E Pluribus Unum dan Bhinneka Tunggal Ika

Dengan BPJS, setiap warga negara kini bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan sistem zonasi, anak-anak bisa bersekolah dekat dari rumahnya.

Jumat, 5 Juli 2019 | 11:48 WIB
0
569
E Pluribus Unum dan Bhinneka Tunggal Ika
Saya di HUT Kemerdekaan AS (Foto: Dokumentasi pribadi)

Indonesia dan Amerika Serikat memiliki banyak persamaan, kata bos saya yang orang Amerika Serikat. Salah satu persamaannya adalah keberagamannya. Amerika sangat pluralistik karena dibentuk oleh imigrasi (dari luar), sementara Indonesia pluralistik karena berbeda-beda etnis dengan bahasa, budaya, dan karakter masing-masing (dari dalam).

Karena titik beranjak yang berbeda ini, pendekatan konstitusi Amerika dan Indonesia juga berbeda. Amerika menggunakan istilah "men", bentuk jamak dari "manusia", sementara Indonesia menggunakan istilah "rakyat" yang lebih bermakna kolektif. Amerika beranjak dari orang per orang, Indonesia mulai dari kumpulan orang --mungkin-- untuk memunculkan efek perasaan senasib karena pada dasarnya berbeda-beda.

Amerika tidak membantah perbedaan, memulai dengan pendekatan bahwa setiap manusia itu diciptakan setara dan merdeka serta memiliki hak untuk bahagia. Nah, konstitusi Indonesia menekankan pada rakyat itu merdeka namun bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Amerika perlu memastikan setiap orang memiliki hak yang setara karena kebanyakan juga adalah imigran di tanah Amerika.

Sementara Indonesia perlu memastikan rakyat merdeka dan bersatu serta memperoleh keadilan dan kemakmuran. Senada tampilannya tapi filosofinya berbeda. Pluribus Unum dan Bhinneka Tunggal Ika.

"We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty and the pursuit of Happiness," begitu bunyi paragraf kedua konstitusi Amerika.

Pursuit of happiness ini sempat diperdebatkan founding fathers Amerika Serikat. Kata "property" hampir dipakai namun akhirnya disepakati kata ini terlalu rendah untuk menggantikan frasa "pursuit of happiness". Sementara Indonesia menggunakan kata "adil dan makmur" yang tidak seasketis "kebahagiaan".

Saat ini, menurut Daniel Awigra, aktivis hak asasi manusia yang saya temui di resepsi ulang tahun kemerdekaan Amerika Serikat ke-243 di kediaman Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia pada 4 Juli 2019, pemaknaan konstitusi Amerika Serikat ini sudah sampai pada level kebijakan imigrasi Sanctuary Cities di beberapa kota dan negara bagian di Amerika Serikat.

Apa maksudnya? Bahwa setiap orang setara itu tak memandang asal-usulnya, kewarganegaraannya, pekerjaannya, dan apalagi kekayaannya. Setiap orang adalah manusia. Don't ask, don't tell.

Dan saya lalu berkata kepada Daniel, saya mengalami sendiri kebijakan itu. Saat saya sakit di Washington DC, Amerika Serikat, rumah sakit memperlakukan saya sebagai seorang manusia, tidak mempedulikan kewarganegaraan dan bahkan tidak menanyakan asuransi atau biaya yang harus saya tanggung ketika mendapat pelayanan kesehatan. They don't ask my citizenship. They don't tell how much I have to pay. Rumah sakit merawat saya sebagai manusia yang butuh perawatan kesehatan.

Mungkin terlalu jauh untuk berharap Indonesia bisa semaju itu penerapan hak asasi di dalam negerinya, namun setidaknya negara kita sudah mengarah ke kemajuan itu. Dengan BPJS, setiap warga negara kini bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan sistem zonasi, anak-anak bisa bersekolah dekat dari rumahnya. Pelan-pelan beranjak maju dari hak warga negara menjadi hak asasi manusia.

Selamat hari kemerdekaan ke-243, Amerika Serikat. Semoga pursuit of happiness-nya juga berlaku untuk orang di seluruh dunia. Buat orang-orang di Palestina, Venezuela, Irak, Suriah, Afghanistan, dan Yaman juga tentunya.

***