Arab dan China dalam Perdebatan Politik

Perdebatan Arab, China menjadi panjang dan liar. Sebaiknya sudahi. Bagaimanapun Arab dan China mempunyai jasa masing-masing dalam kemajuan bangsa ini.

Sabtu, 11 Mei 2019 | 14:55 WIB
0
633
Arab dan China dalam Perdebatan Politik
Ilustrasi etnis Cina (Foto: BBC.com)

Kalau ada klaim pribumi di negara Indonesia dalam gorengan politik kebangsaan saat ini siapakah yang sebenarnya yang paling berhak. China, Arab, Melayu, Negro atau Bule. Dalam sejarah, mereka ketika ada pantai, laut dan daratan selalu ada  perkawinan/pernikahan antar suku, antar ras.

Bagaimana bisa mengklaim bahwa Jawa adalah pribumi asli, China tetaplah China, Arab identik dengan Islam dan akan selalu dikaitkan dengan paham yang Wahabi,  Syiah, Sunny.  Arab di Indonesia terkenal dengan Ulama yang bergelar Habib dan profesi semacam dokter yaitu Tabib.

Kajian sejarah dari literatur mengatakan bahwa orang orang Indonesia berasal dari hapogroup Austronesia, Melanesia dan Austroasiatik. Proporsinya berbeda- beda tergantung wilayah dan tempat tinggalnya. Menurut Nicolas Brucato peniti dari laboratorium  Antropologi Molekuler dan sintesis  citra (AMIS) Universitas Toullouse Perancis menyatakan warisan genetis  orang- orang Indonesia dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan (sumber:tekno.tempo.co)

Saya mengenal orang orang Arab di kota Muntilan sebagai pedagang berbagai alat stasionery,dan buku terutama buku- buku agama Islam. Arab identik dengan tabib dan pedagang buku itu yang saya tahu sejak dulu.

Kiprah orang- orang Arab yang masuk dalam dunia politik baru saya dengar akhir-akhir ini heboh sejak Rizieq Shihab yang mendirikan ormas FPI. Sebelumnya citra Arab itu tidak seheboh sekarang. Melihat kotbah-kotbah sejuk dari Quraish Shihab, Tokoh pemerintahan seperti Ali Alatas dan teladan keturunan Arab yang memang jarang masuk dalam politik praktis.

Baca Juga: Bahar bin Smith, Soal Majas dan Citra Buruk Keturunan Arab

Beberapa tahun belakangan ini pengajian- pengajian Islam menarik dan bisa mendatangkan massa banyak ketika wajah Arab dengan Surban dan gelar- gelar habibnya mulai mendapat tempat. Pengajian kurang sempurna jika tidak memasang wajah- wajah Arab dengan gelar mentereng Habib sebagai jaminan mendatangkan massa.

Di Jakarta. spanduk, banner di segala sudut selalu muncul sosok Seperti Rizieq Shihab dan sejumlah Uztad berwajah Arab. Banyak Jemaah yakin dengan kotbah- kotbah habib karena percaya Habib merupakan keturunan langsung Nabi mampu memberi pembeda daripada ustad- ustad  berwajah Melayu, atau ustad yang lebih menyuarakan kotbah dengan pendekatan kultural.

Mereka melakukan syiar dengan media wayang, ketoprak, dan bentuk kesenian- kesenian yang masih lestari di Jawa terutama Jawa tengah dan Jawa Timur. Pendekatan budaya memberi kesan damai, sehingga syiar agama tidak   radikal. Yang identik dengan paham agama keras mengarah ke paham yang dibawa dari tanah Arab.

Jejak Syiar Rasulullah di Arab dengan gambaran alam penuh padang pasir selalu identik dengan kekerasan. Ganasnya medan mempengaruhi cara- cara seseorang untuk melakukan pendekatan keagamaan secara lebih lugas. Maka tak pelak lagi peperangan, bentrokan fisik menjadi kebiasan.

Kehidupan yang keras mau tidak mau dihadapi dengan keras. Konflik yang biasa dihadapi negara-negara Arab tidak bisa disamakan dengan Indonesia. Sudah lama Indonesia hidup  dengan segala kekayaan kulturalnya. Sunan Kalijaga tidak perlu melakukan kekerasan untuk bisa menyiarkan agama Islam secara damai. Ia masuk dalam kebudayaan setempat, berbaur dan melakukan ritual Jawa yang dulunya masih terpengaruh budaya Hindu dan Budha.

Pun,  budaya Jawa  masih menghormati keberadaan alam semesta. Bahwa pohon, batu, dan benda- benda alam itu harus diajak berdialog diberi sesajen untuk mengingatkan manusia bahwa manusia harus harmonis selaras dengan suasana alam yang perlu diajak kerja sama.

Memang terkesan kuno dan aneh. Kenapa harus ada sesaji bumi  dalam langkah-langkah memahami sangkan paraning dumadi. Nyatanya filsafat Jawa amat dalam maknanya. Maka siapapun yang ingin syiar keagamaan di tanah Jawa harus mengerti pola pendekatan setempat untuk bisa memahami orang- orang Jawa.

Dan orang-orang Arab, China, Melayu mau tidak mau mengikuti kultur Jawa. Nyatanya kebudayaan menenangkan dan agamapun berkembang tanpa gejolak berarti. Bukan hanya Jawa suku suku lain Seperti Sunda, Batak, Timor, Toraja, Minang mempunyai jejak kulturalnya sendiri. misionaris agama harus mengerti budaya yang sudah diwariskan turun temurun untuk mendapat simpati.

Kini ketika orang- orang Arab (tertentu yang mengusung Mazhab tertentu yang ingin memaksakan kehendak untuk mengubah ideologi negara) mencoba melakukan pendekatan syiar secara frontal dengan mengajarkan juga hukum , budaya, paham asli Arab untuk diterapkan di Indonesia yang penuh ragam suku, etnis, bahasa dan adat istiadat, ada gejolak yang membuat masyarakat terkaget- kaget.

Apalagi terjadi tsunami agama yang akhirnya menimbulkan konflik. Fanatisme, radikalisme mulai mengakar dalam masyarakat yang multi ras ini. Para pemuka agama mulai membentur- benturkan keaslian ajaran agama dengan pemaksaan kehendak dan hukum yang dibawa oleh Alim Ulama keturunan.

Mereka yang bermuka Arab selalu mendapat prioritas untuk didudukkan sebagai Ulama personifikasi Nabi. Wajah Arab tiba- tiba mendapat keistimewaan, Dengan  pengetahuan agama yang dibawa  mereka berani ceramah dengan segala identitas keagamaannya sorban, baju putih, jenggot. Lulusan Mesir Arab dan sekitarnya seperti jaminan untuk mendapat tempat terhormat sebagai penceramah yang jempolan.

Politik telah menajamkan identitas. Politik yang profan (tidak beragama) masuk melibatkan Ulama dadakan mencoba mempengaruhi massa yang tengah bingung bagaimana memahami kehidupan sementara agama membuat masyarakat terkotak- kotak dalam fanatisme.

Sekarang konflik negara, ayunan bandul kekacauan yang hadir salah satu sumbernya adalah agama. Padahal semua agama mengajarkan tentang kedamaian, kasih sayang, cinta kasih, saling menghargai perbedaan. Dulu agama tidak menjadi penghalang dalam pergaulan karena agama adalah urusan individu manusia dengan Tuhan. Sekarang apa- apa divonis pelecehan, penghinaan, penistaan jika menyinggung masalah agama. Atau ada orang dengan candaan secara tidak sengaja  dianggap melecehkan pemuka agama.

China yang sejak dulu identik sebagai pedagang, penguasa perekonomian, penggerak rantai  kekayaan dan juga perjudian selalu menjadi korban dari isu- isu sara. Asing, Aseng’ Kamu China, Non Pribumi penjajah ekonomi dan sematan negatif lainnya yang membedakan pribumi dan non pribumi. Padahal jasa China dalam persebaran agama tidak kurang- kurang.

Agama Islam berkembang berkat bangsa Yunan yang ikut mengembara sampai bumi Nusantara ini. Selain berdagang mereka mengenalkan ajaran Islam. Cerita tentang Panglima Chengho, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga. Kalau merunut sejarah tidak ada yang asli pribumi di Indonesia. China, Melayu, Arab, Negro, India berbaur saling berbaur. Ada Jawa Keturunan Arab, Jawa Keturunan China. Batak menikah dengan orang Jawa. Batak dengan Bule.

Mereka lahir dan besar dan kultur Indonesia yang kental. China Indonesia juga akan bingung jika diajak bicara mandarin, lebih fasih berbahasa Indonesia atau Jawa, lebih medok berbahasa daripada jawanya sendiri yang kebarat- baratan dan jarang menggunakan bahasa ibu.

Lalu mengapa dalam politik selalu diungkat–ungkit masalah pribumi dan non pribumi. Inilah masalah seriusnya. Jika belajar sejarah maka tidak seorangpun berhak mengklaim bahwa ia pribumi asli. Gus Dur mempunyai silsilah sebagai keturunan China. Lalu apa masalahnya jika Presiden Jokowi misalnya keturunan China?

Tidak ada yang memastikan bahwa seseorang yang mendiami bumi Nusantara ini sebetulnya berdarah Yunan, berdarah India berdarah Arab. Lihat saja apakah orang- orang Sunda atau Jawa wajahnya mirip dan menampakkan struktur anatomi sama yang melekatkan keaslian pribumi.

Baca Juga: Tionghoa, Arab, Jawa Berebut Gubernur Jakarta, Itulah Indonesia!

Jadi, aneh jika dalam setiap gelaran pemilu, pesta politik identitas dibentur-benturkan. Tengok lagi sejarah, bagaimana jasa China dalam persebaran agama. Lalu pelajari sejarah apakah Arab identik dengan Islam. Orang Arabpun tentu datang ke Indonesia dalam berbagai profesi. Ada yang datang untuk berdagang, mengembangkan kemampuan sebagai ahli meracik obat dan medis seperti tabib, datang hanya sekedar berlibur dan rehat menenangkan diri di puncak.

Karena tidak ingin dianggap melakukan zina mereka melakukan kawin kontrak dengan penduduk setempat. Mereka tentu  mempunyai beragam karakter ada yang jahat, baik hati, mungkin ada yang menjadi pengedar obat terlarang. Semua suku bangsa mempunyai orang- orang dengan berbagai latar belakang. Ada yang jahat, licik, suka menipu, suka melakukan korupsi, atau banyak yang polos bersih jiwanya bersih hatinya.

Sekarang politik telah membentur- benturkan pemahaman bahwa  misalnya Arab adalah penerus ajaran Nabi, China adalah aseng penguasa perekonomian dan perdagangan, Tauke yang selalu memeras pribumi. Jawalah yang berhak menjadi pucuk pimpinan kekuasaan.

Perdebatan Arab, China menjadi perdebatan panjang dan liar. Maka sebaiknya sudahi polemik tersebut. Bagaimanapun Arab dan China mempunyai jasa masing-masing dalam kemajuan bangsa ini.

Mereka adalah bagian tidak terpisahkan dari sejarah budaya dan kemerdekaan Indon, berjasa dalam kemajuan bangsa baik dari sisi budaya, pendidikan dan penyebaran agama yang damai dan penuh warna. Jangan dibentur- benturkan. Salam Damai.

***