Galau Tiga Hari

Jangan pening kemudian kecil hati kalau belum tampak hasil. Teruslah peduli, bangun solidaritas. Bangsa ini membutuhkan langkah-langkah kecil meskipun kadang-kadang bikin galau.

Kamis, 17 Oktober 2019 | 06:17 WIB
0
302
Galau Tiga Hari
Ilustrasi galau (Foto: ceritamedan.com)

Minggu lalu bertemu seorang pejabat. Kami berdiskusi tentang isu-isu aktual termasuk Papua. Loh... kok gak nyambung? Memahami terminologi pun keliru. Hampir pingsan rasanya.

Lalu kasus penusukan Menko Polhukam Wiranto. Makin membuat heran karena bisa-bisanya kebencian mengalahkan rasa kemanusiaan. Anggaplah kita semua benci pada Wiranto, ada atau tidak ada alasannya. Apakah sudah tak ada lagi etika dan rasa kemanusiaan tersisa untuk bisa menahan diri agar tidak nyinyir?

Duh... jadi inget nasihat orang tua. Sekalipun tidak suka, disakiti, janganlah menginjak-injak orang yang menyakitimu itu ketika ia sudah jatuh terkapar. Ulurkan tanganmu untuk menolong. Kalau tidak mau? Ya sudah tutup mulut. Diam saja.

Galau masih menyelimuti sejak awal pekan hingga hari ini ketika bertemu seorang sahabat. Ia isteri pensiunan jenderal, yang juga pekerja kemanusiaan. Kami makan siang. Dan sekali lagi, berbagi cerita dari soal pejabat yang “joko sembung” sampai trend istri prajurit yang nyinyir.

Selesai makan, tak lengkap kalau tidak menikmati pahitnya hidup dalam secangkir kopi. Kami pun pindah ke cate. Dan dalam perpindahan dari restoran ke cafe itulah kesadaran terbangun.

“Kita ini macam bisa menyelesaikan masalah aja. Kebentur birokrasi langsung sewot, ketemu radikalisme langsung mau bikin ini dan itu. Macam betul saja...”

Celetukan itu membuat kami berdua tertawa. Kenapa kita gak menicure-pedicure saja? Atau ke rumah spa, gosok-gosok badan supaya wangi? Kenapa harus menghabiskan uang untuk kerja sosial ini dan itu?

Dan dalam secangkir kopi pahit, galau tiga hari pun larut. Sekelas Bunda Teresa pun, yang mewakafkan hidupnya untuk bekerja menemani orang miskin dan kelaparan, toh sampai sekarang tetap ada orang yang terlantar dan kesepian.

Jadi? Tetaplah bergerak meskipun seolah-olah tak ada artinya. Jangan pening kemudian kecil hati kalau belum tampak hasil. Teruslah peduli, bangun solidaritas. Bangsa ini membutuhkan langkah-langkah kecil meskipun kadang-kadang bikin galau. 

Kristin Samah

***