Menyaksikan Debat Kandidat I yang ditayangkan televisi pada Kamis, 17 Januari 2019, yang lalu rasanya sebagian pendukung paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno merasa gemas dan gregetan, terutama melihat santunnya Prabowo.
Mengapa Prabowo diam saja dan tidak mau melawan paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin yang suaranya didominasi Jokowi? Meski Gerindra dan dirinya disudutkan, Prabowo tak mau meng-counter tudingan miring Jokowi terkait calegnya.
Usai debat, Amien Rais, Timses paslon 02, mengungkapkan kekecewaan secara halus dengan mengatakan “Prabowo tampil terlalu santun.” Begitu pula, Nanik S. Deyang, juga Timses 02, di status facebook mengaku hanya menghela nafas.
Usai debat, menanyakan kenapa Prabowo tidak menyerang balik soal partai korupsi. Jawaban Prabowo, “Saya tidak tega.” Padahal, Prabowo cukup mengatakan, bukankah Bapak Presiden yang telah mengizinkan mantan koruptor boleh nyaleg?
Dapat dipastikan, skakmat! Jokowi bakal klepek-klepek, kecuali dia lupa membaca keputusan yang telah diteken sebagai Presiden. Mengapa Prabowo tak tega melawan Jokowi? Bisa jadi, itu juga karena yang dihadapinya masih seorang Presiden.
Bukan capres! Mengingat Jokowi tidak pernah ambil cuti selama proses Pilpres 2019. Selama debat, Jokowi justru lebih agresif menyerang Prabowo, sosok yang pernah mengantarkannya menjadi Gubernur DKI Jakarta (selama 3 tahun saja).
Ibarat guru silat, Prabowo tidak tega “menghabisi” Jokowi di arena tanding, meski ia mampu melakukannya. Tapi, demi menghormati Presiden, Prabowo diam saja, hanya menjawabnya sekedar basa-basi. Padahal, ini bisa jadi forum klarifikasi.
Puluhan, bahkan, ratusan juta mata sedang mlototin layar televisi, baik di dalam maupun luar negeri. Ingin melihat Debat Kandidat Pilpres 2019. Ternyata banyak penonton kecewa karena debat tidak menarik, tidak greget sama sekali. Monoton!
“Kalau Pak Prabowo masih ngotot berdebat dengan cara-cara debat 2014 seperti sekarang ini yang gak tegaan itu, mending dari sekarang saja kibarkan bendera putih,” tulis akun seorang netizen Emak Asma Dewi yang viral di medsos dan WA.
Dalam akun Facebook Asma Dewi yang viral itu, ia menulis Surat Terbuka untuk Prabowo: “Saya coba mengupas dari sisi yang berbeda dengan rata-rata timses kebanyakan, termasuk sahabat Pak Jenderal yang seorang wartawan hebat ibu Nanik S. Deyang.”
“Debatnya gak seru.. tidak mengakibatkan swing voters tergugah memilih Prabowo Sandi,” tegasnya. Karena yang bisa menikmati (mengerti) argumen Prabowo hanya 1) Masyarakat yang well educated yang biasanya ada di perkotaan;
2) Masyarakat yang kenal internet dan melek media sosial saja; 3) Debat itu hanya berkesan kepada pendukung sendiri yang memang sudah tahu seluk-beluk kepribadian Prabowo secara detil.
4) Bahasa yang digunakan Prabowo terlalu tinggi (kurang sederhana) untuk kaum marjinal dan kaum antah berantah yang berdomisili di seluruh penjuru nusantara – yang hanya bisa mengakses informasi dengan siaran televisi (yang sekarang 90% lebih dikuasai petahana).
Penilaiaan Mak Asma Dewi, bahasa yang sederhana inilah letak keunggulan petahana. Jadi, “Meskipun terlihat plonga plongo, bahasa beliau mudah dimengerti oleh orang paling bodoh dan udik sekalipun, terutama saat menyerang bapak.”
“Sayangnya bapak terlalu santun sehingga dalam melakukan counter attack pun masih memakai bahasa-bahasa sindiran/halus (tidak blak-blakan), suatu bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh kaum intelektual saja,” lanjutnya.
Suatu contoh saat petahana menyerang partai Gerindra tentang caleg koruptor dan menyerang pribadinya tentang kasus HAM (tuduhan penculikan/penghilangan aktivis yang difitnahkan ke Prabowo). Sebenarnya Prabowo cukup bilang, silakan Bapak tanya kepada senior saya di kubu petahana.
“Seharusnya bapak bisa counter attack dengan terang benderang tanpa ragu-ragu, tidak perlu memakai bahasa-bahasa kromo yang mengakibatkan swing voters (floating mass) yang buta sejarah dan pengetahuan umum tidak mengerti apa yang pak Prabowo maksud,” tulisnya.
“Sementara berita-berita miring tentang Prabowo yang melanggar HAM sudah tersebar ke seantero negeri akibat masifnya isu fitnah dari pendukung fanatik petahana dan jenderal-jenderal yang berseberangan politik dengan bapak,” ungkap Mak Asma Dewi.
Kemarin seharusnya Prabowo bisa counter attack yang mematikan dengan cara menantang digelar Mahkamah Militer untuk mengungkap kasus penculikan dan kerusuhan ini. Kalau rezim petahana tidak mau (dan pasti tidak akan mau), rakyat Indonesia akan sadar.
Bahwa sebenarnya rezim Jokowi memang tidak sungguh-sungguh berniat untuk mengungkap misteri ini, melainkan sekedar hanya ingin character assasination pribadi Prabowo semata (dengan fitnah).
Dan untuk kasus caleg mantan narapidana koruptor, Prabowo bisa jawab, “justru petahanalah yang gencar mendukung agar narapidana koruptor bisa ikutan nyaleg” dan khususnya kasus korupsi seharusnya Prabowo bisa langsung bantai dengan data-data.
“Beberapa kepala daerah, menteri-menteri, dan pejabat-pejabat yang terlibat (atau diduga) korupsi yang mayoritas berasal dari kubu petahana,” ujar Mak Asma Dewi.
Sampaikan dengan terang benderang di depan televisi supaya rakyat yang tinggal di dalam hutan dan pedalaman nusantara, bahkan yang mungkin tinggal di dalam lubang semut tahu bahwa koruptor terbanyak berasal dari kubu petahana
“Kalau sekarang kan nggak, orang-orang di pelosok-pelosok nusantara tahunya Prabowo tak bisa menjawab tuduhannya petahana bahwa Prabowo tidak anti korupsi karena mengangkat caleg-caleg bekas narapidana korupsi,” tulisnya.
Rakyat tidak melihat apakah napi itu beneran sudah nyolong uang negara atau cuma sekedar maling ayam seperti yang dijelaskan Prabowo di panggung debat kemarin. Tahunya mereka adalah caleg-caleg Gerindra adalah banyak mantan koruptornya sesuai tuduhan petahana.
Mak Asma Dewi menilai, Prabowo dan tim tidak bisa berkelit lagi bahwa itu semua karena Prabowo baik hati dan tidak tegaan (untuk menyerang petahana). Rakyat yang di pelosok-pelosok tidak butuh cerita itu.
“Yang mereka butuhkan hanya jawaban atas isu-isu miring tentang Prabowo dan tak ada cara lain yang paling elegan dan efektif kecuali membantai/melucuti petahana di panggung debat yang disiarkan langsung oleh televisi,” tegasnya.
Kenapa harus di depan televisi? Karena hanya televisilah satu-satunya media yang siarannya bisa menjangkau sampai ke seluruh penjuru nusantara. “Tim relawan darat dan medsos kita tidak bisa menjangkau itu semua,” ungkapnya .
Sementara kubu petahana sudah bertahun-tahun meracuni rakyat yang ada di daerah-daerah terpencil itu dengan informasi-informasi yang tak tepat dan akurat. Celakanya perbandingan jumlah mereka dengan kita yang ada di perkotaan mencapai 60% : 40 %.
Artinya, petahana kalah di kalangan intelektual dan di perkotaan tapi kita kalah di masyarakat kurang terdidik dan di pedalaman. Overall Prabowo Sandi bisa tumbang dengan sukses. Itu sudah terbukti di 2014. Sudah kita kalah di IT, jangan sampai kita kalah juga di dunia nyata.
“Jadi kalau Pak Prabowo kasihan dengan rakyat Indonesia, bapak harus bantai petahana tanpa belas kasihan di panggung debat. Ibaratnya pertandingan tinju melawan juara bertahan yang didukung seantero negeri, baik cukong, mafia, wasit maupun penonton.
“Sang penantang harus menang mutlak. Jangankan menang angka, menang TKO pun masih bisa dicurangi juri. Jadi, jalan satu-satunya adalah si Penantang harus menang KO di atas ring debat (bukan di medsos),” tegas Mak Asma Dewi.
Karena biar bagaimanapun siaran TV jauh lebih efektif daripada medsos atau serangan darat seperti yang sering dan akan terus dilakukan oleh Sandi.
“Ingat ini kesempatan terakhir pak Prabowo untuk membersihkan diri dan slot siaran televisi sekarang ini adalah barang mahal buat Prabowo Sandi, jadi jangan sia-siakan kesempatan ini. Kalau masih ngotot berdebat gak tegaan itu, mending dari sekarang kibarkan bendera putih.”
Suara bernada gemas Mak Asma Dewi itu tentu juga dirasakan oleh emak-emak lainnya yang bukan tanpa alasan. Karena, mereka inilah yang merasakan secara langsung dampak berbagai kebijakan capres petahana selama 4 tahun menjabat Presiden ini.
Lihat saja betapa semangatnya emak-emak di berbagai kota di Indonesia yang siap menjadi relawan paslon Prabowo–Sandi. Tujuannya hanya satu kata, “Kalahkan Jokowi dan ganti dengan Prabowo!” Tentunya lewat Pilpres 2019 nanti.
Karena itulah, mereka minta agar Prabowo bisa tegas dan tidak perlu sungkan! Saatnya Anda melawan, Jenderal! Jangan diam saja, patahkan argumen Jokowi!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews