Apa Salahnya IDI Kacung WHO?

Tak ada yang harus disesali. Jerinx ini anak punk, ia urakan, arogan, dan rebel. Tapi ia tetaplah manusia yang baik, yang mencintai negerinya, merawat tanah kelahiranya.

Kamis, 13 Agustus 2020 | 07:02 WIB
0
570
Apa Salahnya IDI Kacung WHO?
Jerinx SID (Foto: JPNN.com)

Tentu saya sedih, Ary Astina aka Jerinx, hari ini ditahan. Lepas bahwa saya pernah berbeda pendapat, berdebat keras, dan mungkin saya konsisten mengkritik keras "pilihan cara"-nya berjuang. Tapi saya sangat menghormati, dan tentu dalam batas-batas tertentu sangat menyayanginya. Bagi orang Jawa, terdapat peribahasa yang tepat menggambarkan kondisinya hari ini: tega larane, ora tega patine. Jengkel dan marah terhadap kelakuannya, tetapi tetap ada rasa tak tega saat ini ia diperlakukan!

Ketika, saya menyebut dirinya "megalomania". Dan dia keberatan, saya minta maaf. Sekalipun, itu benar, kalau itu dianggap menyakitkan dan membuat orang yang dikritik bereaksi tentu saya harus merasa ringan mencabut statement saya. Saya tidak harus selalu merasa benar, saya pun juga bisa salah. Kala itu, saya hanya mengkritik salah satu pilihan cara dia berjuang dengan mengangkat isu: I Believe in Siti Fadilla. Bagi saya itu jelas salah dan ngawur!

Salah, karena: 1) SF jelas adalah koruptor. Dan "tidak hanya"; 2) Sumber rujukannya adalah hasil wawancara secara ilegal oleh Deddy Courbizier dalam acara yang harusnya diusut secara hukum; 3) SF menyamakan bahwa wabah Covid-19 tak lebih Flu Burung plus-plus. Parah dan menyesatkan, karena mengabaikan skala dampak yang diakibatkannya. 4) SF terus menerus playing victims, yang sebenarnya melulu berbicara tentang dirinya sendiri. Dibandingkan hal-hal lain di luar itu. Nasionalisme, shit banget!

Tapi selebihnya, saya banyak setuju dengan apa yang ia perjuangkan. Kritiknya terhadap biaya Rapid Test yang sangat mahal adalah memang keterlaluan. Kritiknya ini bukan tidak membawa pengaruh. Pemeritah akhirnya memerintahkan biaya maksimal rapid test Rp150.000,-. Padahal konon kebutuhan pembelian materi-nya hanya Rp20.000, Kalau pun ditambah jasa ini itu, harga yang ditetapkan pemerintah itu tentu masih sangat masuk. Tapi nyatanya IDI malah ikut menolak dengan menganggap masih rugi. Dalam konteks ini, dalam skala yang kalau diteliti secara lebih mendalam dan luas, sense of crisis IDI memang keterlaluan!

Dari sini-lah antara lain, muncul kekesalan yang sangat dari dirinya, hingga muncul jargon: IDI Kacung WHO!

Kacung dianggap sangat sarkastik dan menghina. Padahal kalau menurut saya, bukankah itu gambaran yang paling cocok? Sangat cocok malah!

Istilah kacung sendiri adalah penyebutan untuk pesuruh berkelamin laki-laki, sebagaimana juga jongos yang menjadi sinonimnya. Digunakan untuk membedakan dengan babu, yang lebih berkonotasi perempuan dan memiliki sinonim lain batur/rewang. Keduanya, memang muncul dari tradisi Indisch, ketika orang-orang Belanda yang dulu tinggal di kawaan koloni-nya tiba-tiba punya rumah yang sangat besar dengan banyak kuda dan ini itu yang banyak.

Dalam konteks inilah, kacung dan babu terangkum dalam hubungan patron-klien yang dinamakan Bediende. Orang atau keompok yang bertugas membantu.

Tampak tak ada bedanya, dengan hubungan antara WHO dan IDI! Bukankah saat ini secara mencolok mata, IDI memang adalah perpanjangan tangan WHO dalam banyak peran dan tugas.

Saya yakin, jika kasus ini akan berlanjut ujungnya adalah sekedar perbuatan tidak menyenangkan. Tentang fakta akan mudah patah. Bahasa itu sebenarnya tidak bisa dihakimi. Karena yang terjadi hakim-lah yang kemudian memiliki dan memberikan tafsir terhadapnya....

Apakah Jerinx pantas ditahan?

Bagi saya sebagai pendukung herd immuniy dengan memperhatikan protokoler kesehatan. Ia tidak pantas ditahan karena mengkritik perilaku-perilaku terselebung banyak lembaga besar. Lalu mendikte masyarakat, tanpa memberi solusi-solusi yang lebih masuk akal dan murah biayanya. Menurut saya, ia lebih pantas ditahan karena kasus lain yang lebih domestik sifatnya.

Ketika ia menghina sesepuh Bali di Pantai Kuta yang semestinya dihormatinya, dan ia tak bersedia meminta maaf. Sebetapa pun, ia benar tak seharusnya ia merendahkannya. Satu kasus lain yang secara resmi telah dilaporkan ke Polda Bali, yang juga telah menyusul di belakangnya.

Mungkin sudah tidak cukup sabar, karena menunggu terlalu kasus IDI itu dinaikkan. Bagi saya, sebagaimana konteks SF. Ini juga salah satu kekonyolannya. Ia tidak fokus, semua ia tantang. Dan sebagaimana kepalan tangan, ia lelah sendiri saat terus-menerus meninju udara hampa....

Saya cukup jernih melihat kasus dirinya, karena banyak mendapat masukan dari sahabat baik saya mbokgeg Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik. Ia adalah figur yang selama ini terus menerus diserang dan direndahkannya, tapi ia sangat bersabar dan justru tak terlihat tanda-tanda akan melakukan tindakan hukum. Bahkan meyakinkan, bahwa sebenarnya Jerinx adalah figur yang sangat baik dan penuh kepedulian.

Ia menyadarkan semua orang, bahwa secara bersama-sama sebenarnya mereka sedang membela warga lokal Bali yang terpuruk, UKM-UKM yang nyaris mati suri dengan caranya masing-masing. Bahwa di dunia media sosial, mereka tampak memecah Bali seolah dua kubu itu hanya sejenis drakor menuju situasi normal. Mereka ini sesungguhnya satu, saling menyayangi dan melindungi. Tak pernah berubah, hanya sedang menempuh jalan dengan cara yang berbeda.....

Tak ada yang harus disesali. Jerinx ini anak punk, ia urakan, arogan, dan rebel. Tapi ia tetaplah manusia yang baik, yang mencintai negerinya, merawat tanah kelahiranya. Tak lengkap, seorang pejuang tanpa pernah merasakan ruang pengap tahanan!

Saya lebih takut kalau jargon bahwa "semua jerinx pada waktunya", justru akan betul2 terwujud....

#tegalaraneorategapatine

***