Pendukung Kecewa

Bagi rakyat yang merasa dirinya sudah cerdas, semestinya saling memberikan pendidikan politik kepada masyarakat yang belum cerdas.

Kamis, 22 Agustus 2019 | 19:36 WIB
0
415
Pendukung Kecewa
ILustrasi pendukung kecewa (Foto: Suara.com)

Ketika para pendukung Jokowi banyak meledek pendukung Prabowo yang sedang kecewa, merana, sakit hati karena dikhianati, dst... saya tidak ingin melakukan hal yang sama..

Karena kekecewaan mereka bisa dimengerti. Lihat wajah-wajah 3 gambar di bawah sana... Wajah-wajah para pendudung fanatik dan militan yang sudah mengorbankan segalanya untuk sosok yang didukungnya. 

Buat pedagang atau supir ojek yang penghasilannya tidak seberapa lalu menyisihkan sebagiannya demi perjuangan memenangkan pujaannya adalah pengorbanan yang sesuatu sekali.

Buat ibu rumah tangga yang hectic dengan urusan keluarga dan menyisihkan waktunya ber-"jihad" di media sosial, berkeliling di lingkungannya, hingga menyebar hoax dlsb yang penuh resiko dapat memgirimnya ke hotel prodeo, tapi tetap dijalani dengan penuh semangat perjuangan tanpa kenal lelah demi kemenangan Sang Pujaan, itu juga pengorbanan yang sesuatu.

Jadi wajar saja jika kemudian mereka. tantrum dan lebay dalam mengekspresikan patah hatinya ketika merasa dikhianati oleh Sang Pujaan..

Tapi suruh siapa lebay dalam politik?! Oh tidak bisa (atau belum bisa) dituntut demikian, bambang..

Mereka adalah rakyat Indonesia yang belum "cerdas politik". Mereka belum tersentuh pendidikan politik, termasuk kelompok high educated sekalipun.

Sama halnya dengan pendukung Jokowi yang sempat tantrum karena Jokowi memilih Kyai Ma'ruf sebagai Cawapres lalu mengancam untuk Golput. Mereka sama-sama rakyat Indonesia yang belum cerdas berpolitik.

So, bagi rakyat yang merasa dirinya sudah cerdas, semestinya saling memberikan pendidikan politik kepada masyarakat yang belum cerdas.

Gunakan narasi-narasi yang edukatif, bukan narasi ledekan dan sindiran. Agar pada pemilu-pemilu berikutnya, semua rakyat Indonesia sudah naik kelas menjadi pemilih rasional, bukan lagi pemilih psikologis dan  sosiologis.

Meledek orang yang masih bodoh, bisa jadi karena memang sama bodohnya. Atau Anda tidak peduli (untuk sekedar menyumbangkan kebaikan bagi negeri ini).

***