Politik tanah air sungguh-sungguh gaduh, berita panas datang bergelombang silih berganti, dan kita pun melupakan partai lawas yang hari-hari ini akan kembali moncer di situs-situs berita: Partai Persatuan Pembangunan.
Partai yang berdiri tahun 1973, hasil gabungan empat partai keagamaan -Partai Nahdlatul Ulama, Partai Serikat Islam Indonesia, Perti dan Parmusi- dan karena itu menyebut dirinya “rumah bersama umat Islam” pernah bertahan dalam hempasan zaman dan tekanan penguasa Orde Baru bersama Golkar yang berkuasa.
PPP-lah yang hampir tak pernah kalah di kota paling majemuk di Indonesia, DKI Jakarta. Ia baru bisa disalip Golkar di penghujung kekuasaan Orde Baru, di tahun 1997.
Saya masih ingat singa-singa podium partai ini: Rhoma Irama, Zainuddin M.Z., Jailani Naro, Ismail Hassan Metareum, dan lain-lain. Di setiap musim kampanye, jika Rhoma bergoyang, ribuan massa berkaus hijau di mana pun di negeri ini akan terbakar serempak meneriakkan kesetiaan kepada PPP. Juga Zainuddin M.Z., sang kiai sejuta umat yang lama menjaga marwah PPP.
PPP pula yang pertama kali berani melawan kehendak Soeharto untuk senantiasa “musyawarah untuk mufakat” ketika pada Sidang Umum MPR Maret 1988 mencalonkan Ketua Umumnya, Jaelani “John” Naro sebagai calon wakil presiden pesaing Sudharmono. Kegaduhan politik di parlemen yang jarang terjadi di zaman itu memaksa Presiden Soeharto turun tangan.
Naro, seorang bekas jaksa yang jadi politisi, mundur di detik-detik terakhir pemilihan. Sebagai protes atas tekanan ke Naro yang tak demokratis itu, Sarwo Edhie Wibowo, seorang jenderal bekas sekutu Soeharto mengundurkan diri dari MPR dan DPR.
Yang sudah melek politik di zaman Orde Baru juga tentu masih ingat pidato keras Ketua Fraksi PPP di DPR, Khofifah Indar Parawansa di atas podium sidang paripurna saat menyampaikan pandangan umum fraksi di tahun 1997.
Khofifah yang kini Gubernur Jawa Timur, dengan tegas menyorot kekuasaan Presiden Soeharto yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Sejak pidato menggelegar Khofifah itu, khalayak Indonesia akrab dengan istilah KKN.
Tapi kini, sodara-sodara, semua nostalgia tentang PPP yang berjaya itu tinggal kenangan manis balaka. Partai berlambang Kakbah ini kini terancam jadi partai gurem, nyaris jadi paria di belantara politik Indonesia yang centang perenang.
Menjelang Pemilihan Presiden 2014, lima tahun lalu, Ketua Unum PPP Suryadharma Ali menjadi tersangka di KPK untuk perkara dana haji. Sampai sekarang pun sang bekas menteri agama masih di dalam penjara.
Hari ini, sebulan menjelang Pemilihan Presiden 2019, Ketua Umum PPP yang masih begitu muda, Romahurmuziy, juga dicokok KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan di kota Surabaya. Kabarnya, Rommy berurusan dengan uang “receh” untuk kelas ketua partai besar.
Semoga partai “rumah besar umat Islam” berlambang Kakbah itu tak ikut oleng.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews