Pahlawan Rasa Deportan

Berani menjadi burung elang yang terbang sendirian, tak butuh sambutan dan gorengan kalimat bersahut-sahutan.

Sabtu, 7 November 2020 | 23:44 WIB
0
332
Pahlawan Rasa Deportan
Ilustrasi deportasi (Foto: kompas.com)

Sejak awal, saya pribadi tak pernah yakin, tanggal 10 November besok HRS Rizieq benar-benar akan kembali ke Indonesia. Terlalu banyak cara dan acara untuk membatalkannya. Didasari oleh dua hal mendasar.

Pertama, tanggal kepulangannya yang bertepatan dengan Hari Pahlawan. Sesuatu yang direncanakan terlalu dramatik itu, biasanya tidak disukai alam semesta. Untuk tidak menyebut Tuhan. Bolehlah manusia berencana, tapi Tuhan akan berkehendak lain. Saya bisa bayangkan, apa yang akan terjadi bila rencana itu terlaksana.

Bandara akan penuh oleh penjemput, menggunakan bak terbuka. Mungkin akan sholat di sembarang tempat. Nyampah. Lalu konvoi masuk ke dalam kota. Sementara mungkin mereka menyiapkan para fans-nya menunggu di sepanjang jalanan. Ia akan dianggap sebagai "real hero". Pahlawan sesjati.

Minimal kayak pahlawan pulang dari pengasingan. Hiks.

Itu cerita indahnya. Jika sebaliknya bagaimana? Ia sudah ditunggu, sepasukan polisi yang siap menggelandangnya ke tahanan. Karena belitan kasus2nya yang mau tidak mau harus ia pertanggung jawabkan. Jangan lupa, ia kabur karena kasus. Bukan kabur karena diusir. Sekali lagi jangan pernah diabaikan ia seorang kriminal.

Tentu saja, pemerintah tak mau harus menanggung malu karena ulah seorang yang sekali lagi punya catatan panjang kriminalisme yang tak terbantahkan. Bahwa ia didaku dan dipuja sebagai ini itu, tak menghilangkan track record-nya. Di masa informasi mengejar kita ini, tak sulit menemukan rekam jejaknya yang buruk itu!

Kedua, Donald Trump punya kecenderungan kalah. Akal sehat tak memberinya kesempatan menang lagi. Bohir intelejennya, Menlu AS Mike Pompeo jelas tak mempan dengan manuver rahasia-nya melalui perpanjangan tangannya Mr, Chaplin. Sebutan yang aneh hanya karena ia berkumis. Dia lagi, dia lagi....

Sebenarnya, saya merasa janggal apa hubungannya dengan HRS? Tapi setidaknya dialah orang yang memiliki organ paling mudah dibayar untuk terus berteriak Anti-Aseng. AS butuh Indonesia untuk melawan China. Sesuatu yang sebetulnya "salah zaman", karena daya tarik China yang sungguh seksi untuk saat ini. Katakanlah, AS bisa mendatangkan uang investasi trilyunan. Permasalahannya, bukankah China justru bisa jauh berlipat-lipat kalinya...

Di sinilah manfaat HRS and Gank, biayanya jauh lebih murah....

Tapi apa lacur, semua tinggal di angan. Sekacau apa pun Pasca Pilpres di AS. Pasti hanya akan sesaat. Kegilaan Trump memang harus berakhir. Sebagaimana juga, epigonnya di DKI Jakarta itu.

Hanya sekali, tak ada rebound, tak ada repeat. Kemustahilan atau katakanlah keberuntungan itu hanya sejanis mestakung yang kadang salah pilih saja.

Saya sudah cukup senang, bila ia batal pulang pada tanggal 10 November besok. Sebetapa pun, itu hanya nama hari dan tanggal. Setidaknya hari itu memiliki arti banyak: Hari Pahlawan. Emang dia pahlawan? Kalau pahlawan pun, hanya untuk segelintir yang hanya pandai berteriak dan main ancam itu.

Tapi ngomong-omong apa pasal ia batal pulang?

Bila ia menuruti permintaan Pemerintah KSA (Kerajaan Arab Saudi) untuk pulang sebelum tanggal 11 November. Secara tidak langsung, ia mengakui dirinya sebagai deportan. Bila ia dianggap deportan, ia tak bisa lagi berkunjung ke KSA untuk keperluan apa pun. Ya rugi bandar dong! Mana ada Imam Besar dilarang pergi Ke Tanah Suci?

Aspek inilah yang tidak ia pikir ketika sudah terburu2 berkabar akan pulang. Bukti bahwa ia tak punya think tank yang cukup baik. cedas, dan antisipatif.

Apa yang disebut pembatalan bayan safar.

Soal ini, HRS menjelaskan pembatalan bayan safar itu. Jika menggunakan bayan safar untuk balik ke RI, dia bisa tercatat memiliki masalah di Saudi. Karena sifat bayan safar itu tak menghapus overstay, sehingga kalau ia menggunakan bayan safar. Dalam arsip saya di keimigrasian Saudi akan ada catatan buruk bahwa ia pernah melakukan kesalahan: overstay. Walaupun ia dimaafkan, dimaklumi, diizinkan pulang, tapi catatan itu menjadi buruk.

Ngeles sih kalau menurut saya. Ia hanya denial saja.....

Denial itu watak pengecut. Yang saya heran, hanya karena persoalan chatting saja ia sudah sedemikian ketakutan. Hakok sok iyes mau berhadapan dengan negara. SJW dalam bentuk yang lain, SJW jalur kapling surga.

Banyak skenario yang kadang berlebihan. Para pengamat sok membuat analisa, saya sih lebih percaya: laki-laki itu dilihat dari keberaniannya bertelanjang dada, apa yang dalam filsafat Jawa disebut dewe wani. Atau nglurug tanpa bala. Bukan krukupan berjubah panjang berkedok agama dan selalu berbicara tentang jumlah pengikut.

Berani menjadi burung elang yang terbang sendirian, tak butuh sambutan dan gorengan kalimat bersahut-sahutan.

Sesederhana itu!
.
***