Membedah Status Tersangka di Persimpangan Asas Praduga Bersalah dan Tak Bersalah

Asas praduga bersalah bersifat deskriptif faktual. Artinya, berdasar fakta-fakta yang ada si tersangka akhirnya akan dinyatakan bersalah.

Rabu, 18 Maret 2020 | 17:44 WIB
0
1313
Membedah Status Tersangka di Persimpangan Asas Praduga Bersalah dan Tak Bersalah
Polda NTT tahan tersangka korupsi bawang (Foto: merdeka.com)

Ditetapkannya sejumlah tersangka dugaan praktik korupsi dalam pengadaan bibit bawang merah oleh Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) POLDA NTT, menuai begitu banyak pendapat, kritikan dan bahkan omelan dari publik.

Adapun sejumlah tersangka yang telah ditetapkan oleh Tipikor Polda NTT yakni YN sebagai Kepala Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka sebagai pengguna anggaran, EPMM dan SDS sebagai makelar proyek, YKB Kepala Bidang Hortikultura Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka sebagai Pejabat Pembuat Komitmen.

Kemudian AKA Pegawai Negeri Sipil sebagai ketua Pokja ULP, KB Pegawai Negeri Sipil sebagai Sekretaris Pokja ULP, MB Kabag ULP Kabupaten Malaka tahun 2018 dan SB sebagai direktur utama CV Timindo.

Delapan tersangka ini sedang ditahan di sel Polres Kupang Kota selama 20 hari ke depan untuk menjalani proses hukum selanjutnya (13/03/2020, Merdeka.com).

Dalam KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Sedangkan dalam UU Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalam pasal 8 ayat (1), yang berbunyi:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah  sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Selain asas praduga tak bersalah, sebagaimana disebutkan dan dijelaskan di atas, adapun asas praduga bersalah.

Eddy OS Hiarej (Dosen Hukum Pidana UGM Yogyakarta), berbicara dari perspektif criminal procedure (hukum acara pidana), mengutip pemikiran Hebert L Packer dalam bukunya; The Limited of The Criminal Sanction, mengemukakan dua model dalam beracara. Kedua model itu adalah crime control model dan due process model. 

Crime control model memiliki karakteristik efisiensi, mengutamakan kecepatan dan presumption of guilt (praduga bersalah) sehingga tingkah laku kriminal harus segera ditindak dan si tersangka dibiarkan sampai ia sendiri yang melakukan perlawanan. Crime control model ini diumpamakan seperti sebuah bola yang digelindingkan dan tanpa penghalang.

Menurut Prof. Andi Hamzah, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti, dirinya  berpendapat bahwa asas presumption of innocent(praduga tidak bersalah) tidak bisa diartikan secara letterlijk (apa yang tertulis). Kalau asas tersebut diartikan secara letterlijk, maka tugas kepolisian tidak akan bisa berjalan. Prof. Andi berpandangan, presumption of innocent adalah hak-hak tersangka sebagai manusia diberikan. Hak-hak yang dia maksud misalnya kawin dan cerai, ikut pemilihan dan sebagainya.

Khusus mengenai asas praduga bersalah dan asas praduga tidak bersalah perlu dipahami. Kedua asas itu tidak bertentangan satu dengan yang lain. Bahkan, oleh Packer dengan tegas dikatakan, keliru jika memikirkan asas praduga bersalah sebagaimana yang dilaksanakan dalam crime control model sebagai suatu yang bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah yang menempati posisi penting dalam due process model. Ibarat kedua bintang kutub dari proses kriminal, asas praduga tidak bersalah bukan lawannya, ia tidak relevan dengan asas praduga bersalah, dua konsep itu berbeda, tetapi tidak bertentangan.

Asas praduga tidak bersalah adalah pengarahan bagi para aparat penegak hukum tentang bagaimana mereka harus bertindak lebih lanjut dan mengesampingkan asas praduga bersalah dalam tingkah laku mereka terhadap tersangka. Intinya, praduga tidak bersalah bersifat legal normative dan tidak berorientasi pada hasil akhir.

Asas praduga bersalah bersifat deskriptif faktual. Artinya, berdasar fakta-fakta yang ada si tersangka akhirnya akan dinyatakan bersalah. Karena itu, terhadapnya harus dilakukan proses hukum mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai tahap peradilan. Tidak boleh berhenti di tengah jalan.

Dalam konteks hukum acara pidana di Indonesia, kendati secara universal asas praduga tidak bersalah diakui dan dijunjung tinggi, tetapi secara legal formal Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kita juga menganut asas praduga bersalah.

Sebagai asas hukum, keduanya tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia, dalam hal ini orang yang ditersangkakan.

Hukum tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia. Hukum justru dimaksudkan untuk menjunjung tinggi martabat manusia, dalam arti bahwa yang benar tetap benar dan yang salah tetap salah dan wajib diberi ganjaran atau hukuman yang setimpal terhadap pelanggar berpasangan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan.

Hukum mengacu pada moral, dan karena mengacu pada moral maka hak-hak orang perlu dihormati mengingat bahwa moralitas selalu berarti menegakkan keadilan bersama. Hukum dan moral sama-sama mengacu pada keadilan.

***

Asas praduga tak bersalah dimaksudkan untuk membuktikan perilaku tersangka bahwa ada pelanggaran yang ditempuh melalui bukti permulaan yang cukup. Ini tidak berarti tersangka tidak bersalah. Tersangka dikatakan bersalah oleh pihak penyelidik berdasarkan bukti permulaan yang cukup tetapi si tersangka tersebut belumlah dijatuhi hukuman defenitif atau hukuman yang berkekuatan tetap setelah adanya pembuktian menurut hukum pembuktian melalui proses penyidikan.

Walaupun demikian, terhadap para tersangka, asas praduga bersalah dari pihak penegak hukum, tetap dilakukan. Asas praduga bersalah ditempuh pihak penegak hukum melalui bukti permulaan yang cukup. Dan untuk seterusnya, proses yang ditempuh pihak penegak hukum, sembari menghormati asas praduga tak bersalah, pihak penegak hukum pun tetap memberlakukan adas praduga bersalah.

Asas praduga bersalah sangat penting bagi pihak penegak hukum mengingat bahwa bukti permulaan yang cukup adalah titik tolak tegas bagi pihak penegak hukum untuk mencari bukti-bukti kuat melalui penyidikan. Kalau aspek ini diabaikan, proses sebuah kasus berpotensial lama dan bahkan akan didiamkan begitu saja.

***

Sumber:

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Merdeka.com
Hukum Online
Beniharmonirefa