Kenyataan di Balik Deklarasi Pemilu Damai

Senin, 25 Februari 2019 | 05:41 WIB
0
462
Kenyataan di Balik Deklarasi Pemilu Damai
Ilustrasi Pemilu (Foto: Kompas.com)

Pesta Demokrasi makin hangat, karena waktu untuk pemilihan sudah semakin dekat. Adanya beda pilihan mengakibatkan banyak gesekan di dalam masyarakat Indonesia. Kalau saya membaginya dalam 4 golongan. golongan pro 01, golongan pro 02, golongan belum menentukan pilihan. Terakhirnya, Golongan Tidak Memilih.

Antargolongan ini sering saling lempar ejekan satu-sama lainnya. Kalau golongan pro 01 dan 02 tidak perlu saya jelaskan lagi, karena dari persekusi sampai perang tagar kerap dilakukan. Golongan belum menentukan pilihan, namanya masih galau, kalau menyebarkan hoaks atau sedang protes, mereka akan menyerang golongan pro 01 dan 02. Untungnya hal ini masih jarang terjadi. Kalau Golongan terakhir ini, agar lebih singkat saya sebut Golput. Mereka juga menyerang pro 01 dan pro 02. Kalau tidak saya lihat, aksi mereka juga tak kalah sangar. Silahkan saja dilihat di media sosial Nurhadi-Aldo. Walau tujuan akun ini dibuat bukan bermaksud mengajak orang-orang untuk golput.

Kalau melihat fenomena ini, lelah tidak? Tiap hari ujaran kebencian, hoaks dan bertebaran di sekeliling kita. Saya mencoba mencari jawaban ke mesin perambah, kata ‘pemilu damai’. Mencoba adakah masyarakat umum yang peduli? Ternyata hasilnya sangat sedikit. Hanya hitungan jari.

Yang banyak keluar adalah deklarasi pemilu damai tapi pasti ada peran dari Polres dan Polsek setempat. Tapi mengetahui hal ini membuat rasa kagum saya akan peran dominan dari lembaga pemerintahan ini dalam mendukung pemilu damai. Mereka justru tidak mau sampai sudah kejadian baru sibuk sosialisasi, tetapi aktif secara langsung untuk pencegahannya.

Sempat ada deklarasi menarik dengan dakwah kocak dari Dai Jujun yang diadakan di Garut. Sangatlah tepat dibumbui humor walau hal yang dideklarasikan adalah hal yang serius. Bahkan melalui acara ini, bisa mengklarifikasi hoaks yang tersebar.

“Ceuk saha diteken? henteu uing mah, ayeuna dek dakwah dimana wae, di masjid atau di mana saja, bahkan ayeuna mah loba keneh masjidna daripada jamaahna (Kata siapa ditekan, saya tidak merasa ditekan, mau dakwah di masjid, dimanapun bebas, bahkan sekarang malah lebih banyak masjid daripada jemaahnya),” klarifikasi dari KH Jujun Junaedi, dai kondang nasional.

Ada juga deklarasi dari Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (FL2MI) Jawa Barat. Dengan total 17 perwakilan yang berlokasi di Jawa Barat tentunya. Acep Jamaluddin yang adalah pengurus FL2MI sekaligus Ketua Legislatif Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung, menyebutkan kegiatan ini selain mendeklarasikan pemilu damai, juga menguatkan peran mahasiswa dalam gelaran pesta demokrasi di Jawa Barat. Dengan cara turun langsung ke masyarakat untuk menciptakan keamanan dan kedamaian dalam pemilu nanti.

Dari kaum buruh juga tidak mau ketinggalan. Yaitu Buruh Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional (DPD SPN) DKI Jakarta. “Kami siap melaksanakan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif tanpa hoaks dan politisasi SARA”, ujar Yan Tumijan, yang juga berperan sebagai sekretaris DPD SPN DKI Jakarta. Para buruh juga menolak politik uang lantaran hal tersebut bisa merusak kualitas demokrasi tambahnya.

Yang terakhir saya angkat, karena sudah menghadirinya pada tanggal 17 Februari 2019. Bertempat di Hotel Santika Premiere, Slipi, Jakarta. Deklarasi Pemilu Damai dihadiri oleh 30 penulis. Peran penulis ini penting. Karena ujaran-ujaran kebencian dan intoleransi berawal dari berita.

Masyarakat mencerna dan menggunakannya sebagai peluru perang mereka di media sosial. Nah, yang repotnya kalau ada penulis yang mempunyai hobi menulis hoaks, ujaran kebencian pokoknya semua bertujuan ke arah intoleransi, karena artikel bombastis seperti inilah yang mempunyai nilai jual bagus.

Tingkat keterbacaan menjulang tinggi. Semakin tragis, semakin dicari. Nah, cara memeranginya tentu dengan tulisan juga bukan? Tapi tentunya bukan dengan dengan tulisan receh yang tidak bergizi. Dan di acara deklarasi yang diinisiasi oleh pepnews.com mengajari kami cara melawannya.

Salah satunya agar tidak perlu gunakan judul klik bait yang berlebihan kata Pepih Nugraha (Kang Pepih) yang adalah otak di balik acara ini. Dengan menggunakan kalimat yang tepat tetapi mengandung rahasia.

Kalau saya perhatikan ternyata banyak penulis perempuan yang menghadiri acara ini. Biasanya, perempuan kurang jago dalam menulis artikel politik, mungkin kurang tajinya dalam menulis artikel. Mereka, ehem, kami maksudnya menulis dengan perasaan. Jadi takut menyakiti. Jarang yang ‘jleb-jleb langsung ke hati’ kasarnya. Tapi justru dalam dunia nyata perkataannya mereka lebih mudah diterima.

Karena batu karang di pantai luluh karena deburan ombak dan hembusan angin, pelan-pelan namun pasti. Tapi kalau soal nyali tidak perlu ditanya. Dari obrolan sesama penulis perempuan, bagaimana mereka diintimidasi dari keluarga sendiri. Sampai-sampai ada kejadian orang tua penulis juga mendapat perlakuan tidak enak dari keluarganya. Seringkali mereka membawa-bawa kodrat perempuan. "Jangan menulis yang terlalu mengkritisi orang, Urus anak saja yang benar" kalimat-kalimat yang sering terlontar. Padahal kami bermaksud melawan hoaks, fitnah, memberitakan hal yang benar.

Ternyata perjuangan untuk melawan intoleransi tidaklah mudah. Mengedepankan rasa aman itu sulit, menegakkan yang benar itu perlu perjuangan. Kalimat-kalimat ini adalah sebagian dari deklarasi yang kami ucapkan. Kalau sekedar melafalkannya memang mudah. Tapi untuk melakukannya di dunia nyata sangatlah sulit.

Tapi tekad sudah membulat, mari ciptakan Pemilu Damai untuk kemajuan bangsa Indonesia.

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri “ Ir. Soekarno

Sumber artikel : 1, 2 & 3