Bukan Salah Transfer: Dukungan Netijen untuk Indah Harini

ada baiknya bila Menteri BUMN Erick Thohir segera menindaklanjuti kasus (bukan) salah transfer ini. Erick bisa meminta PPATK lembaga terkait lainnya untuk menginvestigasinya.

Minggu, 26 Desember 2021 | 18:22 WIB
0
285
Bukan Salah Transfer: Dukungan Netijen untuk Indah Harini
Indah Harini (Foto: Istiméwa)

Salah transfer sebenarnya bukan frase yang tepat untuk mengistilahkan masuknya GBP (poundsterling) 1,714,842 ke rekening BRI Prioritas atas nama Indah Harini. Bukan hanya karena salah transfer merupakan peristiwa yang terbilang "satu dari sejuta", tetapi juga karena adanya sejumlah kejanggalan. Salah satunya, transfer yang dilakukan berulang-ulang dalam waktu yang berbeda-beda ke nomor rekening yang sama.

Menariknya, sekalipun melibatkan jumlah uang yang jika dikonversikan ke rupiah menjadi sekitar Rp 28 miliar, BRI dianggap menyepelekan kasus ini. Sikap yang dikesankan oleh bank plat merah ini justru mengundang kecurigaan jika BRI tengah berupaya menjauhkan "bau amis" dari "endusan" publik.

Transfer Rp 28 M ke Rekening Indah Harini bukan Salah Transfer
Berawal dari kegagalan Bank Century mengikuti kliring pada 13 November 2008, tiga hari kemudian Robert Tantular memerintahkan karyawan untuk menerbitkan Negotiable Certificate Deposit (NCD) sebanyak 247 bilyet dengan nilai nominal rerata Rp 2 miliar.

Rekayasa pemecahan deposito senilai USD 42.8 juta atau sekitar 400 miliar milik Boedi Sampoerna itu dilakukan Bank Century dengan dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) karyawannya, KTP karyawan Budi Sampoerna. Namun, menurut laporan yang diterima Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Bank Century pun menggunakan KTP pelamar Bank Century.

Penerbitan 247 bilyet tersebut, seperti yang diakui Robert Tantular sendiri, atas perintahnya. Artinya, terbitnya 247 bilyet tersebut karena kesengajaan, bukan karena kesalahan karyawan Bank Century saat menginput data nasabah. Tujuannya untuk mengamankan uang milik Budi Sampoerna. Atau, dengan kata lain, menyelamatkan Boedi dari kerugian.

Begitu juga dengan 1,714,842 poundsterling yang masuk ke nomor rekening atas nama Indah Harini. Nomor rekening tersebut pada 25 November 2019 tercatat menerima tiga kali transfer. Selanjutnya pada 10 Desember 2019 nomor yang sama membukukan empat kali transaksi transfer. Dan, terakhir, pada 16 Desember 2019 nomor rekening atas nama Indah Harini kembali membukukan transaksi transfer sebanyak dua kali. 

Berulang kalinya transfer hingga sembilan tahap dalam tiga hari yang berbeda ke satu nomor rekening yang sama merupakan sebuah kejanggalan besar bila disebut sebagai salah transfer.

Dalam kasus salah transfer yang dialami Ardi Pratama pada 17 Maret 2020, pegawai back office Bank Central Asia (BCA) KCP Citraland bernama Nur Chuzaimah mengaku telah melakukan kesalahan saat menginput dua digit terakhir nomor rekening. 

Akibatnya, uang senilai Rp 50 juta yang seharusnya dikirimkan kepada pemilik rekening atas nama Philip menjadi atas nama Ardi Pratama. Salah transfer dalam kasus ini hanya terjadi satu kali, tidak berulang kali seperti salah transfer dalam kasus Indah Harini.

Jika dalam kasus Ardi, salah transfer terjadi satu kali akibat kesalahan dari satu pegawai, berapa jumlah karyawan BRI yang melakukan salah transfer hingga sembilan kali ke nomor rekening Indah Harini? Apapun jawabannya, satu atau dua atau empat atau sembilan karyawan, tetap saja janggal. Pasalnya sangat kecil kemungkinan sejumlah karyawan melakukan salah transfer ke nomor rekening yang sama. 

Karenanya, masuknya 1,714,842 poundsterling ke nomor rekening milik Indah Harini bukan akibat dari salah transfer, melainkan dari suatu kesengajaan. Karena kesengajaan itu pula Bank BRI berusaha menjauhkan “amis” isu transfer ini dengan cara mengerdilkannya. Tujuannya untuk menjauhkan endusan publik.


Bukan Salah Transfer, BRI Sempat Tak Tindak Lanjuti Laporan Indah Harini
Peristiwa bukan salah transfer ke nomor rekening milik Indah Harini yang terjadi di Bank BRI ini terbaca dari kronologi yang diurai oleh tim pengacara Indah. 

Pada 3 Desember 2019 atau setelah menerima tiga kali transfer pada 8 hari sebelumnya, Indah Harini mendatangani kantor BRI untuk menanyakan perihal transfer atau dana masuk yang terdapat keterangan invalid credit account currency. Oleh customer service Bank BRI, Indah dibuatkan laporan ke Divisi Pelayanan dan diberikan trouble ticket dengan Nomor TTB 25752980 sebagai bukti pelaporan.

Pada Pasal 11 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 Tentang Transfer Dana, ditegaskan, “Dalam hal Penyelenggara melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan Transfer Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara wajib melakukan perbaikan paling lambat 1 (satu) Hari Kerja setelah diketahui terjadinya kekeliruan tersebut.

Jika merujuk peraturan BI yang diteken oleh Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution pada 26 Desember 2012, seharusnya pada Bank BRI telah melakukan perbaikan atas kekeliruan yang dilakukannya pada 4 Desember 2019.

Perbaikan dalam waktu satu hari kerja juga wajib dilakukan jika BRI mengalami kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik. Hal ini sesuai bunyi Pasal 10 PBI 14/23/PBI/2012.

Seperti yang diungkap tim pengacara Indah Harini saat menggelar konferensi pers pada 21 Desember 2021, dalam suatu pertemuan, BRI menyatakan adanya kesalahan system yang tidak mendukung untuk transaksi valas GBP.

Dengan demikian, dalam kasus Indah Harini, kesalahan apapun, seharusnya Bank BRI sudah memperbaikinya pada 4 Desember 2019 atau sehari setelah BRI menerbitkan trouble ticket TTB 25752980. Namun faktanya, Indah Harini masih menerima transfer sebanyak 4 kali pada 10 Desember 2019 dan dua kali pada 16 Desember 2019. 

Dan, masih menurut tim pengacara yang tergabung dalam Mastermind & Associate, Indah bukan hanya sekali melaporkan adanya transfer yang masuk ke rekeningnya, melainkan tiga kali, yaitu pada 3, 10, dan 16 Desember 2019.

Setelah melakukan pengecekkan, customer service BRI menyatakan “Tidak ada keterangan dan klaim dari divisi lain berarti itu memang uang masuk ke rekening Anda.”

Bukti lain bila uang yang masuk ke rekening Indah Harini bukan salah transfer adalah pada 23 Desember 2019 Indah bisa memindahkan dana dari rekening tabungan valas GBP nya ke rekening Deposito Berjangka valas GBP di salah satu kantor cabang Bank BRI. Kemudian pada 24 Februari 2020 Indah masih bisa melakukan penarikan atau pemindahan sebagian dari 1,714,842 poundsterling yang diterimanya ke Bank BRI Syariah.

Dari fakta-fakta seperti yang diuraikan tim pengacara Indah Harini, bisa disimpulkan uang yang masuk ke rekening Indah bukan karena salah transfer seperti yang diklaim Bank BRI.

Dan, menariknya, pihak Bank BRI baru memberitahu telah terjadi salah transfer pada 6 Oktober 2020 atau hampir 11 bulan setelah transfer pertama masuk ke nomor rekening Indah Harini.

Padahal, menurut Pasal 5 (4) UU Transfer Dana, BRI sebagai pelaksana perintah transfer dana dapat meneliti atau melakukan verifikasi dokumen antara pengirim dan penerima. 

Sementara dalam Pasal 56 (1) undang-undang yang sama, jika BRI sebagai penyelenggara pengirim melakukan kekeliruan, dalam kasus Indah Harini adalah salah transfer, maka BRI harus segera memperbaikinya dengan melakukan pembatalan atau perubahan. Dan, waktu yang diberikan dalam PBI adalah satu hari kerja.

Dengan begitu, jika dalam kasus ini benar-benar terjadi salah transfer, berarti BRI tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam UU Transfer Dana, yaitu Pasal 5 (4) dan Pasal 56 (1) serta Pasal 10 PBI 14/23/PBI/2012.

Karenanya, jika terkirimnya uang senilai 1,714,842 poundsterling benar-benar merupakan salah transfer seperti yang diklaim pihak BRI, maka kesalahan ada pada BRI, bukan pada Indah Harini sebagai penerima transfer. Dengan demikian, maka BRI tidak patut melaporkan Indah.Singkat kata, baik itu salah transfer ataupun bukan salah transfer, kesalahan ada pada pihak BRI.

Setelah Mantan “Silent Majority” Lantangkan Isu (Bukan) Salah Transfer
“Mengapa Ibu pake pengacara,” tegur Iduh dari pihak BRI dalam satu rapat yang diadakan di kantor BRI pada tanggal 20 Oktober 2020. 

Teguran yang diceritakan oleh tim pengacara Indah Harini itu mengisyaratkan bila pihak BRI yang pada awalnya meremehkan kasus (bukan) salah transfer ini sama sekali tidak menduga jika Indah telah mengawali langkah perlawanan hukumnya.

Jika melongok isu (bukan) salah transfer ini lewat Google, terkesan bila media tidak memonitornya. Akibatnya, publik pun tidak menyorotinya. Bahkan, informasi pengajuan judicial review Pasal 85 UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana oleh Indah Harini hanya dimuat dalam situs resmi Mahkamah Konstitusi.

Isu (bukan) salah transfer ini terangkat setelah setelah tim pengacara yang ditunjuk Indah Harini menggelar konpers pada 21 Desember 2021. Ketika itu hadir sejumlah Youtuber yang kemudian menayangkan hasil konpers lewat sejumlah channel Youtube. Dan, pada saat yang hampir bersamaan dengan digelarnya konpers sejumlah blogger menayangkan artikelnya dengan menarasikan Indah Harini sebagai korban kriminalisasi Bank BRI.

Sementara, media mainstream baru menayangkan pemberitaan tentang isu (bukan) salah transfer ini pada keesokan harinya. Itu pun hanya menginformasikan klarifikasi dari pihak Bank BRI.

Barulah setelah 23 Desember 2021, sejumlah media besar mulai menggeser sudut pandangnya (angle) dengan mengangkat isu (bukan) salah transfer ini dari pihak Indah Harini.

Ekosistem informasi memang telah berubah. Kini kelompok yang sebelumnya disebut “silent majority” bisa bersuara lantang lewat sejumlah platform media sosial. Sebaliknya, tidak jarang, media mainstream justru menjadi “follower” dari “silent majority”.

Dalam isu (bukan) salah transfer Indah Harini, suara mantan “silent majority” dan pemberitaan media mainstream telah membentuk empati bagi Indah yang diposisikan sebagai korban kriminalisasi.

Situasi ini membuat BRI kian sulit menutupi lagi fakta "amis" di balik isu (bukan) salah transfer ini. Mau tidak mau BRI tidak bisa terus menerus mengerdilkan isu ini. Dan, para petinggi BRI pun tidak bisa lagi berpangku tangan menghadapi isu yang berpotensi menggerus kepercayaan publik ini.

Sebagaimana bank lainnya, BRI juga disebut juga sebagai "lembaga kepercayaan". Artinya, lembaga yang bertumbuh kembang berdasarkan pada kepercayaan masyarakat. Jika kepercayaan tersebut rontok, atau setidaknya keropas, sulit bagi sebuah bank untuk membangkitkannya lagi. 

Isu (bukan) salah transfer yang dialami Indah Harini, malah membuat Indah kini berstatus terlapor, sedikit banyak telah menggerus kepercayaan masyarakat pada Bank BRI. Tergerusnya kepercayaan yang dialami BRI ini berpotensi merembet ke bank-bank lainnya, terutama bank-bank BUMN.

Untuk itu, ada baiknya bila Menteri BUMN Erick Thohir segera menindaklanjuti kasus (bukan) salah transfer ini. Erick bisa meminta PPATK lembaga terkait lainnya untuk menginvestigasinya.

Bila hasil investigasi menemukan adanya indikasi tindak pidana, Erick dapat melaporkannya ke Kejaksaan Agung sebagaimana mantan Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno yang melaporkan dugaan fraud pada PT Asabri dan PT Jiwasraya.

***