Tokoh senior PDI-P Kota Surabaya Mat Mochtar pantas kecewa. Pasalnya, DPP PDI-P tidak memberikan rekomendasi pada Whisnu Sakti Buana yang merupakan kader asli PDI-P yang juga putra dari mantan Sekjen DPP PDI-P Soetjipto.
Menurut Mat Mochtar, Whisnu dan Soetjipto dulunya berjuang bersama Ketum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri memenangkan partai pada Pemilu sebelumnya. Namun, apa yang telah dilakukan keduanya seolah “tidak berbekas”.
Makanya, meski Mat Mochtar itu tokoh PDI-P, namun pada Pemilihan Walikota Surabaya 2020, memiliki pandangan berbeda. Ia justru mendukung pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya nomor urut dua, Machfud Arifin-Mujiaman.
“Saya tegak lurus pada partai, PDI-P tetap partai saya, tapi untuk pilihan di Pilwali Surabaya pada 9 Desember 2020 saya coblos nomor dua Pak Machfud-Mujiaman,” kata Mat Mochtar saat menerima Machfud Arifin dikediamannya di Surabaya, Minggu 25 Oktober 2020.
Dukungan itu diberikannya karena merasa kecewa dengan putusan partai yang tidak memberi rekomendasi pada Whisnu yang merupakan kader asli PDI-P sekaligus putra dari Soetjipto yang berjuang bersama Megawati memenangkan partai di Pemilu dulu.
“Saya sangat kecewa dan saya yakin banyak kader partai di tingkat PAC yang kecewa juga,” ungkapnya. Pria berdarah Madura itu meminta pada warga termasuk kader-kader sakit hati untuk tidak berhenti dan takut untuk berjuang.
Menurut Mat Mochtar, perjuangan harus terus ditunjukkan untuk membawa Kota Pahlawan menjadi lebih baik dari yang ada sekarang. Ia percaya, Machfud Arifin yang pernah menjabat sebagai Kapolda Jatim memiliki integritas dan kapasitas untuk memimpin Surabaya menjadi lebih baik lagi.
“Semua visi misi paslon dua ini ditujukan untuk memajukan kota tercinta Surabaya ini dan memakmurkan warga Surabaya. Ayo bersama kita dukung, ayo seluruh warga Surabaya, dan juga seluruh kader PDI-P, bersama berjuang untuk Machfud-Mujiaman menjadi Walikota Surabaya,” katanya.
Sebagai Wakil Ketua Ikatan Keluarga Madura (IKAMRA), ormas yang didirikan tokoh dan ulama Madura di Surabaya KH Ali Badri ini, menurut Mat Mochtar, IKAMRA juga sudah mendeklarasikan dukungannya pada Machfud Arifin-Mujiaman.
Seperti dilansir Jatimnet.com, Minggu (25/10/2020), dukungan tersebut disampaikan saat Cawali Surabaya Machfud Arifin menghadiri acara Maulid Nabi di Jalan Bulak Banteng Tengah, Sabtu 24 Oktober 2020. Acara ini juga dihadiri penasehat IKAMRA Kiai Ali Badri.
Selain memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad, dalam acara tersebut, IKAMRA juga mendeklarasikan diri untuk memberikan dukungan kepada MA, sapaan akrab dari Machfud Arifin.
“Surabaya itu kota terbesar kedua setelah DKI, tidak boleh yang rugi masyarakat kita. Pak Machfud itu kapolda tiga kali. Aman, dia bisa ekonomi dan bisa dekat dengan masyarakat lewat Binmas (pembinaan masyarakat) selama jadi Kapolda," kata Kiai Ali Badri.
Sehingga dari sini, menurutnya, jangan coba-coba Kota Surabaya yang besar ini dipimpin orang yang tak berpengalaman. “Kalau pak Machfud saya tahu persis, bukan isapan jempol. Antara ucapan dan hatinya sama. Saya kenal beliau dari muda sejak AKP,” tuturnya.
Ia juga berpesan jika menjadi walikota nanti tidak hanya melakukan pembangunan di pusat Kota Surabaya saja. Tapi juga di daerah area terluar atau pinggiran Kota Surabaya. “Itu ada masyarakat Madura kumuh. Jangan tebang pilih. Surabaya harus adil dan makmur,” tegasnya.
Kiai Ali Badri menjelaskan masyarakat Madura yang merantau di Surabaya bukan hanya dari Bangkalan. Tetapi, juga ada dari Sumenep, Pamekasan, Lumajang, Probolinggo atau daerah tapal kuda.
Menurutnya, sudah banyak ulama yang mendukung Machfud Arifin. Salah satunya bahkan dari salah satu Ponpes tertua di Jatim, yakni Sidogiri di Kabupaten Pasuruan. “Sidogiri yang ada di Pasuruan menghimbau, tertulis bahasa Arab. Diterjemah bahasa Indonesia. Bisa difoto copy. Saya saksinya,” tegas dia.
Sementara, Machfud Arifin berjanji jika jadi sebagai walikota bakal meratakan pembangunan di Surabaya tak hanya di area protokol saja. “Bulak Banteng ini jangan jadi semakin mbulak. Tapi bisa jadi Bulak Regency dan Bulak City,” tegasnya.
“Saya sampaikan kepada mereka, bahwa tekad kami untuk membangun Surabaya itu tidak setengah-setengah. Berbagai program unggulan yang kami canangkan semata-mata untuk kepentingan rakyat,” tegas MA.
“Saya lihat di daerah Bulak Banteng ini masih butuh sentuhan pemerintah yang lebih intens lagi. Perlu perhatian serius untuk membenahi lingkungan dan menyejahterakan warganya,” lanjut MA.
Untuk itu, ia berjanji, nanti jika diberi amanah memimpin Surabaya, program-program seperti bedah rumah tidak layak huni 2000 unit/tahun, BLT Rp 1 juta per KK, penciptaan 100 ribu lapangan kerja baru dan alokasi dana Rp 150 juta setiap RT akan kita sukseskan bersama.
“Program-program itu saya yakin akan tereralisasi, jika nanti saya terpilih menjadi Walikota Surabaya. Mari dukung program-programnya dengan datang ke TPS dan mencoblos nomor dua, untuk mewujudkan Surabaya Maju Kotane, Makmur Wargane,” seru MA.
Dukungan serupa datang dari KHR Muhammad Kholil As'ad, pengasuh Ponpes Walisongo, Situbondo, saat MA silaturahmi ke putra almarhum KHR As’ad Syamsul Arfin itu. Pesannya kepada masyarakat Surabaya supaya memenangkan MA untuk kemaslahatan Kota Surabaya.
Pesan Kiai Kholil ditulis di secarik kertas: “Bismillahirrahmanirrahim. De' para cakancah ben tantaretan. E nyo'onah areng sareng noro' ma menang ben adhuwa'agi bapak mahfudz arifin ka angguy kemaslahatan Surabaya.”
Artinya, “Bismillahirrohmanirrohim. Kepada teman-teman dan saudaraku. Mohon bersama-sama ikut memenangkan dan mendoakan Bapak Machfud Arifin untuk kemaslahatan Surabaya.”
Bebas Biaya
Terkait dengan masih belum terwujudnya pelepasan Surat Ijo, Machfud Arisin mengatakan, penyelesaian Surat Ijo itu harus punya landasan hukum yang kuat sehingga warga memiliki kepastian hukum di tanah yang mereka tempati selama puluhan tahun.
“Proses pelepasan Surat Ijo pasti butuh waktu. Namun, warga tidak usah khawatir, saya akan bebaskan biaya retribusi tanah surat ijo selama proses peralihan hak dari Pemkot Surabaya kepada warga,” katanya, seperti dilansir Antara, Minggu (25 Oktober 2020 10:33 WIB).
Surat Ijo merupakan surat keterangan Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Tanah berstatus HPL tak dimiliki oleh penggunanya melainkan disewakan oleh Pemkot Surabaya. Secara historis, tanah HPL merupakan lahan rumah untuk karyawan di zaman Belanda.
Tapi, seiring perjalanan waktu, berdasarkan peta tanah, pemilik tanah tersebut tidak jelas sehingga Pemkot Surabaya menyatakannya sebagai tanah HPL. Karena statusnya HPL, warga yang menghuni tanah tersebut dikenakan biaya restribusi oleh Pemkot.
Sebagai bukti sewa, mereka mendapat surat keterangan dengan sampul berwarna hijau atau Surat Ijo. MA menegaskan, pelepasan surat ijo menjadi hak milik warga sebenarnya punya landasan hukum yang kuat karena sudah ada rekomendasi dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN tertanggal 24 Juni 2019.
“Sebenarnya tinggal ada goodwill (niat baik) dari Pemkot Surabaya untuk melepas, landasan hukumnya sangat kuat. Insya’ Allah, saya akan mewujudkan harapan warga akan surat ijo saat terpilih nanti,” ujar Machfud Arifin.
Menurutnya, Menteri ATR/BPN sudah memberikan langkah-langkah untuk penyelesaian masalah surat ijo. Dalam rekomendasi yang terbit pada 2019 ada tiga hal utama yang harus dilakukan: pengukuran, inventarisasi, dan pengelompokan tanah berdasarkan asal-usulnya.
Dengan jumlah persil yang mencapai 48 ribu lebih, tentu proses pelepasan dan perubahan status surat ijo memakan waktu yang cukup panjang. Untuk memberikan ketenangan pada warga, MA akan membebaskan retribusi yang selama ini dibebankan kepada warga yang tinggal di tanah surat ijo.
“Saya akan langsung bebaskan retribusi surat ijo. Sambil proses peralihan hak berjalan. Toh, pendapatan pemkot dari retribusi surat ijo tidak besar. Payung hukum untuk pembebasan retribusi ini, akan saya siapkan bersama teman-teman di DPRD Kota Surabaya,” katanya.
Sebagai catatan, Pendapatan Pemkot Surabaya dari retribusi Surat Ijo mencapai Rp 50 miliar per tahun. Itu nilai yang tidak besar untuk Surabaya yang APBD-nya di atas Rp10 triliun. MA juga yakin bisa mengganti pendapatan retribusi Surat Ijo dari efisiensi dan intensifikasi pendapatan sektor lain.
Menurutnya, ada sejumlah proyek atau kegiatan pemkot yang begitu boros, ada jembatan dibangun dengan anggaran ratusan miliar lalu tidak dipakai, jembatan wisata dibangun miliaran rupiah tanpa perencanaan yang kini roboh.
“Hal-hal seperti itu seharusnya bisa dimaksimalkan untuk kemakmuran warga. Termasuk mengganti retribusi Surat Ijo,” kata mantan Kapolda Jatim itu.
Kini, Machfud meminta warga untuk menyiapkan segala dokumen yang diperlukan untuk peralihan hak nanti. Kalau semua dokumen siap, maka proses verifikasi akan lebih cepat.
Diketahui, Pilkada Surabaya 2020 diikuti paslon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya Eri Cahyadi dan Armuji. Paslon nomor urut 1 ini diusung oleh PDI-P dan didukung oleh PSI.
Selain itu mereka juga mendapatkan tambahan kekuatan dari enam partai politik non parlemen, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Hanura, Partai Berkarya, PKPI, dan Partai Garuda.
Sedangkan pasangan Machfud Arifin-Mujiaman dengan nomor urut 2 diusung koalisi 8 partai yakni PKB, PPP, PAN, Golkar, Gerindra, PKS, Demokrat dan Partai Nasdem serta didukung partai non-parlemen, Partai Perindo.
DPP PDI-P menetapkan Eri Cahyadi sebagai Cawali dan Armudji sebagai Cawawali pada Pilwali Surabaya 2020 memang membuat kecewa pendukung Whisnu Sakti Buana, Wakil Walikota Surabaya.
Pendukung Wakil Walikota Surabaya itu mempertanyakan latar belakang Eri Cahyadi yang mendapatkan rekomendasi sebagai Cawali. Dan wakilnya, Armudji, yang dianggapnya telah mengundurkan dari penjaringan PDI-P.
Mereka mengaku kecewa lantaran jagoan mereka, Whisnu yang menjabat Wawali Surabaya dua periode itu, tidak mendapatkan rekomendasi dari DPP PDI-P. “Whisnu itu adalah kader partai, kenapa bukan calon. Sangat kecewa,” teriak seorang pendukung Whisnu.
“Eri itu siapa? Armudji sudah mengundurkan diri kenapa jadi wakil!” teriaknya di depan DPD Jatim, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (02/09/2020 15:43 WIB).
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews