Tuhan menciptakan Agama, agar manusia mempunya tuntunan moral dan akhlaknya, namun bagi sebagian orang agama dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan memuluskan perbuatan dosa.
Saya mencoba menganalisis Inspirasi pemikiran Kartini tentang agama, dan relevansinya dengan politik Identitas kekinian. Bisa jadi Inspirasi Kartini memaknai filosofis agama tersebut untuk dimaknai secara universal, tapi saya mengaitkannya dengan politik Identitas yang masih hangat dibicarakan.
Mari kita simak seperti apa kutipan filosofis tentang agama yang dituliskan Kartini, sehingga terus relevan sampai saat ini.
"Agama memang menjauhkan kita dari dosa, namun berapa banyak perbuatan dosa yang kita lakukan atas nama agama"
Makna filosofis dari kutipan Kartini ini sangat dalam, dan sangat luas tafsirnya. Lihatlah politik identitas yang mengatasnamakan agama, dimana agama betul-betul hanya dijadikan kemasan bukanlah anutan.
Tanpa perasaan berdosa, mereka begitu ringan memainkan identitas agama untuk tujuan politik. Padahal mereka yang terlibat dalam politik identitas agama tersebut, adalah orang-orang yang mengerti apa itu dosa, tapi tanpa merasa berdosa mereka menikmatinya.
Seseorang bisa mendadak menjadi ulama hanya atas dasar kepentingan politik. Dengan kemasan agama pula masyarakat untuk memilih pemimpin yang dianggap sesuai dengan fatwa. Ini adalah hal yang menjerumuskan masyarakat kedalam kesesatan dalam beragama.
Sementara pemimpin yang dipilih, Sama sekali tidak mewakili nilai-nilai yang disyari'atkan agama, tapi atas dasar berbagai kepentingan politik, hal itu dipaksakan menjadi pilihan, lantas masyarakat pun didoktrin untuk memilih karena merupakan pilihan ulama.
Contoh lain, sosok politisi yang sengaja dicitrakan sebagai politisi yang agamis, karena dari Partai yang berbasis agama. Serta merta tokoh ini dianggap panutan, hanya karena kemasan agama. Suatu waktu dia tergelincir dalam tindakan kejahatan korupsi yang sangat memalukan.
Hanya karena satu agama dengan masyarakat kebanyakan, maka kadang tindakan hukum yang disalahkan. Padahal nyata-nyata dia sudah melakukan kejahatan. Kadang kita mudah menjadi maklum hanya karena agama, oleh karena itulah akhirnya agama mudah dijadikan alat politik.
Inilah relevansinya kutipan kartini tentang agama diatas, dengan politik Identitas agama yang sedang menjadi trend dinegara kita ini. Mereka yang mengemas politik dengan agama begitu dipuja, seakan-akan bagian dari manusia yang tidak boleh berdosa.
Masyarakat yang masih konservatif, memandang semuanya dengan pandangan yang lurus, tidak pernah menyadari kalau sedang diperalat politik dengan agama. Sehingga mudah bermusuhan sesama anak bangsa, hanya karena agama.
Sesama suku, sesama etnis, dan sama agama, begitu mudah diadu domba oleh orang-orang yang menggunakan agama untuk kepentingan politik. Kita mudah terkesima dengan kemasan fisik seseorang, tapi tidak ingin melihat akhlak dan prilakunya.
Diluar kaitan politik, kita juga melihat dengan Mata telanjang, orang-orang memanfaatkan identitas agama untuk kepentingan pribadi dan kepentingan syahwatnya, Naudzublillah'min zalik. Karena memang dengan agama bisa mengelabui siapa saja.
Inilah yang menyedihkan, padahal Tuhan menciptakan Agama, agar manusia mempunya tuntunan moral dan akhlaknya, namun bagi sebagian orang agama dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan memuluskan perbuatan dosa. Inilah yang merusak kemuliaan agama.
Kartini menuliskan kutipan agama tersebut, pastinya atas dasar apa yang dia lihat dan dia saksikan didalam masyarakat, Inspirasi itulah yang melahirkan kutipan tersebut, artinya pemanfaat agama secara tidak semestinya itu sudah terjadi sejak dahulu Kala. Sayangnya sampai sekarang agama masih terus dimanfaatkan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews