Kasus Baiq Nuril yang Dilematis

Harusnya, setiap laporan masuk kepada kepolisian, bisa dipilah dan dipilih,mana yang bisa dinaikkan ke proses hukum selanjutnya dan mana kasus atau laporan yang bisa didamaikan.

Jumat, 19 Juli 2019 | 17:02 WIB
0
380
Kasus Baiq Nuril yang Dilematis
Baiq Nuril (Foto: Merdeka.com)

Kasus Baiq Nuril menyita perhatian publik atau masyarakat. Mantan guru honorer itu terjerat UU ITE dan harus berhadapan dengan hukum karena ada pihak yang merasa nama baiknya dicemarkan, yaitu Muslim atau Kepala Sekolah tempat Baiq Nuril mengajar.

Kasus ini sebenarnya sudah mendapat perhatian publik delapan bulan yang lalu bahkan Presiden Jokowi juga sudah mengatahuinya. Saat itu Mahkamah Agung mengabulkan atau memenangkan kasasi Jaksa Penuntut Umum yang membatalkan atas keputusan bebas Baiq Nuril di Pengadilan Negeri Mataram.

Artinya Baiq Nuril sebenarnya divonis bebas ditingkat Pengadilan Negeri Mataram. Tetapi karena Kejaksaan mengajukan kasasi, maka ceritanya menjadi lain .Dan jatuhlah vonis 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta. Bahkan setelah mengajukan Peninjauan Kembali atau PK, Mahkamah Agung tetap memutuskan bersalah dan menguatkan putusan sebelumnya. Peninjauan Kembali, harapan satu-satunya Baiq Nuril untuk bisa bebas. Tetapi harapan tinggal harapan. Putusan MA tidak berpihak kepadanya.

Hebohlah publik atau masayarakat,bahkan presiden juga dibuat pusing atas kasus Baiq Nuril ini. Seperti kita ketahui, Presiden Jokowi kalau ada desakan publik baru merespon atau menanggapinya.

Sebenarnya pada delapan bulan yang lalu, setelah Mahkamah Agung membatalkan keputusan bebas Baiq Nuril ditingkat Pengadilan Negeri Mataram dan menjatuhkan vonis atau hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta Presiden Jokowi sempat merespon akan memberikan Grasi. Dengan syarat Baiq Nuril mengajukan Grasi secara resmi.

Rupanya, presiden Jokowi pada waktu itu belum tahu atau tidak memami syarat pengajuan Grasi. Syarat pengajuan Grasi yaitu hukuman minimal dua tahun. Sedangkan hukuman Baiq Nuril yaitu enam bulan. Dan kalaupun memenuhi syarat hukuman dua tahun, syarat berikutnya yaitu mengakui kesalahannya. Sedangkan Baiq Nuril tidak mengakui kesalahannya. Mumet!

Sekarang langkah hukum selanjutnya sudah mentok setelah Peninjauan Kembali atau PK ditolak.

Tetapi masih ada secercah harapan untuk bisa membebaskan Baiq Nuril, yaitu minta Amnesti kepada presiden Jokowi.Dan presiden sudah menyetujuinya dan proses adminitrasi selanjutnya di DPR. Karena Amnesti yang diberikan oleh presiden harus mendapat persetujuan dari DPR.

Kalau DPR menolak, maka kandaslah harapan bebas Baiq Nuril. Karena DPR adalah wilayah politik. Akan tetapi, Amnesti dari presiden akan disetujui oleh DPR, karena hubungan presiden dan DPR lagi mesra. Lain cerita kalau hubungan dua lembaga tersebut sedang panas atau tidak akur.

Seperti kita ketahui, presiden mempunyai hak atau kewenangan untuk memberikan keringanan atau pembebasan dari hukuman, bahkan bisa menghentikan proses hukum.

Hak dan kewenangan presiden yaitu Amnesti, Grasi, Abolisi dan Rehabilitasi.

Seperti penjelasan Pakar Hukum Mahfud MD, Grasi-diberikan kepada narapida yang sudah mendapat  vonis hukum tetap, minamal hukuman dua tahun dan mengakui kesalahannya. Sedangkan, Amnesti-diberikan sebelum proses hukum berjalan di pengadilan dan belum mendapat vonis hukuman. Abolisi-menghentikan proses hukum.

Nah, ini jadi menarik dikaitkan dengan kasus Baiq Nuril.

Baiq Nuril mengajukan Amnesti kepada presiden dan persetujuan DPR. Kalau secara teori hukum, langkah hukum Baiq Nuril dengan meminta Amnesti kepada presiden-sebenarnya menyalahi adminitrasi atau mal-adminitrasi.

Kenapa bisa begitu? Karena Baik Nuril sudah pada vonis hukum tetap atau Incraht yang sifat final dan mengikat. Sedangkan, Amesti bisa diberikan sebelum proses hukum dipengadilan atau vonis hukuman dijatuhkan.

Akan tetapi, menurut Pakar Hukum Mahfud MD Amnesti merupakan upaya hukum yang memungkinkan. Artinya sekalipun secara teori hukum tidak dibenarkan tetapi yang paling memungkinkan.

Nabrak-nabrak dikit gak apalah.

Sebenarnya, kalau waktu itu Jaksa Penuntut Umum tidak melakukan banding atau kasasi, kasus ini tidak akan sampai seperti ini. Yang membuat pusing presiden dan membuat posisi presiden terjepit karena desakan publik atau masyarakat.

Kasus Baiq Nuril ini harus menjadi pelajaran. Dan supaya tidak ada Baiq Nuril berikutnya. Harusnya, setiap laporan masuk kepada kepolisian, bisa dipilah dan dipilih,mana yang bisa dinaikkan ke proses hukum selanjutnya dan mana kasus atau laporan yang bisa didamaikan atau tidak dilanjutkan proses hukumnya.

Kalau tidak-maka kasus seperti Baiq Nuril akan selalu tetap ada.

***