Perkara Model Debat Capres-Cawapres

Jumat, 11 Januari 2019 | 07:14 WIB
0
472
Perkara Model Debat Capres-Cawapres
Ilustrasi debat capres (Foto: Tribunnews.com)

Pertanyaan akan berbentuk terbuka dan tertutup. Terbuka artinya ruang pertanyaan akan disampaikan pada masing-masing paslon 7 hari sebelum hari Debat. Tertutup artinya pertanyaan akan datang dari paslon dan harus dijawab paslon lainnya.

Saya setuju dengan model seperti yang ditawarkan KPU ini. Bukan apa-apa, saya sendiri sudah menerapkan model seperti ini saat memandu Debat Pilkada Kota Makassar tahun 2013 lalu. Pengalamannya saya tuangkan dalam bentuk Note yang lumayan panjang di lapak FB ini. Hehehehe.

Saat itu KPU Kota Makassar mengamanatkan media tempat saya bekerja sebagai penyelenggara Debat Pilkada Kota Makassar, tepatnya Debat yang kedua. Debat pertama telah diselenggarakan media lain.

Sampai kepada model seperti itu terdorong karena 2 hal. Pertama, kami harus memfasilitasi Debat yang pesertanya berjumlah 10 Paslon. Sepuluh. Faktor durasi waktu tentu menjadi tantangan besar. Kami harus "menjaga" agar Debat tidak ngalor-ngidul dan mencapai katakanlah 50% porsi waktu, sementara substansi bahasan baru mencapai 20%. Pula, harus secara eksak menjatahkan waktu-bicara yang adil (sama persis) pada tiap Paslon.

Alat kendalinya adalah "daftar pertanyaan". Saya lebih memilih menyebutnya "ruang pertanyaan". Nah, para Paslon kami "kurung" pada ruang tersebut, agar fokus. Konsekuensinya, mereka berhak mengenal "ruang" tersebut. Mereka harus diberi bayangan di depan apa yang menjadi bakal pertanyaan.

Yang kedua, bersifat filosofis. Kami beranggapan siapa pun Paslon yang akan menjadi Walikota dan Wakil Walikota nantinya, persoalan yang mereka hadapi nantinya saat memerintah akan datang secara terbuka. Untuk menjawab persoalan tersebut mereka boleh "open book" (wajib, bahkan, di antaranya wajib patuh pada "buku aturan" atau hukum yang ada).

Selain boleh open book, mereka tidak harus menyelesaikan persoalan secara individual, karena di bawah mereka ada jajaran Kepala Dinas/Badan plus Sekretariat Daerah yang dikepalai Sekretaris Daerah. Yang kita harapkan dari mereka nantinya adalah output-output kebijakan (terhadap persoalan yang akan ditangani).

Karena Pilkada itu bersifat kompetisi (pun demikian untuk Pilpres), maka kami menyediakan ruang "pertarungan" gagasan secara langsung, yaitu: tanya-jawab langsung antar-paslon. Tentu, kami selaku penyelenggara tidak tahu apa yang akan ditanyakan satu paslon kepada paslon lainnya karena hanya para paslon yang tahu. Itulah sifat tertutupnya.

Selanjutnya: siapa yang membangun ruang pertanyaan?

Kami mendaulat sejumlah akademisi dan aktivis masyarakat di Makassar. Mereka-mereka yang punya keahlian dan pengetahuan pada sub-sub thema yang akan diperdebatkan. Kami workshop dengan mereka. Dari merekalah pertanyaan-pertanyaan lahir. Susunan kalimat pertanyaan kami elaborasi berulang kali agar formulasinya jelas dan tidak membingungkan.

Saya kemudian menghabiskan 2 hari, nyaris penuh, melenting dari 1 markas pemenangan ke markas pemenangan lainnya. Ada yang di hotel, ada yang di ruko, ada yang di rumah biasa. Menjelaskan kepada pada para Paslon teknikal penyelenggaraan Debat, menyerahkan ruang pertanyaan untuk mereka pelajari.

Tak semua pertanyaan yang ada dalam ruang akan tertanyakan pada mereka, tapi yang ditanyakan kepada mereka nantinya tidak akan "lari" dari ruang. Kecuali pertanyaan dari paslon lain.

Debat berlangsung lancar, terjadi tukar menukar gagasan secara sehat dan bersemangat, bahkan banyak tawa terselip. Tidak perlu muncul pertanyaan menjebak semacam menyelipkan "singkatan-singkatan" teknis seperti "TPID".

Dari situ warga Kota Makassar dapat melihat dengan jelas, siapa Walikota dan Wakil Walikota yang paling pas memimpin mereka selanjutnya.

Demikian.

***