambang batas ini dianggap memberatkan dan tidak demokratis oleh partai politik yang perolehan suaranya kurang dari 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Sebenarnya bisa dengan gabungan atau koalisi di antara partai politik. Namun, mereka atau partai politik ingin mengusung sendiri calonnya.

Partai politik atau ormas atau perorangan yang menguji materi ke Mahkamah Konstitusi ingin ambang batas itu dihapuskan atau nol persen.

Nah, ada yang menarik terkait uji materi, pasal 222 UU Nomor 17 tahun 2017 yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera atau PKS ke Mahkamah Konstitusi.

Partai Keadilan Sejahtera atau PKS mengajukan ambang batas atau Presidential Threshold sebesar 7-9 persen.

Ini menarik. Biasanya partai politik melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait UU pemilu ingin ambang batas 20 kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional itu dihapus atau nol persen. Tapi Partai Keadilan Sejahtera justru minta 7-9 persen.

Mengapa Partai Keadilan Sejahtera atau PKS minta ambang batas 7-9 persen?

Karena perolehan suara Partai Keadilan Sejahtera atau PKS pada pemilu 2019 memperoleh suara kursi DPR 8,21 persen atau 8,7 persen suara sah nasional.

Artinya Partai Keadilan Sejahtera atau PKS hanya mementingkan kepentingannya sendiri atau egois.

Mengapa tidak sekalian ambang batas dihapus atau nol persen sekalian, jadi yang lain juga terakomodir?

Yang menarik lainnya, yaitu Partai Keadilan Sejahtera atau PKS justru ikut membahas atau menyetujui UU pemilu pasal 222 no 17 tahun 2017 ini.

Tetapi mengapa baru sekarang menggugat atau tidak setuju dan melakukan uji materi?

Dan yang selalu menjadi dalih dan dalil terkait gugatan ambang batas ini jargon yang bertentangan dengan demokrasi dan politik oligarki.

Dua dalih dan dalil itu yang selalu menjadi alibi partai politik, ormas atau perorangan yang menguji materi ambang batas pencalonan capres-cawapres.

Padahal partai politik itu sendiri juga bagian dari politik oligarki yang hanya dikuasai oleh elit-elit partai.

Pemilihan presiden dan wakil presiden bukan pemilihan kepala desa yang tidak ada ambang batas.

***