Banyak orang menertawakan gagasan Prabowo untuk memperbaiki kesejahteraan birokrat dan aparat penegak hukum di Indonesia. "Belum-belum kok sudah ingin memperkaya pejabat," demikian lontaran yang sempat saya baca di lini masa. Mereka yang berkomentar demikian menurut saya sepertinya telah melupakan dua hal.
Pertama, ini adalah debat mengenai topik hukum, HAM, korupsi dan terorisme, yang banyak kaitannya dengan kerja birokrasi dan aparat. Sangat wajar jika Prabowo mengangkat isu kesejahteraan birokrat dan aparat negara di dalamnya. Jika topik ekonomi yang pertama kali dibahas, ia pasti akan bicara mengenai kesejahteraan rakyat, petani, nelayan, buruh, guru, dokter, dan lainnya.
Kedua, agar bisa merekrut sumber daya terbaik yang bersih, berintegritas, dan profesional untuk mengisi mesin birokrasi, negara memang harus bisa memberikan tawaran terbaik. Apalagi, premis utama kampanye Prabowo adalah bagaimana kita mengatasi kebocoran kekayaan nasional. Bagaimana kita bisa mempercayai bahwa aparat akan menjadi penjaga aset nasional yang profesional, jika mereka sendiri upahnya "tidak profesional"?
Anda mungkin akan bilang, "Ah, gaji tinggi belum tentu membuat orang jadi tidak korupsi." Memang betul, itu sebabnya diperlukan desain kelembagaan lainnya. Tetapi, desain kelembagaan yang sebagus apapun tak akan berfungsi jika sistem remunerasi yang baik tidak disertakan.
Nggak usah jauh-jauhlah diskusinya. Lihat saja KPK. Lembaga idola publik ini, yang langganan menjadi lembaga yang paling dipercaya publik tiap tahun, apakah akan bisa menempati posisi tersebut jika tidak disokong oleh anggaran yang besar?!
Persis di situ masalahnya. Orang menginginkan Polri dan kejaksaan bisa memiliki kinerja sama dengan KPK, namun enggan memikirkan bagaimana caranya memberi fasilitas yang serupa.
Sebagai perbandingan, KPK dengan jumlah staf sekitar 1500 orang memiliki anggaran Rp1 triliun. Sementara, Polri dengan jumlah personel sekitar 450 ribu, anggarannya tahun ini "hanya" Rp86 triliun. Dengan anggaran yang demikian besar, tidak heran jika KPK bisa menggaji para penyidiknya setidaknya empat kali lipat lebih besar dari gaji penyidik di kepolisian. Saat lembaga antirasuah tersebut disusun, gaji pegawainya juga didesain 18 kali lipat lebih besar daripada gaji PNS pada umumnya.
Jadi, komentar bahwa gaji besar belum tentu membuat orang tidak korupsi, sebenarnya hanyalah lontaran yang tidak punya arti apa-apa. Kalau premis komentar tersebut kita telan mentah-mentah, maka mari kita kurangi saja anggaran KPK. Toh bukankah lembaga ini bersifat bersih dengan sendirinya menurut Anda?! Mau begitu?!
Secara umum, pendekatan yang ditawarkan Prabowo dalam debat tadi malam bersifat struktural dan teknokratik. Untuk mengubah paradigma, sangat penting untuk terlebih dahulu mengubah basis material seseorang. Kisah keberhasilannya bisa kita lihat pada KPK.
Saat bicara terorisme, misalnya, ia bicara mengenai ketimpangan, kemiskinan, dan pendidikan, daripada bicara tentang ideologi radikal. Pendekatan struktural ini jauh lebih obyektif daripada pendekatan mentaliteit.
Mau mengatasi korupsi dan menegakkan integritas kok pakai Revolusi Mental?
***
Tarli Nugroho
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews