Grusa-grusu Sang Pemimpin

Jumat, 12 Oktober 2018 | 19:49 WIB
0
368
Grusa-grusu Sang Pemimpin

Dalam bahasa Jawa ada istilah "grusa-grusu" yang punya arti:terburu-buru atau sedikit perhitungan dalam mengambil keputusan atau dalam menanggapi suatu issue tertentu. Orang yang "grusa-grusu" biasanya sedikit emosiaonal atau tidak sabaran. Akibat "grusa-grusu" bisa menimbulkan suatu kerugian atau kegagalan dalam menjalankan misinya.

Orang yang "grusa-grusu" menganut faham: hajar atau sikat dahulu, urusan belakangan. Dan biasanya berakhir penyesalan atau mudah meminta maaf. Biasanya juga akan diulangi lagi karena terkait dengan sifat bawaan.

Lawan dari "grusa-grusu" yaitu "alon-alon waton kelakon". Kalau "grusa-grusu" cenderung tidak hati-hati atau cenderung ugal-ugalan, maka kalau "alon-alon waton kelakon" kebalikannya, yaitu lebih hati-hati sebelum bertindak atau mengambil keputusan. Lebih menekankan kecermatan dan ketelitian tidak "grusa-grusu atau "kesusu".

Yang penting PELAN tapi PASTI. Jadi segala sesuatunya perlu kecermatan dan ketelitian, supaya bisa menghasilkan sesuatu yang diinginkan dengan baik.

Ini terkait dengan pernyataan capres Prabowo Subianto dalam menanggapi "korban penganiayaan", yaitu Ratna Sarumpaet. 

Dalam konferensi pers Prabowo Subianto mengatakan dirinya mengaku kecewa dan kaget atas kasus yang menimpa Ratna Sarumpaet yang sudah lanjut usia, yaitu 70 tahun. Dalam pernyataannya Prabowo juga menyinggung bahwa kasus penganiayaan ini ancaman serius terhadap demokrasi, apalagi bertepatan dengan hari kekerasan internaional. Bahkan juga menyinggung kasus yang dialami oleh Novel Baswedan dan Neno Warisman yang juga mengalami kekerasan atau ancaman.

Terkait aksi kekerasan yang dialami Ratna Sarumpaet, Prabowo bahkan ingin menemui atau menghadap Kapolri untuk melaporkan peristiwa kekerasan yang dialami Ratna Sarumpaet.

Eeee... ternyata, setelah Prabowo konferensi pers terkait penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet, esoknya atau selang satu hari, Ratna Sarumpaet membuat pengakuan yang membuat publik kaget dan hebot, bahwa wajah lebam-lebam bukan akibat penganiayaan, tetapi akibat operasi plastik atau oplas, biar wajahnya terlihat keset atau tidak kempot.

Maka, mau tak mau Prabowo melakukan konferensi pers lagi untuk menanggapi pengakuan Ratna Sarumpat yang sebelumnya mengaku dianiaya, ternyata karena oplas wajah. Dalam konferensi persnya, Prabowo meminta maaf kepada masyarakat, tapi ia tidak merasa bersalah, hanya "grusa-grusa".

Ini namanya calon pemimpin "esuk tahu, sore tempe" yang dalam dua hari berturut-turut melakukan konferensi pers, yang pertama mengutuk dan mengecam, terus meminta maaf karena sikap grusa-grusunya.

Apalagi Prabowo adalah seorang capres yang berlatang belakang militer dan segudang pendidikan intelijen atau kontra intelijen. Bahkan ketua tim pemenangannya seorang mantan Panglima TNI. Tentunya dalam menerima informasi-informasi akan dianalisa dahulu, tidak sembarangan diterima atau ditelan mentah-mentah. Dan ini sudah prosedur dalam militer dalam menerima atau mengumpulkan data-data informasi.

Apakah seorang Prabowo yang notabene calon presiden bisa atau mudah dibohongi oleh informasi yang tidak jelas sumbernya? Rasa-rasanya kok tidak. Pasti yang memberikan informasi kepada Prabowo adalah orang-orang kepercayaannya dan yang terdekat.

Kalau benar Prabowo "grusa-grusu" dalam menerima informasi dan langsung bereaksi atau bersikap, ini seakan mengkonfimasi atau menegaskan pendapat publik selama ini ketahui atas sifat yang bersangkutan, yaitu mudah emosi dan tidak sabaran. Bahkan bisa melemparkan benda sebagai pelampiasannya.

Bisa jadi sikap "grusa-grusu" ini imbas dari masa kariernya di dunia militer atau sebagai pasukan khusus yang harus mengambil keputusan atau bertindak secara cepat. Dan siap menanggung resiko atas keputusan yang diambilnya kalau terjadi kegagalan dalam misinya. Bahkan mottonya:lebih baik mati pulang tinggal nama,daripada gagal dalam tugas!

Ataukah, Macan Asia yang digadang-gadang oleh pendukungya itu mengalami penurunan daya penciuman atau daya pengendusan yang mulai berkurang karena faktor usia? Sehingga tidak bisa membedakan mana itu kambing beneran dan kambing boneka yang merupakan target mangsanya.

Ini ibaratnya: dikasih kambing palsu sebagai umpan tetapi langsung diterkam dan digigit sambil guling-guling, karena menyadari itu kambing palsu, langsung dilepeh dan meninggalkan mangsa kambing palsu tadi.

Ini semua bisa terjadi karena daya penciuman atau pengendusan terhadap mangsa mulai menurun seiring bertambahnya usia. Yang anehnya sang Macan menyalahkan Pawangnya dan merasa dibohongi dengan diberikan umpan kambing palsu.

"Seribu kambing kalau dipimpin seekor Macan akan mengaum semuanya, seribu Macan kalau dipimpin seekor kambing akan mengembek semuanya" itulah jargon Macan Asia yang digadang-gadang oleh pemdukungnya.

Faktanya: kambing-kambing itu akan dimakan satu persatu sampai habis tak tersisa.

***