Anies Baswedan, Demokrasi dan Pajak

Sebagai seorang yang gemar membaca buku biografi tokoh-tokoh ternama, Anies tumbuh menjadi pribadi yang bijaksana.

Selasa, 1 September 2020 | 09:39 WIB
0
684
Anies Baswedan, Demokrasi dan Pajak
Anies Baswedan (Foto: dok. pribadi))

Bercerita soal cita-cita, Anies Baswedan memiliki tiga pedoman untuk menentukan arah karier yang menjadi tujuan hidupnya dulu. Ketiga acuan itu telah membuat Anies, begitu pria 51 tahun itu biasa disapa, memutuskan untuk kembali ke Indonesia meninggalkan pekerjaannya sebagai  manajer riset di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan elektronik sedunia. Dan keputusan penting itu akhirnya membawa dia sebagai orang nomor satu di Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sekarang ini, sebagai gubernur.

Anies bersedia membagikan tiga pedoman dalam memilih karier yang akan ditekuninya dalam sebuah kesempatan wawancara daring dengan Kakanwil DJP Jakarta Barat dan Tim Jawara pada Kamis (18/06/2020), yaitu: apakah pekerjaan itu memberikan kesempatan untuk tumbuh secara intelektual, mencukupi secara ekonomi, dan memberikan dampak bagi masyarakat.

 “Jika saya tetap bekerja di Amerika, saya hanya dapat nomor satu dan dua, tetapi sulit untuk meraih yang ketiga.” cerita Anies.

Karena itu dia memutuskan menjadi dosen di Indonesia. Bahkan pada tanggal 15 Mei 2007 Anies menorehkan prestasi sebagai rektor termuda di masa itu ketika dia dilantik sebagai Rektor Universitas Paramadina. Dalam segi pendidikan, pria yang santun dalam bertutur kata ini memang dapat dijadikan panutan bagi generasi muda Indonesia. Beasiswa demi beasiswa berhasil diraihnya selama menuntut ilmu.

Menamatkan Sarjana dari Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada pada tahun 1995, Anies kemudian ditawari beasiswa Fulbright dari Aminef untuk melanjutkan masternya di bidang keamanan internasional dan kebijakan ekonomi di Scholl of Public Affairs, University of Maryland pada tahun 1997. Lulus dari Maryland pada tahun 1999, Anies kembali memperoleh beasiswa untuk meneruskan kuliah di bidang ilmu politik di Northern Illinois University.

Setelah menggondol gelar doktor dari Northern Illinois University pada tahun 2005 itulah Anies sempat bekerja sebagai manajer riset di IPC, Inc. Chicago, sebelum akhirnya memutuskan pulang ke Indonesia. Dan jalan hidup akhirnya membawa dia ke tampuk Pemerintahan DKI Jakarta ketika memenangkan pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta pada 2017 lalu.  Menurutnya itu salah satu rencana Allah yang harus dia jalankan.

“Tak pernah saya bayangkan beberapa tahun yang lalu bakal bekerja di kantor ini, di Balai Kota,” kenangnya.

Kini sebagai orang nomor satu di Pemprov DKI Jakarta, sementara Indonesia sedang menghadapi ancaman pandemi Covid-19, maka segala kebijakan dan sepak terjang Anies menjadi sorotan. Tak heran jika pria yang menikahi  Fery Farhati Ganis dan dikaruniai empat orang anak ini, selalu menjadi bahan pemberitaan media massa dan media sosial. Dalam penerapan sebuah kebijakan pro dan kontra tak terhindarkan, namun Anies menghadapi itu semua dengan tenang.

Dalam sebuah bincang-bincang santai melalui video conference, Anies bercerita banyak hal, dari kebijakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mulai diterapkan pertama kali di Pemprov DKI Jakarta, dampak yang ditimbulkan PSBB, hingga strategi pemulihan ekonomi memasuki masa transisi sekarang ini. Anies bahkan bersedia membagikan filosofi hidupnya yang dapat menginsprasi para pembaca. Sebagai seorang intelektual, Anies memiliki pemikiran yang dalam dan terarah. Seperti ketika dia memutuskan melakukan PSBB di Pemprov DKI Jakarta, tentu ada alasan kuat yang mendasarinya.

Kebijakan PSBB dan Dampaknya

“Saya tidak berminat untuk membuat atraksi. Atau bikin ini itu untuk difoto, tidak! Bagi saya  yang penting adalah apakah nyawa terselamatkan atau tidak,” Anies memulai cerita. Dengan nada suara bergetar Anies melanjutkan.

“Yang meninggal itu adalah anaknya seseorang, ibunya seseorang, atau bapaknya seseorang. Jangan pernah melihat angka kematian itu sebagai sebuah statistik saja. Bagaimana kita menjawab pada keluarga-keluarga yang menguburkan anggota keluarga mereka karena Covid-19, jika kita tidak melakukan ikhtiar pencegahan?” tanyanya retorik.

Karena bagi Anies apa yang dia lakukan akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah nantinya. Dan Allah menakdirkannya untuk memegang kendali di tengah pandemi, yang mungkin hanya terjadi seratus tahun sekali. Karena itu Anies tak ingin melewatkan momentum ini dengan upaya terbaik. Apa lagi kedudukan DKI Jakarta sebagai ibukota negara, menjadi indikator arah kebijakan yang diambil pemerintah pusat.

“Jakarta ini pusat perekonomian Indonesia. Apabila Jakarta melakukan kebijakan tidak dengan kajian ilmiah, tidak mengedepankan keselamatan nyawa di atas kepentingan ekonomi maka bukan saja warga daerah lain yang tidak mau ke Jakarta tetapi dunia internasional pun akan hilang kepercayaan pada Indonesia,” paparnya.

Karena itu Anies dan timnya bergerak cepat dengan menerapkan PSBB. Bahkan menurut Anies sebenarnya di DKI Jakarta telah dilakukan pembatasan sosial dan kegiatan sebelum dikeluarkannya regulasi yang mengatur PSBB. Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan atau Permenkes Nomor 9 Tahun 2020.

Ketika PSBB resmi dilaksanakan tanggal 10 April 2020, Pemprov DKI Jakarta telah memutuskan penutupan sekolah-sekolah, tempat rekreasi umum seperti Taman Mini Indonesia Indah, Kebun Binatang Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol, membatasi pasar tradisional dan kegiatan perkantoran sejak tanggal 16 Maret 2020. Dari data terlihat bahwa penurunan secara signifikan Covid-19 justeru terjadi pertengahan Maret sampai dengan awal April 2020.

Untuk memberikan gambaran gentingnya kondisi Jakarta sejak pertengahan Maret 2020, Anies memperlihatkan grafik data reproduction number virus di Jakarta yang menunjukkan angka 4.  Artinya angka penularan adalah empat kali lipatnya.

“Jika ada 100 orang yang positif atau terinfeksi Covid-19 maka dia akan menularkan virus kepada 400 orang,” jelas Anies.

Sementara di pertengahan April 2020 angka reproduction number virus sudah jauh menurun hampir mendekati angka 1. Setelah penerapan PSBB dengan regulasi resmi dikeluarkan, maka angka tersebut langsung menurun drastis. 

Karena sebagian besar warga yang bekerja di Jakarta bermukim di luar Jakarta, maka Anies harus melakukan koordinasi dengan wilayah-wilayah penyangga Jakarta yang meliputi sembilan kabupaten kota, yaitu: Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Tangerang kota, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor. Diperlukan sinergi dengan wilayah sekelilingya agar kebijakan PSBB Pemprov DKI Jakarta berhasil.

Wabah Covid-19 ini memerlukan waktu antara peristiwa untuk sampai ke indikatornya. Jika ditemukan kasus positif Covid-19, sesungguhnya peristiwanya telah terjadi sepuluh atau empat belas hari yang lalu. Sehingga menurut Anies, ketika Pemprov DKI Jakarta memutuskan melakukan masa transisi atas pelaksanaan PSBB ada dasarnya. Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan, yaitu: Epidemiologi, Kesehatan Publik, dan Fasilitas Kesehatan.

Kenapa ketiga hal ini harus dipersiapkan? Karena ketika terjadi pelonggaran, maka potensi penularan meningkat. Jika penularan meningkat, maka resiko bagi rakyat meningkat. Sehingga ketika memutuskan melakukan pelonggaran, maka angka Epidemiologi harus baik, Kesehatan Publik harus baik, dan Fasilitas Kesehatan harus siap. Yang melakukan analisis dan menyusun program ini adalah ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia, Anies memberikan penjelasan lebih  terinci.

Epidemiologi sendiri meliputi: Tren PDP, Tren Kasus Positif, dan Tren Kematian. Kesehatan Publik terdiri dari: Tren Jumlah Tes PCR, Proporsi di Rumah Saja di Perkotaan, dan Proporsi di Rumah Saja di Pedesaan. Sementara Fasilitas Kesehatan meliputi: Jumlah Ventilator dan Jumlah APD.

Ketiga indikator di Pemprov DKI Jakarta akhirnya menunjukkan skor sebagai berikut: Epidemiologi 75, Kesehatan Publik 70, dan Fasilitas Kesehatan 100, sehingga  total skor 78. Jika skor akhir antara 70-100 maka dapat dilakukan pelonggaran. Karena itu melalui Peraturan Gubernur nomor 51 tahun 2020, Pemprov DKI Jakarta akhirnya memasuki masa transisi sejak 4 April 2020.

“Jadi, kami tidak melakukan pelonggaran pakai “rasanya”. Kami melonggarkan dengan dasar-dasar yang objektif,” tandas Anies.

Bagaimana dampak Covid-19 ini bagi perekonomian DKI Jakarta?

Dengan raut wajah prihatin Anies menjelaskan,” Penuh duka cita. Sangat besar dampaknya. Kami memproyeksikan APBD DKI Jakarta saja akan turun 53%.  Pendapatan pajak kita itu diperkirakan turun dari 47 menjadi 22 sampai dengan Desember tahun ini.”

Ketika memutuskan PSBB ongkos ekonominya memang besar, tetapi harus tetap dilakukan. Kenapa? Karena Covid-19 ini sudah menjadi pandemi, bukan wabah biasa. Pandemi ini mengancam seluruh aspek kehidupan. Maka langkah-langkah yang dilakukan di suatu wilayah akan berdampak pada kredibilitas wilayah itu di hadapan semua pelaku kegiatan usaha, sosial, agama, dll. Sehingga Pemprov DKI Jakarta lebih memprioritaskan keselamatan warganya. Sementara menyangkut ekonomi, jika kondisi sudah stabil maka pemulihan dapat dilakukan.

“Bukti komitmen memprioritaskan keselamatan, itu ada pada kebijakan. Pada aksi dan  aturannya. Bukan pada kata-kata,” tandas Anies.

Memasuki masa transisi di DKI Jakarta, kegiatan perekomian kembali menggeliat meskipun pembatasan tetap dilakukan. Pemprov DKI pun mulai fokus pada upaya pemulihan ekonomi pada sektor-sektor yang terdampak pandemi Covid-19. Salah satu sektor yang terdampak atas penerapan PSBB adalah sektor UMKM. Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2018, yang termasuk dalam sektor UMKM adalah mereka yang memiliki omset dalam tahun berjalan tidak melebihi Rp. 4,8 Milyar setahun.

Strategi Pemulihan Ekonomi

Pemprov DKI kini mulai menginventarisir sektor-sektor UMKM yang terdampak, karena sektor UMKM ini menurut Anies variasinya ribuan. Dari pedagang kue hingga jual-beli elektronik dapat dikategorikan UMKM. Ada lebih dari 150 ribu usaha mikro dalam program Pengembangan Kewirausahaan Terpadu (PKT) dan mereka diberikan bantuan bervariasi sesuai dengan kebutuhannya. Mulai dari akses perrmodalan hingga ke pemasaran. Ini dilakukan dari level kota sampai dengan kecamatan.

Bantuan yang diberikan pada usaha mikro beragam, seperti: bagaimana cara memulai usaha, mendaftarkan NPWP, dan mengelola keuangan. Bahkan ada yang telah sepuluh tahun berusaha tapi tidak menunjukkan kemajuan juga, maka akan dibantu dengan cara meningkatkan pemasaran ataupun pengembangan manajemennya.

Karena yang dikedepankan adalah bagaimana membuat UMKM menjadi besar, bukan hanya sekedar membuat laporan bahwa bantuan pada UMKM telah disalurkan saja. Untuk membantu mereka menjadi besar, pemerintah harus menyesuaikan dengan masalah dan kebutuhannya.

“Jika saya tanyakan ke mereka apa masalahnya, jawabannya tidak hanya satu tetapi bervariasi. Tapi kalau modal, semua UMKM perlu modal,” cerita Anies sambil tertawa.

Makna Reformasi Birokrasi

Apa pendapat Anies tentang Pajak? Maka kata-kata menggugah semangat terlontar dari mulut seorang Anies Baswedan.

“Jika demokrasi adalah wajah depannnya, maka pajak adalah wajah belakangnya.”

Anies kemudian melanjutkan bahwa sebuah negara modern ukurannya adalah bagaimana pengelolaan pajak di negara tersebut. Begitu pajak di negara itu baik, maka bisa disebut negara modern. Karena pajak adalah kuncinya. Jika tidak ada pajak, maka tidak ada demokrasi tandas pria yang hobi membaca, nonton, ngobrol dan memelihara burung serta ikan ini.

Anies mencontohkan ada negara yang mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa, namun negaranya sulit menjadi negara demokrasi karena rakyatnya tidak ikut berkontribusi terhadap pembiayaan negara. Jadi, negara demokrasi pasti mengandalkan pajak.

Namun ketika Anies ditanyakan apakah Reformasi Birokrasi di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah berhasil? Maka dia menjawab diplomatis bahwa tidak adil jika dia menilai tanpa data, karena dia tidak memantau dari dekat. Namun sebagai Wajib Pajak dia merasakan terjadi perubahan yang luar biasa di Ditjen Pajak dibandingkan sepuluh tahun yang lalu. Dia merasa banyak dibantu dalam melakukan kewajiban perpajakannya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat dia terdaftar (KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu). Menurut Anies petugas pajak sekarang bersikap responsif dalam menyelesaikan masalah.

Sebagai seorang yang gemar membaca buku biografi tokoh-tokoh ternama, Anies tumbuh menjadi pribadi yang bijaksana. Kegemaran membaca itu membuat dia rela bersepeda sejauh 4 kilometer dari rumahnya di daerah Kaliurang menuju Jl. Pangeran Mangkubumi demi menyambangi sebuah perpustakaan kota Yogyakarta di masa sekolah dulu. Dan kegemaran membaca buku-buku biografi itu membuat dia menyerap kearifan dari tokoh-tokoh yang jadi teladannya, tak ubahnya tumbuhan menyerap saripati dari tanah.   

Kearifan itu tercermin dari nasehat Anies untuk seluruh pegawai pajak, bahwa,” Pajak itu pengelolaannya mencerminkan ciri negara demokrasi, negara modern. Jadi, titip untuk dikelola dengan baik. Kalau Bahasa Jawanya ojo dadi talang teles. Tidak boleh jadi talang yang basah. Talang itu menampung air hujan dari genteng dan menyalurkan ke tempat pembuangan air, namun tak boleh basah. Maksudnya tidak boleh menyerap air. Kalau talangnya menyerap air, maka airnya tak akan sampai tujuan. Sadari bahwa pajak itu amanat dari rakyat untuk iuran berbangsa. Dan saya percaya di masa sekarang teman-teman di pajak dapat menjadi penjaga integritas bangsa kita.”

Disclaimer: Telah dimuat di Majalah Kanwil DJP Jakarta Barat Jawara Volume IV/Juni 2020  

***