Resistensi Rencana Pemindahan Ibukota Negara

Presiden dapat memerintahkan Kementerian Pariwisata dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menanamkan dan meningkatkan kecintaan akan budaya daerah di Kalimantan

Senin, 13 September 2021 | 15:52 WIB
0
189
Resistensi Rencana Pemindahan Ibukota Negara
Calon Ibikota Negara (Foto: Kompas.com)

Rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta menuju Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur masih terus menimbulkan resistensi di tengah masyarakat, termasuk banyak melanda oknum aparatur negara walaupun seharusnya hal ini tidak boleh terjadi karena unsur aparatur negara (ASN/TNI dan Polri) adalah penyokong utama kebijakan negara dan implementasi rencana kerja Pemerintah.

Pemindahan ibukota tidak hanya keuntungan dari segi percepatan pembangunan di daerah timur dan utara Indonesia, pemindahan ibu kota juga dapat mempengaruhi situasi politik dan sosial budaya masyarakat.

Salah satu tokoh oposan berpendapat bahwa keputusan untuk memindahkan ibu kota hanya merupakan upaya Presiden Joko Widodo untuk meninggalkan legacy. Pemindahan ibu kota tidak berada dalam rencana dan program visi-misi Jokowi-Ma'ruf Amin 2019-2024, selain itu juga pembangunan nasional di DKI Jakarta terkesan dikebut sehingga terlihat pemindahaan ibu kota seperti dipaksakan.

Menurut penulis pendapat tokoh oposan yang pernah menjabat di jajaran salah satu Kementerian strategis di bidang ekonomi ini jelas menggambarkan kepicikannya dan sikap “asbun atau asal bunyi” nya terhadap rencana pemindahan ibukota, karena sejatinya rencana ini sudah dipikirkan lama, merefleksikan kevisioneran pemerintahan di bawah Jokowi dalam memprediksi karena ternyata Joe Biden yang juga Presiden AS mendukung rencana pemindahan ibukota negara, karena AS memprediksi Jakarta “akan tenggelam”.

Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto memiliki pandangan yang berbeda dengan Said Didu, yang disampaikan saat medampingi Presiden Joko Widodo meninjau sodetan akses jalan menuju ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur pada hari Selasa, 24 Agustus 2021, Prabowo beranggapan Pemerintah Indonesia harus berani mengambil langkah untuk memindahkan ibu kota agar pusat pemerintah dan pusat perekonomian negara terpisah, yang mana hal ini akan mempercepat pembangunan nasional dan keuntungan ekonomi negara dengan tetap memperhatikan dampak sosial, politik, dan budaya masyarakat.

Kementerian PANRB melalui dokumen yang berjudul “Butir Catatan Pemindahan Ibukota Negara Aspek Kelembagaan dan Tata Kelola”, tertanggal 28 Mei 2021, menyebutkan bahwa dalam rangka pemindahan IKN akan dibentuk suatu Undang-Undang yang akan mengatur mengenai tata Kelola wilayah Ibu Kota Negara (RUU IKN) dan Peraturan Presiden yang akan membentuk suatu Lembaga yang akan melaksanakan Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan IKN (RPerpres Otorita).

Beban yang ditanggung DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia sangat berat, dinilai dari pusat perekonomian dan pemerintahan yang berada di DKI Jakarta. Hal ini berdampak kepada jalannya perekonomian yang tidak kondusif lagi, dan perusakan lingkungan yang dapat menyebabkan sulitnya air bersih, tingkat polusi yang tinggi, serta potensi tenggelamnya DKI Jakarta.

Selain itu, hal ini juga menyebabkan over populasi di pulau Jawa, sehingga pemindahan IKN ke Kalimatan Timur sangatlah rasional. Namun, beberapa kelompok oposisi akan menganggap hal ini sebagai Langkah Presiden Joko Widodo untuk meninggalkan legacy selama periode jabatannya.

Perpindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur yang akan dimulai per tahun 2023 mendatang, yang dinilai kelompok oposan (dan mungkin didukung beberapa oknum birokrasi pemerintahan) yang menganggap bahwa rencana ini sebagai langkah yang ceroboh dan terburu-buru, karena saat ini pemerintah sedang gencar melaksanakan pemberian vaksin dan strategi percepatan perekonomian nasional.

Dengan kondisi keuangan negara yang pada hakikatnya seharusnya dipergunakan untuk membangun perekonomian masyarakat yang sangat terdampak oleh Covid-19, pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur dapat dianggap sebagai hal yang bukan prioritas, karena selain membutuhkan biaya yang besar, yaitu sekitar 466 triliun rupiah, juga membutuhkan SDM yang banyak, adalah pendapat yang berusaha untuk melakukan agitasi dan propaganda ditengah masyarakat agar resistensi menolak pindahnya ibukota negara semakin meluas.

Terkait dengan rencana ini, Presiden dapat memerintahkan Kementerian Pariwisata dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menanamkan dan meningkatkan kecintaan akan budaya daerah di Kalimantan untuk mencegah terjadinya perubahan kehidupan sosial budaya masyarakat setempat akibat tergerus oleh pendatang, bahkan terjadi akulturasi budaya yang positif dan lincah (agile) di ibukota negara yang baru, sehingga kondusifitasnya dapat terus terjaga.

Sementara itu, MPR RI untuk segera merampungkan PPHN sebelum penugasan pertama TNI-Polri di Kalimantan Timur, agar rencana pembangunan ibukota negara yang baru sangat kuat payung hukumnya. (Bustaman al Rauf)

***