Jika Indonesia bisa ikut serta duduk dalam perundingan damai tentang Afghanistan, kontribusi ini akan mengingatkan kita akan sumbangsih Indonesia di Konferensi Asia-Afrika di Bandung.
Kementerian Luar Negeri RI baru-baru ini tidak dapat menyangkal bahwa memang benar laporan yang menyebut sejumlah delegasi kelompok Taliban berkunjung ke Jakarta baru-baru ini.
Dilaporkan adanya delegasi yang dipimpin langsung oleh Mullah Abdul Ghani Baradar, wakil pimpinan Taliban ke Jakarta dan sempat bertemu secara informal dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, akhir Juli 2019 lalu.
Sementara itu, Taliban enggan berkomunikasi langsung dengan pemerintah Afghanistan yang didukung Amerika Serikat sebelum melepaskan dukungan terhadap pemerintah Afghanistan sekarang ini. Di sisi pemerintah Afghanistan, jika AS menarik dukungan dan keluar dari wilayah itu, konflik antar suku kembali terjadi.
Hal ini, meski tidak disebutkan hasil pembicaraan delegasi Afghanistan, di mana juru bicara Taliban, Zabinhulllah Mujahed mengatakan delegasinya berkunjung ke Jakarta untuk memperkuat relasi politik dan kerja sama antara Indonesia-Afghanistan di masa depan, tetapi kalimat ini memang harus diperinci lebih lanjut.
Bagaimana pula sebenarnya Indonesia di mata pemerintah Afghanistan sekarang ini yang selalu mendukung kehadiran pasukan Amerika Serikat di wilayah sengketa tersebut.
Ketika berada di Indonesia, Mullah Andul Ghani Baradar ditemani delapan delegasi Taliban. Lawatan ini, dilakukan karena pemerintah dan akademisi Islam Indonesia terus memberi dukungan terkait proses perdamaian di Afghanistan.
Pada Mei lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga sempat menemui Baradar di Doha, Qatar. Pada waktu itu, Amerika Serikat dan beberapa negara Arab berusaha juga mencari solusi perdamaian di Afghanistan.
Lihat peta kehadiran Amerika Serikat di Afghanistan. Sangat berpengaruh pula kepada negara tetagganya Republik Revolusioner Islam Iran yang kini didukung Rusia. Pengaruh Rusia sekarang tidak boleh dilihat sebelah mata, karena seusai Afghanistan berubah dari kerajaan ke republik, pada masa itu, 27 April 1978, pasukan Soviet lah ( istilah Rusia waktu itu) yang menduduki Afghanistan hingga 10 tahun kemudian. Setelah pasukan Soviet menarik diri, kelompok Taliban menguasai wilayah penting, meski tidak semua wilayah dikuasai.
Pada bulan September 1996, kelompok Taliban yang merupakan pecahan kelompok Mujahidin dan terdiri dari kaum santri itu, awalnya terdiri dari mahasiswa teologi tamatan Pakistan berhasil menguasai hampir 90 persen wilayah Afghanistan. Karena kelompok ini berkiblat ke Pakistan, maka Pakistan merupakan negara pertama yang mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan.
Tetapi Taliban tidak terlalu lama berkuasa. Amerika Serikat berusaha menguasai wilayah Afghanistan tersebut. Yang menariknya, Pakistan yang mendukung Taliban adalah sekutu dekat Amerika Serikat. Sikap Pakistan yang mengizinkan wilayah udaranya dipakai pasukan Amerika Serikat, sebetulnya mempermudah perdamaian di wilayah Afghanistan. Tetapi yang kita saksikan tidak seperti itu.
Oleh karena itu, benar jika kunjungan delegasi Afghanistan datang ke Jakarta dan meminta pandangan secara non formal kepada Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, karena Jusuf Kalla memang sudah lama berniat menyelesaikan konflik ini. Apalagi Jusuf Kalla pernah menyelesaikan berbagai konflik di Indonesia dan ia bersama Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun sudah pernah pula melihat langsung situasi dan kondisi sebenarnya di Afghanistan.
Jika Indonesia bisa ikut serta duduk dalam perundingan damai tentang Afghanistan, kontribusi ini akan mengingatkan kita akan sumbangsih Indonesia di Konferensi Asia-Afrika di Bandung bulan April, 1955 yang sukses dan berhasil.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews