"People Power" Ala Amien Rais, Mungkinkah?

Semua gerakan "people power" diwarnai pertumpahan darah, propemerintah versus mereka yang menghendaki pergantian pucuk kepemimpinan.

Selasa, 9 April 2019 | 21:41 WIB
0
524
"People Power" Ala Amien Rais, Mungkinkah?
Prabowo Subianto dan Amien Rais saat kampanye di Jogjakarta, Senin, 8 April 2019. (Foto: Detik.com).

Wacana people power Tokoh Reformis Amien Rais mengundang polemik. Pro dan kontra. Ada yang menganggapnya tidak tepat; dan ada pula yang menganggapnya sebagai sebuah kewajaran. Padahal, jika mau peka, rakyat Indonesia saat ini sedang melakukan people power.

Entah disadari atau tidak! Amien Rais kembali membuat gebrakan. Kontroversi. Secara telak dan sadar, Amien Rais menyerukan people power. Pernyataannya soal people power itu disampaikan saat Apel Siaga 313 di depan kantor KPU, Jakarta, Minggu (31/3/2019).

Aksinya kala itu diikuti beberapa organisasi seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Forum Umat Islam (FUI). Juga ketika Kampanye Akbar paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno di Jogjakarta, Senin (8/4/2019).

Sebagaimana yang terekam pada meja digital, Amien Rais menyatakan akan mengerahkan massa jika timnya menemukan bukti kecurangan pemilu secara sistematik, terukur dan masif. Dia tidak mau lagi menggugat ke MK sesuai mekanisme yang berlaku.

“Kami enggak akan ke MK lagi, kami langsung people power," kata Amien Rais di depan kantor KPU, Jakarta, Minggu (31/3/2019), sebagaimana dikutip CNNIndonesia.com. Pernyataan itu pun mengundang reaksi.

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris menilai, Amien Rais tak memiliki massa pendukung untuk menggerakkan people power. Karena itu, dia menganggap celotehan Amien Rais terkait hal ini tak akan berdampak apa pun.

“Pernyataan itu patut kita sayangkan, tapi enggak punya dampak juga. Dia enggak punya massa, publik sudah tahu, Pak Amien cuma suara orang yang tidak terpakai saja,” ujarnya, seperti yang diwartakan CNNIndonesia.com, Senin (1/4/2019).

Sebaliknya, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Aditya Perdana menilai, pernyataan Amien Rais sebagai peringatan bagi KPU dan pemerintah agar tidak menyalahgunakan kekuasaan demi memenangkan pemilu.

Menurut Aditya, Amien menyampaikan seruan terkait people power itu dalam konteks dirinya sebagai peserta pemilu. Pernyataan itu dianggap sebagai kekhawatiran Amien Rais terkait dominasi petahana dalam proses penyelenggaraan pemilu.

“Itu warning, pesan yang ingin disampaikan oleh Pak Amien jangan melakukan abuse of power untuk memenangkan pemilu,” kata Aditya kepada CNNIndonesia.com, Senin (1/4/2019).

Namun, Aditya menilai KPU telah berusaha menjaga netralitas dan tidak berpihak pada salah satu peserta pemilu. Menurutnya, komplain Amien Rais sebagai peserta pemilu merupakan hal yang biasa dalam proses demokrasi.

Dan Amien Rais tampaknya tidak main-main dengan ancaman people power-nya. Pengalaman menjadi salah satu 'otak' people power pada gerakan penggulingan Orde Baru ini mengulangi ancamannya saat Kampanye Akbar Prabowo – Sandi di Jogjakarta.

Ia lantas mengungkit ultimatumnya kepada KPU agar tidak berbuat curang selama pelaksanaan Pilpres 2019. Jika ditemukan bukti kecurangan, kata Amien Rais, dia akan menggerakkan people power.

"Makanya saya sudah memberikan ultimatum, hei KPU, kalau kamu sampai curang dan kita punya bukti telak, kita nggak akan ke MK. Kita akan menggerakkan people power, people power itu sebuah gerakan massa yang tidak ada setetes darah pun,” jelasnya.

Melansir dari Detik.com, Senin (8/4/2019), Amien Rais pun menegaskan people power yang dia sampaikan bukan ajakan untuk aksi kekerasan fisik. “Jad,i people power itu bukan mengajak antem-anteman, bukan, itu kan kata sontoloyo itu,” tegasnya.

“Kita ini damai, damai, damai, damai. Cuma kalau sampai ada kecurangan jelas, kita diam saja, kita menjadi orang yang agak pekok (dungu). Jadi, sekali lagi people power konstitusional, demokratis, dijamin oleh UUD kita,” tandasnya.

Ia mengulang lagi ultimatumnya kepada KPU. “Eh KPU, Dukcapil, Depdagri, ati-ati kowe (hati-hati kamu), Mas . Kita sudah lebih pintar dari mereka insya’ Allah, kita punya ahli, data science, ahli IT dan lain-lain, wis mesthi konangan (sudah pasti ketahuan),” imbuhnya.

Idem ditto dengan Amien Rais, Prabowo bahkan menegaskan dan mengartikan ancaman Amien Rais pada saat kampanye akbar di Jakarta, Minggu (7/4/2019).

“Kalau (mereka) macem-macem, pak Amien Rais mengatakan people power, kekuatan rakyat. Tinggal 20 juta rakyat duduk saja. Duduk aja gak usah ngapa-ngapain, tapi sebulan,” kata Prabowo seperti dikutip Tempo.co.

People Power Ala Indonesia

Pertanyaannya: mungkinkah people power dilakukan di Indonesia? Jawabnya: bisa! Berdasarkan lembar sejarah negara, people power sendiri telah berulangkali dilakukan di Indonesia sepanjang sejarah kemerdekaannya.

People power pertama yang mungkin bisa dianggap sebagai pionirnya adalah gerakan massa di Lapangan Ikada, Jakarta, yang diinisiasi Tan Malaka cs.

Meski berjalan singkat, dan ada pula yang menganggapnya gerakan gagal, people power ini tergolong sukses memaksa dunia internasional memperhatikan kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamasikan.

Tidak ada setetes darah yang keluar dan mampu menggerakkan Soekarno-Hatta untuk benar-benar memperhatikan kehendak rakyat Indonesia ketika itu.

Gerakan people power selanjutnya terjadi melalui revolusi dan perang gerilya sepanjang tahun 1945-1949. Gerakan paling fenomenal pada masa ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya dan Pertempuran 5 hari di Ambarawa, Jawa Tengah.

Juga, Serangan Umum 1 Maret di Jogjakarta dan Puputan di Bali bisa dimasukkan pula di dalam kategori ini. Namun, people power paling fenomenal sepanjang sejarah bangsa justru tercatat pada tahun 1965-1966  dan 1998.

Sebab, gerakan ini berhasil menjungkalkan dua orde pemerintahan yang berjalan selama puluhan tahun: Orde Lama dan Orde Baru. Soekarno dan Soeharto menjadi korban utama dari gerakan ini. Dua Presiden RI pada awal sejarah bangsa harus terguling lewat gerakan rakyat yang diinisiasi para mahasiswa ini.

Pada 1999, Indonesia juga mengalami people power yang tidak kalah dahsyatnya. Lagi-lagi Presiden RI yang menjadi korban utamanya. BJ Habibie, presiden ketika itu ikut lengser di dalam gerakan rakyat yang menekan para legislator untuk menolak pertanggungjawaban BJ Habibie dalam Sidang Istimewa MPR RI.

Setelah itu jika pun ada gerakan people power, terhitung sebagai gerakan kecil. Bukan gerakan besar, meski salah satu Presiden RI ketika itu KH Abdurrahman Wahid ikut terjungkal dari kursi Presiden RI.

Dan semua gerakan people power itu diwarnai dengan pertumpahan darah anak bangsa. Pro-pemerintah versus mereka yang menghendaki pergantian pucuk kepemimpinan negara dan pemerintahan.

Lama tidak terjadi people power, sebuah gerakan rakyat fenomenal muncul kembali di Indonesia. Meski pada awalnya diwarnai dengan pertumpahan darah pada momentum 2810 dan 411, pada 2017 lahirlah people power baru melalui gerakan 212 yang diinisiasi GNPF-MUI yang kemudian beralih wujud menjadi GNPF-U.

Korbannya: Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Gubernur DKI Jakarta yang dijungkalkan melalui people power damai yang konon dihadiri oleh 7 juta massa dari seluruh wilayah Indonesia.

People power 212 tersebut yang kemudian mungkin mengilhami Amien Rais untuk mengadakan people power lagi jika terjadi kecurangan hasil Pemilu, terutama Pilpres 2019 ini.

Apakah Amien Rais akan berhasil menjadi lokomotif people power selanjutnya setelah yang dia lakukan pada 1998 silam? Yang jelas bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarahnya ternyata tak alergi dengan people power.

Gerakan massa atau hanya sebatas gerakan boikot seperti yang pernah dirasakan salah satu produsen makanan, bisa saja terulang kembali. Asal ada pemicunya, pastinya.

Lautan massa yang hadir saat pelaksanaan kampanye akbar Prabowo – Sandi tampaknya menjadi modal dasar gerakan people power itu. Potensi ini yang harus diperhatikan para penyelenggara pemilu.

Kalau salah melangkah, bukan tidak mungkin 'ancaman' Amien Rais terbukti!

***