Berlari-lari Anjing Ala Jokowi

Satu-satunya jurus selamat Jokowi itu ya berlari-lari anjing. Ia tampak jinak, tapi siap menggigit. Ia tampak tak berdaya, tapi musuh juga tak berani-berani amat menyerang.

Kamis, 19 November 2020 | 13:06 WIB
0
544
Berlari-lari Anjing Ala Jokowi
Presiden Joko Widodo (Foto: Muslim Obsessiion)

Semua orang bilang Jokowi itu pemain catur. Saya bilang keliru. Ia tak sepandai itu, ia tak punya bakat licik. Orang Jawa pada dasarnya bukan pemain catur. Orang Batak lebih cocok, diangap pemain catur. Dalam konteks politik hari ini, itu dimainkan dengan sangat baik oleh Luhut Panjaitan. Sangat baik, sedemikian baiknya, musuh selalu mengarahkan bidikannya pada dirinya. Sesuatu yang sangat meringankan beban Jokowi.

Ini namanya keseimbangan, karena "ban serep"-nya nggak banget. Sudah tua, loyalitas diragukan, kapasitas entah. Bicara gak pernah jelas. Jangan tanya kontribusinya apa?
Lalu Jokowi harus ngapain? Ia terus melakukan taktik dan strategi yang kalau meminjam peribahasa Melayu: Berlari-lari anjing. Yang kalau dalam bahasa Jawanya: Ithik-ithik mrana, ithik-ithik mrene. Kesana, kemari.

Tapi sebenarnya tetap fokus pada dirinya sendiri. Ia bergerak sangat perlahan, tapi siap menggigit. Kadang sedemikian perlahan, sehingga wajar bila justru di kalangan pendukungnya sendiri dianggap lelet, lemah, mlempem.

Apapun itu, orang lupa kalau Jokowi itu tetaplah orang Sala.

Banyak orang berharap Jokowi tegas! Tegas sama siapa? Sama musuhnya? Pertanyaan lanjutnya lalu siapa sebenarnya yang dianggap sungguh-sungguh musuh itu? Wong masalah terbesarnya justru dari partai pendukungnya sendiri. Yang terutama itu adalah partai pengusungnya. Lah kan blaik, kalau pendukungnya minta dia tegas. Di masyarakat hipokrit, bersikap tegas itu memakan dirinya sendirinya.

Pertanyaan yang perlu pertama kali dilontarkan, saat Jokowi rempong menghadapi ulah Genk HRS itu di hari-hari ini. Di mana suara PDI-Perjuangan. Sunyi senyap! Tak sedikit pun bereaksi, apalagi melakukan pembelaan. Sementara DPR yang dikuasai partai pengusungnya terus menerus justru membuat UU baru yang membelenggu gerak presidennya. Dan hanya menguntungkan dirinya sendiri menjelang 2024 itu.

Kok selalu Jokowi yang harus disalahkan?

Bagaimana membuat penjelasan ternyata Doni Monardo yang tampak gagah menangani Covid-19 itu ternyata bersekutu dengan JK. Hingga tiba-tiba berucap ngadrun, biarlah Tuhan saja menghukum mereka yang gak mau pakai masker! Bagaimana tiba-tiba Tim Sukses-nya sendiri membuat skandal pembobolan bank yang nilainya berpuluh lipat dari Bank Bali atau Century. Dan semua diam saja, lalu ditutup rapat dengan cara yang sadis sekali. Ora ngerti to? Asu tenan...

Jokowi itu sekali lagi bukan pemain catur, ia yang justru coba terus menerus akan diperlakukan sebagai bidak catur. Apa pun jenis bidaknya: pion, benteng, kuda, ster, raja, ratu. Entah. Dan disinilah ia berusaha menghindar menjauh....

Dalam konteks inilah, ia berlari-lari anjing. Ia kesana kemari. Kesana gak nganggep musuh, tapi kesini juga tak terlalu berteman. Ia dikelilingi banyak orang, tapi sesungguhnya sangat sendiri. Ia kuat berkuasa, tapi sesungguhnya sadar bahwa semua dukungan itu berbayar dan bukan gratisan.

Mana ada hal gratis di hari ini. Ia mungkin tak membaca bukunya Pak Jakob Otama, "Bagaimana Berkomunikasi di Tengah Masyarakat Yang Tidak Tulus". Tapi ia tahu betul berada dalam lingkaran yang tidak tulus itu.

Bahkan jauh sebelum ia ia didorong-dorong berangkat ke Jakarta. Lalu didorong-dorong jadi Presiden. Ia sadar didesaian sebagai bidak catur, apa yang dibahasakan sebagai "petugas partai".

Kalau saya menyebut "anjing" di sini. Gak perlu tanya jenis anjing apa itu? Ini peribahasa, hanya ingin bercerita betapa anjing itu justru ketika ia sangat marah. Bukan menyalak keras sekali, tidak menghardik. Ia sebagaimana gaya silat China, ia memainkan jurus Dewa Mabuk. Perlahan, bergerak ke sana kemari, membingungkan musuhnya. Ia akan membuat semua mata musuh tertuju pada dirinya dan menganggapnya lemah. Lalu ia memilih musuh mana yang perlu ia jitak duluan.

Kalau kamu, kita, anda, saya ikut bingung ya wajar....

Dalam kultur Jawa yang saya anut, ada istilah "banjir bandang, segara asat". Aneh, kenapa ketika terjadi banjir besar, lautan tiba-tiba mengering. Itulah yang terjadi saat ini. Semua merasa sedang banjir, tapi justru rasa haus yang terasa. Sial, itu hanya karena dua orang bernama HRS dan AB. Orang berharap, besok pagi kedua orang ini langsung dijeblosin ke bui. Kalau perlu carikan pasal yang tepat. Gak begitu juga Ferguso....

Terlalu banyak jebakan Batman di hari ini. Kita ini salah satu bagian daripada itu, mendukung Jokowi tapi terus resek menuntut ini itu. Menganggap diri pendukung kritis. Lupa bahwa Jokowi itu sudah kritis tiap hari, sejak hari pertama menjabat.....

Satu-satunya jurus selamat Jokowi itu ya berlari-lari anjing. Ia tampak jinak, tapi siap menggigit. Ia tampak tak berdaya, tapi musuh juga tak berani-berani amat menyerang. Ia tampak gampang disetir, tapi sesungguhnya orang sangat bergantung pilihan kebijakannya. Ia adalah presiden di masa yang tidak mudah, dengan cita-cita tinggi yang pasti tak kalah susahnya....

Mari kita tonton saja akhir cerita ini. Percaya saja pada Jokowi-nya, gak usah terlalu hirau pada orang-orang di sekelilingnya. Apalagi partai pengusungnya. Apalagi selanjutnya tentu sama partai-partai pendukungnya. Berpikirlah dengan cara terbalik:

Jangan-jangan pendukung terbaik dirinya, justru musuh-musuhnya yang tetap tak pernah lelah menyalak itu. Itulah kenapa ia memilih bermain seperti (atau bahkan menjadi) anjing: ia ingin setia pada pilihan jalannya. Ia ingin memberikan yang terbaik di sisa jabatannya. Setelah itu ia mungkin ingin dilupakan, kembali balik asal jadi tukang kayu....

Berhentilah terus menteror dengan cara berpikir lugu itu. Jika bingung, ingat saja kata-kata mutiara anak mileneal ini:

Jangan perkeruh situasi, kecuali situ asu. Huh!

***