Kelompok Pemilih Jokowi

Sabtu, 16 Februari 2019 | 10:32 WIB
0
594
Kelompok Pemilih Jokowi
Emak-emak pendukung Jokowi dan Prabowo bertemu (Foto: Tirto.id)

Pilpres makin dekat, banyak pemilih itu fanatis, kalau tidak itu tidak, tanpa mau tahu mengapa memilih si A dan bukan si B, pun ada pula yang baperan, dikit-dikit ancam pindah haluan, atau golput. Cukup menarik dengan dinamika yang ada. Lembaga survey mungkin perlu memetakan model pemilih ini, sehingga bukan hanya mengejar massa mengambang, namun juga buat lucu-lucuan.

Tensi makin tinggi apalagi hanya sedikit survey yang berbeda hasilnya dan memenangkan figur yang secara umum diprediksikan kalah. Tudingan ini dan itu, sehingga malah lebih hangat karena menilai survey begini dan begitu. Padahal ada juga sisi unik dan lucunya jika digali dengan sisi yang berbeda.

Kelompok pemilih idealis kaku

Model ini menghendaki presiden itu sempurna, tidak boleh keliru, selalu menyenangkan dan membahagiakan. Mendengar keputusan ata pernyataan sedikit saja mengecewakan kemudian menyatakan golput, pindah dukungan, dan merasa kecewa. Biasanya pegiat media sosial yang kuat macam ini. Politik juga hanya  cari popularitas sesaat, bukan benar-benar tahu dengan baik dinamika berpolitik.

Jangan heran model ini juga orang berpendidikan tinggi. Namun masih juga melihat politik secara hitam putih semata. Padahal dunia politik jauh lebih banyak abu-abu dan di bawah meja yang sebenarnya. Permukaan itu malah belum sepenuhnya memberikan makna yang sesungguhnya.

Kelompok pemilih realistis

Pemilih model ini menyatakan dukung dan pilihannya jelas karena apa. Parameternya pasti misalnya karena kinerja, prestasi, atau karena memang melihat apa yang sudah dilakukan.  Model pemilih yang tidak asal memilih dan mengandalkan ajian pokok e saja.  Kelompok rasional yang memberikan dampak juga bagi berbangsa dan bernegara karena akan bisa bersikap kritis.

Pemilih demikian, juga tidak akan segan untuk melakukan kritik membangun, dan memberikan dukungan bukan karena menginginkan jabatan atau adanya upah dalam bentuk apapun. Hal ini banyak dari bawah hingga atas. Dan ini kekuatan demi kelangsungan bangsa sehingga tidak bubar.

Pilihan rasional mengapa tidak memilih yang lain, juga bukan asal-asalan, kebencian, atau hanya ikut-ikutan, namun ada alasan yang mendasar dan demi bangsa dan negara. Dengan demikian, pemilih model ini tidak akan mudah mutung, ngambeg, dan pindah pilihan, atau golput.

Kelompok oportunis

Ini dalam segala lapisan ada, hanya memikirkan dapat jabatan sesuai juga dengan levelnya. Jika nasional masuk jajaran BUMN, menteri, ataupun tim ini dan itu. Lapisan bawah jelas karena uang atau jabatan sesuai tingkatnya. Sangat banyak, dan itu jelas terbaca ketika pada saat yang tidak diinginkan itu terjadi.

Kelompok yang mudah kecewa dan ketika tidak mendapatkan yang diharapkan menjelek-jelekan, dan mengumbar ke mana-mana, bisa kejelekan, atau mungkin juga fitnah. Kelompok yang cukup banyak, petualang politik model demikian.

Apakah banyak? Tidak juga, namun corong mereka bisa merusak  banyak hal, karena daya rusaknya memang luar biasa. Perlu hati-hati saja. Model orang atau kelompok demikian, biasanya lebay, berlebihan ketika membela atau mempromosikan. Semangatnya adalah kepentingan sesaat dan personal.

Kelompok idealis buta, kalau tidak Jokowi tidak, tanpa catatan

Ini pada kubu Jokowi, relatif tidak banyak. Jadi malah harapan baik karena pemilihnya cenderung rasional bukan pokok e, sing penting nek ora Jokowi ora, ini bisa menjadi bumerang karena pendukung model demikian. Pemilih demikian ini bisa membawa malapetaka karena dukungan yang abai akan realitas. Bisa membuat pemerintahan otoriter, dan lahir kultus individu.

Memang pemilih demikian itu keuntungan apapun yang dilakukan calon mereka adalah selalu benar. Jaminan pemilih yang tidak akan berpaling. Namun berbahaya jika tidak hati-hati. Namanya manusia tidak ada yang sempurna, namun jika sudah model pokoke, runyam juga.

Tidak ada kelompok yang karena bukan memilih satunya kemudian memilih Jokowi. Model pribadi demikian ternyata malah ada di sebelah. Asal bukan berkumpul di sebelah. Jauh lebih rasional dan mendasar yang ada di koalisi 01.

Kerugiannya memang kurang terlihat solid, karena memang bukan pendukung buta yang dominan. Pemilih rasional lebih banyak. Hal ini juga berpengaruh pada riuh rendahnya media sosial, karena jarang orang rasional riuh rendah di dalam media sosial.

Perlu kewaspadaan justru pada pemilih idealis kaku, yang mengharapkan kesempurnaan itu. pemilih ini cukup banyak dan biasanya riuh rendah dan bisa menjadi pemicu bagi pihak lain yang cenderung kaku juga dan idealis mengharapkan kesempurnaan.

Mampu mengarahkan pemilih model ini menjadi pemilih rasional jauh lebih membantu dari pada repot mengintai kubu sebelah. Massa mengambang yang masih cukup besar juga bisa terjaring oleh model pemilih idealis kaku ini untuk memberikan pemahaman dengan aksi mereka.

Ketiadaan dominasi pemilih taat buta dan idealis buta justru bisa menjadi penyemangat dan kesempatan berdemokrasi yang elegan dan bermartabat. Tidak perlu memaksaan model pemilih demikian.

Massa pemilih yang oportunis pun tidak bisa dihilangkan, hanya bisa dikelola untuk bisa membantu di dalam mengampanyekan capaian dan program ke depan. Potensi mereka cukup besar. Soal ganjaran bagi mereka masih ada waktu untuk mengurus tentunya.

Salam...

***