Mewaspadai Politisasi TWK KPK

Tak perlu membuang energi untuk mempersoalkan nasib 51 orang yang tidak lolos TWK, apalagi di Indonesia masih ada jutaan penduduk di negeri ini yang sedang bergulat dengan masalah Covid-19.

Minggu, 26 September 2021 | 00:20 WIB
0
190
Mewaspadai Politisasi TWK KPK
Poster TWK (Foto: detik.com)

Tidak lolosnya sejumlah pegawai KPK untuk menjadi ASN, rupanya menjadi wacana yang ramai diberitakan, apalagi ada beberpapa pihak yang mempolitisasi polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tersebut.

Boni Hargens selaku Analis Politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia menilai, isu TWK telah dipolitisasi secara berlebihan sehingga masih berlanjut hingga saat ini. Menurut Boni, masyarakat juga perlu memahami konteks besar dari TWK agar tidak terjebak dalam politisasi yang berlebihan.

Menurut Boni, KPK perlu mendapatkan dukungan penuh dalam kerja-kerjanya untuk memberantas korupsi karena memang kesejahteraan rakyat tidak bisa diwujudkan jika praktik korupsi masih merajalela. Namun, dirinya mengingatkan agar KPK juga perlu berjalan dalam koridor konstitusi supaya seluruh pegawai dan kinerjanya selaras dengan ideologi negara.

Dirinya juga menyayangkan karena isu TWK ini justru menjadi bola liar dan kental akan unsur politis. Apalagi Komnas HAM juga ikut terlibat dalam isu TWK ini. Menurut Boni, Komnas HAM sudah memasuki ranah abu-abu.

Boni juga mengaku heran dengan motivasi Komnas HAM dalam isu yang sumir ini. Dirinya juga mempertanyakan juga Komnas HAM yang tidak begitu cepat bersuara membela korban pelanggaran HAM di lokasi tambang dan di berbagai konteks di tanah air, tetapi dalam isu KPK ini reaksinya begitu cepat. Ia juga menerangkan, bahwa politisasi terhadap isu TWK sangat rentan memunculkan kegaduhan yang berdampak pada kepentingan umum.

Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai proses asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) terkait pengalihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) sudah on the right track. Dari aspek regulasi, dirinya menyatakan, proses TWK telah sesuai dengan amanat undang-undang.

Kita tentu perlu menengok Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2020 tentang pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN, serta peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang tata cara pengalihan pegawai KPK menjadi ASN. Dirinya menerangkan, secara prinsip dan substansi proses asesmen tes wawasan kebangsaan pegawai KPK menjadi ASN, sudah On the right track.

Dr. Johanes Tuban Helan, SH MHum selaku Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengatakan, pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) uamg tidak lolos TWK tidak perlu dipersoalkan.

Di Hadapan hukum, semua warga negara sama, jadi terima saja jika sudah ditetapkan dan tidak perlu dipersoalkan, tutur Johanes. Johanes menilai, posisi pegawai KPK hari ini sama seperti honorer yang ada di instansi pemerintahan yang memiliki hak yang sama untuk diterima atau tidak menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes.

Ia juga mengemukakan tanda tanya besar, hampir setiap tahun ada penerimaan ASN, banyak honorer yang ikut mengadu nasib mengikuti tes dan tidak semuanya lolos, tetapi hal tersebut tidak pernah dipersoalkan. Lantas mengapa pegawai KPK yang tidak lolos justru dipersoalkan. Apalagi tidak semua pegawai KPK yang ikut dalam tes dinyatakan tidak lolos.
Ia menuturkan, bahwa semua warga negara Indonesia, termasuk pegawai KPK, memiliki hak yang sama dengan warga negara yang lain untuk diterima atau tidak sebagai ASN.

Karena itu, tidak perlu membuang energi untuk mempersoalkan nasib 51 orang yang tidak lolos TWK, apalagi di Indonesia masih ada jutaan penduduk di negeri ini yang sedang bergulat dengan masalah Covid-19.

Perlu diketahui pula, bahwa alih status pegawai KPK haruslah tepat waktu, hal ini didasari oleh terbitnya peraturan pemerintah (PP) nomor 41 Tahun 2020 tentang pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN. Peraturan tersebut diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo, dan diteken pada 24 Juli 2020 dan berlaku pada saat tanggal diundangkan, yakni pada 27 Juli 2020.

Sementara itu, TWK bagi pegawai KPK dilakukan terhadap pegawai yang sudah menduduki jabatan senior seperti deputi, direktur/kepala biro, kepala bagian, penyidik utama, dan lain-lain.

Dengan begitu, diperlukan jenis tes yang berbeda untuk mengukur tingkat keyakinan dan keterlibatan para pegawai KPK dalam proses berbangsa dan bernegara.
Pelaksanaan TWK tentunya sudah sesuai dengan konstitusi, sehingga keputusan terkait Pelaksanaan TWK juga harus dihargai. (Deka Prawira)

***