Penyadapan dan Wewenang KPK

Terlepas dari ada tidaknya penyalahgunaan wewenang oleh komisioner dan penyidik KPK, memberi wewenang yang demikian besar kepada KPK memang rawan penyalahgunaan.

Kamis, 26 September 2019 | 19:48 WIB
0
574
Penyadapan dan Wewenang KPK
Demo menolak RUU KPK (Foto: inilahkoran.com)

Penyadapan itu soal serius. Sangat serius. Ada hak pribadi paling dasar yang dilanggar di situ, kalau penyadapan terhadap seseorang dilakukan. Itu pelanggaran berat. Karena itu tidak boleh sembarang menyadap orang. Kalau aparat negara mau menyadap, maka harus ada alasan yang benar-benar kuat.

Di berbagai negara, penyadapan hanya boleh dilakukan atas izin pengadilan. Bahkan di Amerika, misalnya, penggeledahan saja pun hanya boleh dilakukan dengan izin pengadilan. Di Indonesia pun berlaku demikian, dengan beberapa pengecualian.

Nah, dalam hal KPK, selama ini izin pengadilan itu tidak diperlukan. KPK tidak memerlukan izin siapa pun untuk menyadap dan menggeledah. KPK hanya perlu menjalankan prosedur yang ditetapkan secara internal. Itu yang membuat KPK menjadi superbody. Lembaga super, yang tidak dikontrol oleh siapa pun. Lembaga yang sangat kuat.

Kenapa sampai dibuat seperti itu? Menurut keterangan Prof. Romli Atmasasmita, KPK yang demikian kuat itu dibentuk dengan latar belakang bahwa korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa, yang untuk memberantasnya diperlukan wewenang luar biasa. Maka diberikanlah wewenang itu kepada KPK.

Power tends to corrupt. Absolute power tends to corrupt absolutely. KPK itu isinya ya manusia. Kalau kita berikan wewenang tanpa batas kepada orang-orang KPK, maka wewenang itu bisa disalahgunakan.

Nah, itulah yang belakangan ini berkembang. Ada penyidik bahkan komisioner KPK yang diduga menyalahgunakan wewenang. Hanya saja, sebagian besar masih berupa desas-desus. Tidak ada yang meletup menjadi kasus terbuka.

Tapi kita mesti ingat kasus Budi Gunawan. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Tapi oleh pengadilan penetapan itu dibatalkan. Artinya, KPK menurut pengadilan, telah menyalahi KUHAP. Dalam hal ini telah terjadi penyalahgunaan wewenang, dan keputusannya sah, meski dianggap kontroversial oleh masyarakat.


Ilustrasi penyadapan (Foto: RMOL Banten)

Terlepas dari ada tidaknya penyalahgunaan wewenang oleh komisioner dan penyidik KPK, memberi wewenang yang demikian besar kepada KPK memang rawan penyalahgunaan.

Karena itu menurut sebagian orang wewenang itu perlu dibatasi. Apa yang dibatasi? Penyadapan tetap boleh dilakukan KPK tanpa izin pengadilan. Izin hanya perlu diminta dari Dewan Pengawas yang kelak akan dibentuk dan anggotanya ditunjuk Presiden.

Apakah dengan perubahan ini KPK menjadi lemah? Wewenangnya jadi sedikit berkurang, iya. Tapi menurut saya tidak lemah. Dengan wewenang ini pun KPK tetap sebuah superbody. Menurut saya, lho. Saya orang awam, bukan pakar hukum, cuma pakar bukan-bukan.

***