Bagi rakyat yang merasa dirinya sudah cerdas, semestinya saling memberikan pendidikan politik kepada masyarakat yang belum cerdas.
Ketika para pendukung Jokowi banyak meledek pendukung Prabowo yang sedang kecewa, merana, sakit hati karena dikhianati, dst... saya tidak ingin melakukan hal yang sama..
Karena kekecewaan mereka bisa dimengerti. Lihat wajah-wajah 3 gambar di bawah sana... Wajah-wajah para pendudung fanatik dan militan yang sudah mengorbankan segalanya untuk sosok yang didukungnya.
Buat pedagang atau supir ojek yang penghasilannya tidak seberapa lalu menyisihkan sebagiannya demi perjuangan memenangkan pujaannya adalah pengorbanan yang sesuatu sekali.
Jadi wajar saja jika kemudian mereka. tantrum dan lebay dalam mengekspresikan patah hatinya ketika merasa dikhianati oleh Sang Pujaan..
Tapi suruh siapa lebay dalam politik?! Oh tidak bisa (atau belum bisa) dituntut demikian, bambang..
Mereka adalah rakyat Indonesia yang belum "cerdas politik". Mereka belum tersentuh pendidikan politik, termasuk kelompok high educated sekalipun.
Sama halnya dengan pendukung Jokowi yang sempat tantrum karena Jokowi memilih Kyai Ma'ruf sebagai Cawapres lalu mengancam untuk Golput. Mereka sama-sama rakyat Indonesia yang belum cerdas berpolitik.
So, bagi rakyat yang merasa dirinya sudah cerdas, semestinya saling memberikan pendidikan politik kepada masyarakat yang belum cerdas.
Gunakan narasi-narasi yang edukatif, bukan narasi ledekan dan sindiran. Agar pada pemilu-pemilu berikutnya, semua rakyat Indonesia sudah naik kelas menjadi pemilih rasional, bukan lagi pemilih psikologis dan sosiologis.
Meledek orang yang masih bodoh, bisa jadi karena memang sama bodohnya. Atau Anda tidak peduli (untuk sekedar menyumbangkan kebaikan bagi negeri ini).
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews