Budi Susanto, Kenapa Takut Berlaku Adil?

Siapapun yang ingin jadi pemimpin, memang dia harus mampu menjadi “lautan” bagi lingkungannya.

Kamis, 18 Maret 2021 | 23:12 WIB
0
470
Budi Susanto, Kenapa Takut Berlaku Adil?
Budi Santoso (Foto: Dok. Pribadi)

Berbincang dengan Budi Susanto memang tak pernah menjemukan. Pria kelahiran Jakarta yang tak lama lagi akan berulang tahun ke-51 ini, tak pernah kering gagasan. Untuk membumikan gagasannya itu, maka pintu kantornya selalu terbuka bagi siapapun yang hendak berdiskusi. Tak cuma dengan stafnya, bahkan pihak luar yang berkepentingan pun tak sungkan untuk bertandang. 

Sebagai orang nomor satu di Kanwil DJP Jakarta Khusus, Busan begitu pria ramah ini biasa disapa, tak ingin menderita dua macam penyakit kadang konon diderita mereka yang berhasil meraih puncak karier, yaitu: mendekati kebodohan dan kesepian.

“Semakin kita naik jabatan, maka ada dua yang bisa terjadi pada diri kita, mendekati kebodohan dan kesepian. Untuk menghindari kebodohan, saya terus membaca dan belajar dari orang-orang sekitar saya. Supaya tidak kesepian, saya terbuka dengan siapa saja sehingga memiliki banyak kawan berdiskusi. Saya jadi bahagia,” tuturnya bijak.

Sejak ditunjuk sebagai Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) DJP Jakarta Khusus pada Juni 2019 lalu, bisa dipastikan Busan memiliki jadwal yang padat dan beban kerja tinggi. Kanwil DJP Jakarta Khusus merupakan kanwil kedua tertinggi dalam hal target penerimaan pajak, setelah Kanwil  DJP Wajib Pajak Besar (LTO). Tahun 2021 ini saja target penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Khusus sebesar Rp169 triliun.   

Kanwil DJP Jakarta Khusus membawahi sembilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yaitu: KPP Perusahaan Masuk Bursa (PMB), KPP Badan dan Orang Asing (Badora), KPP Minyak dan Gas (Migas), KPP Penanaman Modal Asing (PMA) 1, KPP PMA 2, KPP PMA 3, KPP PMA 4, KPP PMA 5, dan KPP PMA 6.

Saat menemui pria yang beristerikan Kurniasih Panti Rahayu ini di ruang kerjanya di Gedung Menara Mandiri II Jalan Jenderal Sudirman Kav. 54-55, meja kerjanya terlihat penuh dengan tumpukan berkas permohonan Keberatan dan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi.

Penulis pun teringat pada salah satu tekad pria yang sebelumnya menjabat sebagai Kakanwil DJP Jakarta Barat ini, ketika baru dilantik sebagai Kakanwil DJP Jakarta Khusus adalah membenahi masalah Keberatan. Kanwil DJP Jakarta Khusus memang terkenal paling tinggi menerima permohonan Keberatan dari wajib pajak (WP) di bandingkan kanwil DJP lainnya.

Menurut Busan jika mengulas masalah Keberatan di kanwilnya, maka dia harus membedah permasalahan yang komprehensif. “Waktu itu saya sampaikan ke Ibu Menteri (Menteri Keuangan), ada lima hal yang harus saya benahi. Pertama, membersihkan. Kedua, meluruskan. Ketiga, menyehatkan. Keempat, menguatkan dan kelima, menyolidkan,”papar pria yang telah 26 tahun mengabdi sebagai pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini.

Membersihkan, karena bukan rahasia umum lagi, ketika Busan baru dilantik sebagai Kakanwil DJP Jakarta Khusus, saat itu terdapat pegawainya di salah satu KPP sedang didera kasus dugaan suap. Dia langsung dihadapkan tugas untuk membersihkan seluruh lini di bawahnya.

Meluruskan, maksudnya kita sebagai manusia kadang lupa bahwa kewajiban kita adalah untuk dunia dan akherat. Jadi menurut pria yang gemar bermotor di waktu luang ini, kewajiban itu bagaikan dua sisi dalam satu keping mata uang. Beribadah menurut dia arahnya adalah bekerja untuk negara dan beribadah untuk agama.

“Jadi ini dua-duanya enggak boleh diadu, enggak boleh dipisah,”nasehatnya bernada agamis.

Sementara segi menyehatkan, karena ada beberapa langkah menurut Busan awalnya agak “salah jalan”. Meskipun dia tidak memvonis bahwa kesalahan itu ada pada Kanwil, KPP, ataupun pegawai. Hanya dia memberi gambaran bagaimana sebuah kesalahan berantai jika dibiarkan berlarut, akan merusak kinerja organisasi secara keseluruhan.

Jika digambarkan dalam sebuah siklus, semua bermula dari fokus keseimbangan sasaran kinerja. Ketika target dinaikkan, maka sebagian teman-teman di bagian Pemeriksaan lebih fokus pada target sasaran kinerja mereka agar tercapai, sehingga beberapa dari mereka abai dari segi kualitas. Padahal kualitas akan mempengaruhi keseimbangan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Namun pria berpostur sedang itu menegaskan, ”Saya tidak mengatakan banyak yang berkurang kualitasnya, tapi ada satu dua saja.”

Permasalahan itu menyebabkan Keberatan di Kanwil DJP Jakarta Khusus sangat menumpuk. Banyak kasus Permohonan Keberatan yang ditolak di Kanwil, tetapi setelah WP mengajukan Permohonan Banding di Pengadilan Pajak akhirnya menang.

Busan menganalogikan, jika dalam istilah dagang malah nombok. Modal Rp1000 laku dijual Rp1000, malah ditambah dengan adanya mangkok yang pecah. Dengan kata lain negara harus membayar bunga kepada WP atas kekalahan di Pengadilan Pajak, Busan mengulas dengan nada getir.

Karena itu, dia tidak bisa menjanjikan penerimaan yang melejit dari Kanwil DJP Jakarta Khusus. Banyak faktor penyebabnya, salah satunya karena harus membayar imbalan bunga atas kasus Keberatan yang kalah tadi, dan lain-lainnya.

Untuk membenahi masalah Keberatan tersebut, pria yang memiliki dua orang puteri ini mencoba melakukan dua strategi. Pertama, dia menyampaikan Personal Branding kepada para stafnya di Bidang Keberatan, Banding dan Pengurangan (KBP) bahwa dia percaya mereka, tinggal mereka percaya dia atau tidak.

Kedua, faktor masa lalu, ada sebuah ketakutan dan trauma dalam diri pegawai untuk menerima Permohonan Keberatan meskipun tahu aturan yang digunakan dalam penetapan pajak tersebut tidak berdasar. Ada sebuah konsensus tak tertulis di Bidang KBP untuk menolak Permohonan Keberatan, karena takut dituduh “bermain”.

“Nah, itu yang saya putar balik, “cerita Busan, “kalau kalian tidak menerima apapun sebagai ucapan terima kasih, kenapa harus takut berlaku adil?

Sejak saat itu para stafnya di Bidang KBP tidak merasa takut lagi untuk mengabulkan Permohonan Keberatan WP, jika memang WP benar. Sebaliknya jika Pemeriksa yang benar, maka ketetapan pajak harus  tetap dipertahankan.

Imbasnya adalah WP akhirnya sadar bahwa jika mereka salah, maka mereka harus memperbaiki kesalahan. Dan jika benar, mereka sudah yakin akan mendapat keadilan di kanwil. Sementara para Pemeriksa Pajak di KPP akan memperbaiki kualitas pemeriksaan mereka, karena mereka tahu jika kualitas kerja mereka kurang akan dipatahkan di Kanwil. Sebuah upaya untuk menegakkan keadilan untuk WP dan mendorong peningkatan kompetensi diri bagi pegawai.

Busan melanjutkan, salah satu upaya meningkatkan kualitas SDM di Bidang KBP yang dikenal memiliki volume kerja tinggi dan tingkat kasus cukup pelik adalah bagi pegawai pindah mutasi menjadi Penelaah Keberatan (PK) minimal tiga hari akan diberikan In House Training (IHT) untuk meningkatkan kompetensi mereka.

Bahkan di Kanwil DJP Jakarta Khusus ada semacam Gugus Tugas Transfer Pricing Knowledge Management Center (TPKMC) beranggotakan para pegawai Kanwil Khusus. Tujuannya: membagi ilmu tentang Transfer Pricing kepada semua pegawai dan mendiskusikan kasus untuk mencari jalan keluar atas masalah Keberatan atau Banding. Bahkan TPKMC menjadi rujukan kanwil lain untuk melakukan hal yang sama, cerita Busan bangga.

Selain itu, persepsi pegawai di luar Kanwil DJP Jakarta Khusus bahwa pegawai kanwilnya itu orangnya serius-serius karena beban kerja yang berat, perlu diubah. Dengan menghidupkan kegiatan-kegiatan berkesenian, seperti: penulisan, video, dan lagu telah membuat citra Kanwil DJP Jakarta Khusus menjadi berbeda. “Oh, ternyata bahagia ya, menjadi pegawai Kanwil Khusus itu,”komentar seperti itu sampai juga ke telinga Busan.

Grafik Permohonan Keberatan pun terus mengalami tren penurunan. Jika pada tahun 2018 Permohonan Keberatan yang masuk sebanyak 6.518 kasus, maka pada tahun 2019 permohonan yang masuk menjadi 5.621. Dan tahun 2020 lalu Permohonan Keberatan menjadi 4.847 kasus.

Sebuah ikhtiar dari Busan untuk menyehatkan kanwil yang dipimpinnya. Tahun 2019 kondisi kanwilnya sudah mulai sehat, meskipun bukan berarti sehat seratus persen. “Kalau saya paksakan sehat seratus persen, maka dosisnya harus tinggi. Jika dosisnya tinggi, kuatirnya malah kolaps,” dia menyodorkan sebuah metafora.

Setelah Kanwilnya sehat, maka menguatkan dan menyolidkan merupakan tugas yang tak kalah pentingnya. Karena dengan organisasi yang solid, akan lebih mudah melakukan koordinasi  untuk meraih sinergi.

Ngopi Bareng Hingga Membetulkan Genteng

Rekam jejak karier Busan memang lengkap. Ibarat dalam garis komando di angkatan bersenjata, Busan memulai tugas dari seorang prajurit tempur di garda terdepan hingga menjadi seorang Panglima Wilayah. Busan meniti karier di DJP sebagai pelaksana pada tahun 1995 di KPP Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.

Tahun 2000 Busan baru menyeberang ke Pulau Kalimantan ketika dipromosikan sebagai Kepala Seksi Bimbingan PPh di Kanwil DJP Kalimantan Barat dan Tengah hingga tahun 2002. Tahun 2003 dia dimutasikan kembali sebagai Kepala Seksi PPN dan PTLL di KPP Manado, Sulawesi Utara. Di kota inilah Busan memperoleh gelar Magisternya pada tahun 2004, yaitu di Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Dia dipromosikan sebagai eselon III di Kanwil DJP Jawa Timur III pada tahun 2007.  Sebelum akhirnya dipercaya memegang tampuk pimpinan sebagai Kakanwil DJP Jawa Timur III pada 2013, dalam usia yang relatif muda, yaitu: 43 tahun.

“Awal bekerja di DJP saya selalu bilang bahwa saya akan bekerja pada kantor yang besar, dan kantor itu menjadi besar karena saya,”dia memulai bincang-bincang nostalgia.

Keputusan Busan untuk berkarier di DJP tak lepas dari peran orang tuanya juga. Orang tua adalah sosok panutan baginya. Suaranya bergetar ketika menceritakan sebuah kisah. Waktu itu dia sedang menuntut ilmu di Universitas Jenderal Soedirman dan jauh dari orang tua, ketika tiba-tiba pada suatu malam terbit rasa sesal atas kenakalannya saat masa remaja.

“Kalau bisa dibilang lebay ya, malam itu saya sungguh menangis,”ceritanya terharu.

Untuk menebus rasa bersalah itu, dia menjadi anak rumahan selepas dari Perguruan Tinggi dan sibuk melamar kerja ke beberapa instansi dan kantor, hingga akhirnya mendapat panggilan wawancara dari beberapa tempat sekaligus. Salah satunya dari DJP. Namun dia memutuskan untuk mengambil kesempatan berkarier di DJP, karena orang tuanya menasehati,”Kalau ada rejeki di depan mata, ambillah!”

Salah satu hobi Busan di akhir pekan ketika pandemi belum melanda adalah mengunjungi teman-teman sesama DJP di daerah lain, sekedar mengajak mereka ngopi bareng. Sering kali dia hanya bercelana pendek ala Bob Sadino. Dia mengakui, terkadang menyimpan misi tersembunyi menemui teman-temannya sekedar mengingatkan untuk menguatkan integritas.

Kebiasaan minum kopi itu, telah menginspirasi Busan untuk mendesain sebuah kafé yang nyaman di atap gedung kantor kanwil DJP yang dia pimpin sebelumnya (Kanwil DJP Jakarta Barat). Kafe itu menjadi sarana untuk menjalin silaturahmi antar pegawai di waktu istirahat dan kadang digunakan Bidang-bidang di Kanwil saat melakukan rapat.   

Saat pandemi ini Busan memetik hikmah lebih dapat menikmati kualitas waktu dengan isteri dan kedua puterinya. Sebagai pejabat yang sibuk, Busan lebih mengutamakan kualitas bersama keluarga pada akhir pekan. Mereka berempat akan keluar bareng dan menghabiskan waktu bersama.

Busan mengakui tak merasa gengsi membantu pekerjaan rumah tangga, sekedar mengisi kesibukan. Dia akan memperbaiki keran air yang rusak dan menyemproti ruang-ruang di rumahnya dengan disinfektan agar steril dari virus Covid-19. Bahkan sekali waktu dia coba memperbaiki atap gentengnya yang rusak. Namun keahliannya bukan di situ, atapnya bukan semakin kuat, gentengnya malahan jebol. Busan pun tergelak mengingatnya.

Berbincang dengan Budi Susanto, penulis teringat dengan tulisan Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggir 1. Dia pernah mengutip sebuah buku karya sastra jawa kuno (Wulangreh) yg isinya kira-kira begini: siapa yang ingin jadi pemimpin, ia harus ibarat laut. Ia harus berlapang hati, luas, sanggup memuat dan memangku.

Siapapun yang ingin jadi pemimpin, memang dia harus mampu menjadi “lautan” bagi lingkungannya.

 Telah dimuat di Kompasiana.

 ***