Kurang lebih dua puluh enam hari sejak ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat Versi KLB Deli Serdang pernah disandang oleh Moeldoko. Terhitung sejak 5 Maret 2021, euphoria hak politik Sang Jenderal menggelegar bak petir pada siang bolong.
AHY sebagai sosok yang terlebih dahulu menempati posisi Ketua Umum partai yang sama sontak bereaksi. Tarung derajat antara dua putera terbaik yang pernah sama-sama berada di rumah besar TNI itu mewartakan aneka judul pemberitaan. Kudeta Jenderal atas pencapaian langkah politik seorang Mayor.
Akhir Maret 2021, belum genap satu bulan Sang jenderal harus menelan pil pahit keputusan hukum atas perebutan tampuk kepemimpinan politik. Meski masih menduduki posisi strategis sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) era Jokowi- Ma'ruf Amin, nyatanya Moeldoko cukup intens membangun jalur pacu politik yang sebelumnya terlihat stagnan.
Pak Moel pernah menjadi bagian dari partai Hanura, namun tidak serta merta melambungkan namanya di kancah perang kembang putera terbaik bangsa. Lantas, jika menang benar ingin menggunakan hak politiknya sebagai warga sipil, kenapa harus partai Demokrat yang ia pilih? kenapa bukan Partai Hanura yang sebelumnya telah menyematkan namanya menjadi salah satu wakil ketua Dewan Pembina?. Kenapa ia justru mengundurkan diri dari Hanura pada tahun 2018?
Bak "Tumbu ketemu Tutup", istilah jawa yang menggambarkan bertemunya dua pihak yang memiliki niat dan tujuan yang sama. Satu pihak sebagain internal (sebut saja orang lama Demokrat) yang kurang puas dengan regenerasi tongkat estafet kepemimpinan dari SBY ke AHY. Sisi lain, "the Godfather" yang konon ingin menggunakan hak perpolitik yang seolah ingin mengubah langgam dan posisi Demokrat ke depan.
Ingin menjadi penjaga Demokrasi, begitu salah satu kalimat yang tertulis dalam postingan caption instagram @dr_moeldoko dengan fotonya mengenakan Atribut dan berdiri di podium mimbar demokrat.
Pak Moel yang sedang dirundung ambisi politik? atau justru tanpa sadar Pak Moel dijadikan bemper dari ketidakpuasan sebagian mantan petinggi Demokrat atas kepemimpinan AHY yang dinilai belum cukup makan asam garam?
Beruntung, kisruh internal partai politik yang berhasil mengantarkan SBY menjadi Presiden pada tahun 2004 lekas terselesaikan secara hukum. Keputusan Kemenkumham menyiratkan netralitas pemerintah terhadap sepak terjak Moeldoko. Mungkin benar, bahwa menyoal "kudeta" itu bukan menjadi skenario terlebih "hidden agenda" bersama antara Moeldoko dengan stakeholder pemerintah yang kini masih mendaulatnya sebagai KSP. Jelas ini murni kompromi pribadi pak Moel dengan sebagian kader demokrat yang mengalami degradasi loyalitas terhadap SBY, terlebih AHY.
Sejak diumumkan oleh Yasona Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM bahwa Pemerintah menolak mengakui pengesahan hasil KLB Deli Serdag yang menempatkan Moeldoko sebagai Ketua, belum ditemukan jejak digital tanggapan/respon Moeldoko. Hanya AHY dan jajaran partai demokrat yang masih loyal saja yang terus berucap syukur atas kabar baik itu.
Tepat pada hari diumumkannya penolakan permohoan pengesahan kepengurusan partai demokrat versi Jenderal Purn. Moeldoko ditolak itu, tampak sang Jenderal mengunggah foto bahwa dirinya tengah melakukan vaksinasi tahap II melalui akun instagram pribadinya. Saya sendiri berharap, Sang Jenderal yang jalur politiknya harus terhenti akibat lampu merah konstitusi lekas memberi respon. Jelas bukan respon negatif, melainkan respon positif dan mengakui sebentuk kekhilafan politik yang telah dilakoninya.
Bagi seorang Jenderal, Taat azaz dan menjunjung tinggi konstitusi hukum yang sudah dibuat oleh kolega-nya dalam pemerintahan Jokowi adalah hal mutlak. Bukan saja menyangkut kewibawaan semata, melainkan sikap Jantan seorang patriot! Ucap selamat kepada Mayor AHY dari Jenderal Moeldoko bukankah sesuatu yang nista sifatnya. Justru disitulah akan terlihat ke-legowoan Moeldoko. Mengutamakan semangat persatuan dan kesatuan politik jauh diatas kepentingan pribadi atau sekelompok golongan. Menepis isu dan Rumors terbentukna Faksi Purna Militer dan menggantinya menjadi semangat islah-Saling memaafkan!
Pun bagi AHY. Jalan panjang kedepan kian menantang!! Bukan semata target politik jangka pendek 2024, melainkan membenahi mental dan perilaku politik yang nir-kebangsaan, di kalangan partai Demokrat pada khususnya. Sebagai awam satu hal yang selama ini saya cermati dari AHY dan loyalisnya, terlalu sering melakukan konferensi Pers. Bukankah sesuatu yang sering/over itu menimbulkan efek yang kurang baik?. Dengan propormanya yang sekarang, AHY tidak harus mengejar target menjadi media darling semata. Cukup mendekatkan diri dengan masyarakat kecil yang menjadi basis massa Demokrat saja.
Jangan pula terburu-buru berambisi menjadi RI 1 atau pun 2 pada 2024 mendatang. Toh sekelas Cak Imin, Airlangga Hartanto pun rela menjadi menteri jika memang secara matematika politik itu menjadi sebentuk investasi politik jangka panjang.
Tak kalah penting dari akhir kisruh kudeta ini adalah sejauh mana masing-masing pihak (khususnya dari kelompok AHY) bisa memberi maaf pada mereka yang mencoba membelah diri.
Salam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews