Alhamdulillah, Mahkamah Agung (MA) resmi menolak kasasi HTI dan resmi menetapkannya sebagai organisasi terlarang. Ini sebuah hook keras yang menghantam HTI sehingga tidak bisa bangun lagi.
Amar putusan MA dilansir di laman resmi Kepaniteraan MA pada Kamis (14/2/2019). Perkara dengan nomor registrasi 27K/TUN/2019 itu diajukan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 2 Januari 2019. HTI sebagai pemohon menggugat Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia atas pembubaran organisasi tersebut. Kuasa hukum HTI Yusril Ihza Mahendra mendaftarkan kasasi ke MA pada 19 Oktober 2018.
Permohonan ini kemudian ditolak MA. Dengan putusan tersebut, maka pembubaran HTI telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah. Ini adalah kemenangan dari bangsa Indonesia melawan sebuah upaya pengkhianatan terhadap negara NKRI yang berbasiskan Pancasila melalui sistem demokrasi ini.
Mengapa Rindu Khilafah?
Mengapa ada banyak umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, yang menginginkan kembalinya era khilafah? Faktor utamanya, saya rasa, adalah karena umat Islam saat ini merasa kalah dari umat lain. Mereka merasa terpinggirkan, termarjinalisasi, ketinggalan kereta, miskin, tak memiliki kekuasaan, dikuyo-kuyo, dlsb.
Faktanya negara-negara Islam saat ini memang kalah maju dan makmur dibandingkan dengan negara-negara sekuler atau bahkan dengan negara komunis. Apalagi dengan negara Israel yang Yahudi tersebut. Kalah total.
Perasaan kalah dan terpinggirkan, utamanya dalam ekonomi, memang terakumulasi sejak dulu. Lha sejak era Mbah Harto yang jadi konglomerat semuanya justru non-muslim padahal umat Islam itu mayoritas. Jadi umat Islam itu merasa sebagai mayoritas rasa minoritas. Besar tapi gombong. Pingin ini itu tapi merasa dihalangi dan didzalimi.
Perasaan kalah dan terdzalimi ini diperkuat dengan ceramah-ceramah dari para ulama, ustad, da’i, dosen, dan bahkan professor perguruan tinggi Islam, yang menurut mereka berupaya membela Islam tapi dalam sikap, perkataan , dan tindakannya sebenarnya justru merendahkan Islam.
Dalam ceramah dan tulisannya, mereka ini akan menggambarkan Islam sedang terpuruk dirundung nestapa, sedang kritis, sedang gawat darurat, dikeroyok, dipepet, dikepung, diancam, mau dihancurkan, digerus, diulek, oleh umat Nasrani, Yahudi, Amerika, komunisme, kapitalisme, fasisme, liberalisme, hedonisme, cukongisme, dan segala macam ancaman isme yang ada di dunia ini. Sekarang sudah ditambahi lagi dengan ilusi dan khayalan bahwa Indonesia akan dijajah China.
Dunia ini terasa sesak dan menghimpit sekali rasanya jika Anda melihat posisi Anda sebagai umat Islam yang berhadapan dengan umat lain.
Kok bisa…?! Bukankah Islam adalah agama paling paripurna sejak diturunkan hingga akhir zaman sehingga sudah selayaknya umatnya adalah umat yang terbaik, paling top, best of the best, core of the core, intinya inti…?! Ada apa ini kok sekarang umat Islam justru paling memble, semrawut, kakehan utang gak iso nyaur…?!
Dengan situasi psikologi terancam, terdzalimi, dan tak berdaya itu lalu datanglah para penjaja khilafah. Mereka lalu menceritakan betapa indah, makmur, dan gemerlapnya kehidupan umat Islam di masa-masa khilafah dulu. Di masa kekhilafahan dulu umat Islam begitu berkuasa. Umat lain dijadikan keset dan barang mainan.
Dulu di zaman khilafah umat Islam begitu kaya raya dan menguasai ilmu pengetahuan dan seng ada lawan. Alangkah indahnya masa itu. Seandainya saja kita bisa kembali ke zaman itu. Oh, betapa indah dan megahnya. Ayo kita semua kembali ke zaman tersebut…!
Siapa yang tidak kepincut…?!
Umat Islam kemudian diujuk-ujuki (apa ya bahasa Indonesianya?) dan diiming-imingi untuk kembali ke masa keemasan tersebut. Masa keemasan Islam ada di depan mata. Solusinya? Ya khilafah lah yaow. Khilafah is the only and ultimate solution for everything. Dulu itu umat Islam mau punya istri empat terasa sangat syar’i dan nyunnah. Sekarang kok dikesankan seolah gila sex dan crongoan (opo bahasa Indonesiane yo?).
Nah, jika Anda sekarang pingin punya istri empat plus budak-budak piaraan dan dianggap menjalankan sebuah ibadah sunnah yang sungguh syar’i maka khilafah solusinya. Pingin kaya raya dengan harta rampasan fa’i dan ghanimah dari negara-negara tetangga? Khilafah solusinya. Pingin sekolah gratis, berobat gratis, transportasi gratis, masuk tol gratis, bensin gratis, kencing gratis, parkir gratis, njengking gratis? Khilafah solusinya. Pingin utang gak pakai bunga malah kalau perlu dikemplang sekalian? Khilafah solusinya. Encok kumat, kepala pusing, rambut rontok? Khilafah solusinya. Punya penyakit menahun tidak sembuh-sembuh meski sudah dibawa ke orang-orang pintar dan setengah pintar? Air kencing onta cap Khilafah solusinya.
Pokoknya semua masalah hidup itu khilafah solusinya. Yang lebih hebat lagi adalah bahwa hidup dalam sistem khilafah itu jaminan ridha Allah SWT. George Gandoz kotos kotos pokoknya. Lha wong khilafah itu sistem buatan nya Allah sendiri je...! Crafted hand made by Himself. Kalau demokrasi itu kan system kufur. Ya bedalah yaow…!
Siapa yang tidak kepincut…?! Hayo ngaku saja bahwa kalian juga pingin punya selir dan budak piaraan kan…?! (aku yakin koncoku sing jenenge Nanang Ahmad Rizali langsung pre-order sebelum program ini dilaunching). Wis talah… pokoknya kalau khilafah bisa kita tegakkan dengan merobohkan negara Pancasila yang ternyata hanya membuat kaya para penjajah, kapitalis, asing-aseng-asong ini maka semua impian kita tersebut akan bisa terpenuhi.
Semua bangsa di dunia akan bertekuk lutut, menangis-nangis minta dikasihani di bawah telapak kaki umat Islam dalam naungan khilafah tersebut. Pokoknya kayak dulu ketika zaman khilafah di mana bangsa-bangsa lain cuma jadi kesetnya umat Islam. Oke Bos, budal saiki tah…?!
Maka berbondong-bondonglah umat Islam mengkhayalkan dan merindukan kembali masa keemasan umat Islam itu. Di bawah bendera khilafah kami akan berjuang. Hancurkan negaramu yang kufur dan thagut itu. Kembalilah pada kejayaan khilafah. Hidup mulia, mati pun syahid.. Alangkah indahnya kehidupan tanpa perbankan yang penuh riba, baldatun thayyibatun wa robbun ghafur. Allahu Akbar...!
Lalu apa yang terjadi? Maka umat Islam yang telah tertipu oleh kisah ‘the glory of the khilafah in the past’ ini akan sibuk membenar-benarkan khayalan dan ilusi mereka serta mencari-cari kesalahan pemerintahnya. Semua jadi busuk dan batil di mata mereka. Timbul kebencian pada segala hal yang bukan dari kelompok mereka. Tak satu pun yang benar dari apa yang ada sekarang ini karena sistem kepemerintahannya langsung jadi thagut, kufur, dan melenceng dari nilai-nilai sistem khilafah yang ingin mereka tegakkan.
Mereka menjadi umat Islam yang selalu mencari kesalahan pemimpin dan sistem yang berlaku, mengeluhkan segala hal yang ada di sekitarnya, mendiskreditkan apa pun yang dilakukan pemerintahnya (yang dicapnya thagut itu). Umat Islam yang telah terbius oleh mimpi khilafah ini akan selalu mendiskreditkan pemerintah dengan terus menerus memberitakan hal-hal buruk tentang kepemerintahan dalam sistem demokrasi.
Tak ada sedikit pun hal yang baik dari pemerintah, bangsa dan negara Indonesia yang berazaskan demokrasi dan yang ada hanyalah keburukan dan kemungkaran. Umat Islam pendukung khilafah ini akan mengatakan bahwa hidup di alam demokrasi adalah sebuah kesalahan dan dosa yang terus menerus. Umat Islam diajarkan untuk kufur terhadap nikmat kemerdekaan dan berdirinya bangsa dan negara NKRI karena bukan berbentuk khilafah.
Khilafahisme dan Pemberontakan
Umat Islam yang memendam kecewa dan amarah ini kemudian diajak untuk melakukan makar pada bangsa dan negaranya sendiri dengan menyatakan bahwa negara mereka adalah negara thagut yang tidak layak untuk diikuti dan patut ditentang. Bongkaaaaar…! Hal ini menyebabkan warga muslim pendukung khilafah kehilangan kepatuhan dan kesetiaannya pada pemerintah, bangsa dan negaranya.
Apa yang terjadi kemudian…?! Terjadilah pemberontakan pada pemerintahan yang sah. Itu yang terjadi pada banyak negara sehingga akhirnya para pendukung khilafah ini dijadikan sebagai musuh negara dan ditangkapi di berbagai negara di mana mereka berada. Untungnya di Indonesia belum sampai pada tahap tersebut dan sudah langsung diuppercut oleh Presiden Jokowi.
Mereka mencoba menggugat keputusan tersebut tapi juga kena hook oleh PTUN. Mereka berupaya untuk bangun kembali dengan mengajukan kasasi tapi langsung diringkus oleh MA. Tamat sudah. Alhamdulillah…! Allah benar-benar menjaga negara kita dari para pengkhianat berkedok agama ini.
Fakta politik umat Islam pada masa ini secara mayoritas memang tidak mungkin menerima khilafah. Hampir seluruh dunia Islam menolak khilafah. Sistem khilafah sama sekali bukan solusi dan bahkan masalah besar karena dapat mengganggu eksistensi negara dan solidaritas kebangsaan. Hal ini disebabkan karena HTI secara eksplisit mengafirkan nasionalisme dan sistem negara-bangsa.
Imam Besar Al- Azhar Mesir Syekh Ahmed Tayyeb menyatakan bahwa mendirikan khilafah adalah upaya membuang-buang waktu. Bukannya umat dan negara Islam menjadi maju malah mundur berabad-abad ke belakang. Bukan hanya itu, Syekh Ahmed Tayyeb juga berpandangan bahwa sistem khilafah berpotensi menimbulkan konflik dan perseteruan di tengah umat Islam sendiri.
Konteks umat Islam saat ini sudah berbeda seratus persen dengan konteks umat Islam di masa lalu. Kecenderungan mereka mengafirkan yang tidak menerapkan sistem khilafah menjadi persoalan serius karena dapat memecah belah umat Islam. Apalagi di negara kita yang secara bulat sudah menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, dan demokrasi sebagai sistem untuk memilih pemimpin di lembaga legislatif dan eksekutif.
Dalam konteks keindonesiaan, khilafah dapat mengancam soliditas dan solidaritas kebangsaan karena kita sudah memilih Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai konstitusi, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan untuk penyatuan keragaman bangsa. Oleh sebab itu penolakan kasasi oleh MA terhadap upaya gugatan HTI kepada pemerintah ini patut kita syukuri.
Alhamdulillah, wa syukurillah. La haula wala quwwata illa billah.
Surabaya, 16 Februari 2019
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews