Oleh: Aditya Akbar
Serangan corona makin menggila dan masyarakat diminta untuk makin waspada, karena makin banyak cluster bermunculan. Mulai dari cluster perkantoran hingga cluster pasar, semua sangat berbahaya.
Karena masyarakat seolah amnesia bahwa saat ini masih masa pandemi, sehingga melupakan protokol kesehatan dan mengabaikan physical distancing.
Selama setahun kita dibayang-bayangi mimpi buruk bernama pandemi covid-19. Selama pandemi belum usai, virus ini malah bermutasi menjadi lebih ganas.
Anehnya di tengah pemberitaan mutasi virus, masyarakat malah dengan sengaja melanggar protokol kesehatan, sehingga membentuk cluster corona baru.
Siti Nadia Tirmizi dari Kementrian Kesehatan menyatakan bahwa terbentuknya cluster corona baru karena masyarakat abai pada protokol kesehatan.
Dalam artian, protokol bukanlah sebuah peraturan di atas kertas, melainkan harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Karena tidak ada yang mau kena corona, bukan?
Cluster yang pertama adalah cluster perkantoran.
Menurut data tim satgas covid-19 DKI Jakarta, sebanyak lebih dari 70 perkantoran menjadi cluster corona baru dan jumlah pasiennya 2 kali lipat daripada bulan lalu.
Masyarakat tentu kaget karena baru saja work from home diakhiri dan mereka kembali masuk kantor, malah ada cluster baru yang terbentuk.
Cluster perkantoran tentu amat berbahaya karena bisa merembet jadi cluster keluarga, karena pekerja yang tertular dari OTG akan membawa virus ke anak dan istrinya. Oleh karena itu, cluster perkantoran harus dibabat, dengan menutup kantor selama 14 hari dan disemprot disinfektan.
Setelah itu, pegawai tidak boleh full masuk semua, melainkan maksimal 50%, agar ada physical distancing. Sisa pegawai melakukan pekerjaan di rumah alias work from home, lalu minggu berikutnya dirotasi jadi work from office.
Mereka yang ngantor juga wajib pakai masker dan tidak boleh dilepas sama sekali, kecuali saat makan. Pencegahan ini harus dilakukan agar tidak ada korban berikutnya.
Cluster baru yang juga terbentuk adalah cluster buka bersama. Di bulan puasa, acara buka bersama sudah umum dilakukan di masyarakat.
Namun mereka lupa bahwa saat ini pandemi, dan tamu yang diundang untuk makan-makan bisa jadi berstatus OTG. Ketika mereka berbuka, maka akan otomatis melepas masker dan menyebarkan droplet, sehingga menyebarkan virus covid-19.
Apalagi jika buka bersama dilakukan di tempat umum seperti rumah makan, penyebaran corona akan makin meluas. Karena korbannya bukan hanya pengunjung yang makan di sana, melainkan juga pelayan, kasir, dan pegawai rumah makan. Mereka yang tidak tahu jika terjangkit virus covid-19, lalu tidak sengaja menularkannya ke keluarga di rumah.
Cluster yang juga mengkhawatirkan adalah cluster pasar. Seperti yang kita tahu, jelang lebaran banyak yang berburu baju baru dan asesorisnya di pasar seperti Tanah Abang. Setelah THR turun, mereka langsung menuju pasar dan memborong busana muslim, kerudung, mukena, sepatu, dll.
Sayangnya pengunjung terlalu bersemangat untuk shopping sampai rela berdesak-desakan di pasar. Tentu hal ini melanggar protokol kesehatan physical disctancing. Untuk mencegah meluasnya cluster, maka akan dibuat pembatasan pengunjung pasar sehingga tidak menimbulkan kerumunan.
Cluster corona baru ini tentu sama-sama mengenaskan karena menunjukkan bahwa masyarakat masih belum menaati protokol kesehatan. Jangan lupa untuk pakai masker, bukan hanya karena takut ditangkap oleh aparat. Juga selalu cuci tangan dan membawa hand sanitizer serta jaga jarak minimal 1 meter.
Lebih baik mencegah daripada mengobati.
Janganlah kita masuk ke dalam cluster corona baru dan usahakan agar selalu menati protokol kesehatan. Hindari kerumunan dan tahan diri untuk tidak shopping ke pasar, karena saat ini sudah banyak online shop yang menawarkan koleksi fashion yang lengkap dan harganya terjangkau.
Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews