Indonesia belum memiliki program unemployment benefit. Rencana untuk ini sebenarnya sudah mulai dipromosikan ILO sejak 2003 silam.
Kartu Prakerja, salah satu dari tiga kartu baru program pemerintah memantik percakapan cukup hangat. Pertama karena ia sebuah terobosan menarik. Kedua karena diumumkan menjelang hari-H pilpres 2019.
Dari banyak percakapan tentang kartu ini tampaknya publik belum sungguh mengerti barang apa sebenarnya ini. Ada yang memandangnya sejenis program jaring pengaman sosial bagi pengangguran, ada pula yang melihatnya sekadar bansos termporer, sebuah konsesi populis yang politis.
Saya pertama kali mendengar gagasan pengangguran dibayar negara pada awal 2000-an dari ekonom yang juga Kompasianer Faisol Basri. Ia sampaikan dalam sebuah diskusi kecil dengan kelompok pergerakan pemuda di Bandung. Saat itu Faisol datang bersama Budiman Sudjatmiko. Keduanya sedang merintis organisasi yang jika tak salah ingat, namanya Pergerakan Indonesia.
Organisasi itu layu sebelum bertumbuh besar, mungkin karena ditinggal Budiman studi ke London. Kebetulan saat itu saya juga dikirim ke Bandung untuk mem-back up perlawanan buruh Garuda yang dalam unjukrasanya melakukan--aksidental--perampasan senjata aparat.
Mendengar Om Faisol Basri lontarkan gagasan pengangguran ditunjangi negara--seperti di Amerika Serikat katanya--saat itu saya pikir berlebihan, bahkan utopis untuk konteks Indonesia. Sebab bagaimana bisa membayangkan ada tunjangan pengangguran di masa pemerintah (saat itu) gencar-gencarnya menjalankan agenda IMF dan Bank Dunia memotong belanja publik yang tergolong subsidi?
Apakah kiranya program Kartu Prakerja pemerintah saat ini adalah pewujudan gagasan Faisol Basri hampir 2 dekade lalu itu? Saya kira tidak juga.
Tunjangan negara terhadap pengangguran yang saat itu digagas Om Faisal Basri adalah apa yang di dunia dikenal sebagai unemployment benefit atau sering disebut pula sebagai unemployment insurance dan unemployment compensation.
Unemployment benefit lazimnya adalah pemberian tunjangan negara kepada buruh yang bukan karena kesalahan sendiri mengalami PHK, lay-off, atau sekadar pengurangan jam kerja dan karena itu juga pengurangan upah. Tujuan program ini adalah sebagai jaring pengaman sosial.
Indonesia belum memiliki program unemployment benefit. Rencana untuk ini sebenarnya sudah mulai dipromosikan ILO sejak 2003 silam. Om-Tante bisa membacanya dalam dokumen ILO PROJECT INS/00/M04/NET "Restructuring of the social security system (Part 4)."
Namun baru setelah 16 tahun lamanya, Kementerian Tenaga Kerja pemerintahaan saat ini mulai serius memikirkannya. Pada Februari lalu, Dirjen Pelatihan dan Pengembangan Produktivitas di Kemenaker, Bambang Satrio Lelono mulai melakukan pembicaraan dengan BPJS soal unemployment benefit.
Jangan salah! Unemployment benefit yang sedang dibicarakan Kemenaker dengan BPJS tak ada hubungan dengan Kartu Prakerja.
Kartu Prakerja kiranya tak cocok dikategorikan ke dalam social safety net. Tujuannya bukan untuk menjaga tingkat kesejahteraan para pemuda fresh graduade yang masih menganggur. Jika bertujuan seperti itu, tentulah tak perlu ada pembatasan hanya diberikan kepada anak-anak muda yang (baru) lulus SMA, SMK, politeknik atau perguruan tinggi yang telah mengikuti program pelatihan kerja terstandarisasi dari pemerintah.
Jika melihat sasaran penerimanya, Kartu Prakerja lebih cocok dianggap insentif bagi para pencari kerja agar mau meningkatkan kapasitasnya dengan mengikuti program pelatihan yang disediakan pemerintah. Jadi lebih seperti "gimmick." Yang saya maksudkan adalah gimmick dalam pengertian lazim dalam bisnis atau pemasaran, bukan seperti yang berkembang dalam dunia politik semasa kampanye ini.
Program Kartu Prakerja pemerintah saat ini kira-kira sama seperti rencana Partai Buruh di Selandia Baru. Saya tak tahu apakah mereka berhasil menggolkan itu di parlemen atau tidak.
Suatu ketika di Wellington, saya mendapat newsletter dari anggota parlemen Partai Buruh Selandia Baru. Isinya kabar apa yang sudah dan sedang diperjuangkan dirinya dan partainya di parlemen. Dalam edisi yang saya dapatkan itu, isu utama yang dibahas adalah perjuangan Partai Buruh menggolkan program hak studi selama 2 tahun bagi setiap buruh.
Apapun pekerjaannya, setiap buruh berhak mendapatkan jatah belajar lagi selama 2 tahun. Mereka boleh mengambil kursus, pendidikan vokasi, sekolah pascasarjana, atau apapun, dan negara yang akan menanggung pembayaran upah mereka selama masa itu.
Tujuan program ini adalah peningkatan kapasitas buruh Selandia Baru dalam menghadapi persaingan yang kian kencang oleh globalisasi.
Atau jika dilihat dari penerimanya, program Kartu Prakerja ini mungkin serupa Newstart Allowance dan Youth Allowance for job seekersdi Australia. Melalui program newstart allowance, Pemerintah Australia memberikan tunjangan kepada pencari kerja yang berusia antara 22 tahun hingga usia pensiun.
Sementara tunjangan program Youth Allowance for job seekers diberikan keppada pencari kerja berusia di bawah 21 tahun. Syarat utama kedua program ini adalah si penerima benar-benar sedang mencari kerja dan selalu memberikan laporan perkembangan berkala sejauh mana usaha pencarian kerjanya sudah berjalan. Si penerima tunjangan juga disyaratkan mengikuti program rencana jalur kerja yang disediakan dan menerapkan langkah-langkah dalam rencana tersebut.
Ditinjau dari mekanismenya, Kartu Prakerja pemerintah sekarang lebih mirip Newstart Allowance dan Youth Allowance for job seekers di Australia. Namun tujuannya berbeda. Dua program tunjangan pemerintah Australia ini bernaung di bawah regulasi social security act. Karenanya patut diduga tujuannya terkait jaring pengaman sosial.
Ditinjau dari tujuannya, program Kartu Prakerja lebih mirip rencana program Partai Buruh Selandia Baru--entahlah, mereka berhasil golkan itu atau tidak--, yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar lebih berdaya saing di dunia kerja.
Tampaknya Kartu Prakerja memang mata rantai dari fokus pembangunan sumber daya manusia yang dicanangkan pemerintahan saat ini untuk enam tahun ke depan. Maka lebai jika menyangka ini konsensi populis petahana demi kemenangan dalam pilpres 2019.
Semoga, jika pemerintahan yang sekarang terpilih kembali, program ini bisa berjalan dengan baik. Tetapi kita berharap jika toh yang terpilih adalah capres penantang, semoga program ini tidak ditiadakan seperti wacana yang mereka sampaikan dalam masa kampanye capres ini. Sangat disayangkan jika terobosan sebaik ini akhirnya gagal hanya karena pemerintahan berganti.
Berlanjut atau tidaknya program baik ini, rakyat Indonesia penentunya. Demi masa depan sumber daya manusia Indonesia yang tangguh menyongsong era revolusi industri 4.0, mari dukung pewujudan program kartu prakerja.
***
Sumber:
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews