Netizen Indonesia sudah terkenal lantang dalam beropini, namun sayang... untuk konflik Ukraina ini kadang netizen berpendapat tanpa dibekali pemahaman yang memadai atas konsep Hubungan Internasional, ekonomi, sejarah, apalagi militer.
Perang di Ukraina cukup banyak dibicarakan oleh netizen Indonesia. Ada tanggapan dari netizen yang menunjukkan kalau yang bersangkutan cukup memahami konflik yang ada. Tapi ada sangat banyak komentar atau postingan yang agak lucu, atau turut menyebarkan hoax dari pihak yang bertikai. Ada beberapa hal yang mendasari komentar-komentar asal njeplak itu. Yaitu :
Netizen sudah punya prasangka lebih dulu. Misal, pihak A adalah pihak yang jahat, sehingga tidak boleh dipercaya sedikitpun, tapi di saat yang sama netizen tersebut menelan bulat–bulat keterangan dari pihak B.
Ada seorang dosen di friendlist saya yang pola pikirnya seperti ini. Pokoknya, ambil posisi berseberangan dengan pihak A dalam segala situasi, tanpa perlu melihat apa masalahnya.
Alangkah menyedihkannya kalau prinsip semacam ini juga diajarkan ke mahasiswa-mahasiswanya.
Media bias dalam memberitakan sesuatu. Ya… mungkin memang tidak ada sumber berita yang 100% netral. Tapi hal ini bisa disiasati dengan membaca berbagai sumber yang berlawanan. Jangan menuduh 1 pihak sebagai sumber propaganda, tapi menelan bulat–bulat berita dari pihak lawannya. Kemampuan berpikir kritis dan literasi yang cukup akan bisa mengantisipasi kemungkinan jadi korban propaganda.
Alasan kedua, kemampuan berbahasa Inggris netizen terbatas. Netizen yang bisa memahami kalimat–kalimat dalam bahasa Inggris yang sederhana, belum tentu punya kemampuan yang memadai untuk memahami artikel yang cukup rumit. Tidak jarang, netizen salah memaknai berita dalam suatu artikel.I tulah sebabnya, dalam test TOEFL/IELTS ada sesi Reading.
Contoh dalam kasus ini ialah soal tuduhan pihak Ukraina membuat fake news. Berita yang ada justru menunjukkan kalau tuduhan tersebut yang fake news. Tapi Sebagian netizen Indonesia justru salah tangkap, karena kemampuan berbahasa Inggrisnya masih kurang canggih.
Alasan ketiga, netizen tidak mau membaca suatu berita secara mendetail. Ada netizen yang sengaja men screenshot suatu berita, lalu berkhayal dan membuat interpretasi sendiri sesuai prasangka yang ia miliki atas pihak–pihak yang bertikai. Situasi real di lapangan tidak ikut dicermati, dan statement atau artikel lengkap juga tidak dibaca dengan teliti. Padahal kalau artikelnya dibaca dengan benar, maka sering terjadi judul berita yang di screenshot itu tidak mencerminkan isi utuh artikelnya. Contoh dari hal ini ialah mengenai tuduhan lab biologi di Ukraina.
Akibat dari alasan-alasan di atas, ditambah emosi dalam membela satu pihak, tidak jarang menghasilkan postingan atau komentar yang salah atau bahkan jadi jahat.
Contoh dari hal ini adalah peristiwa serangan atas rumah sakit bersalin di Mariupol. Ada netizen yang dengan penuh semangat memposting tuduhan Rusia bahwa semua itu dibuat-buat. Ketika di hari berikutnya ada konfirmasi di sumber berita lain yang terbilang netral, yang mengatakan si ibu dan bayinya meninggal gara–gara luka-lukanya akibat pengeboman, apakah netizen tadi meralat postingannya? Sudah pasti tidak!
Sekalipun hal ini menyangkut nyawa manusia, tapi karena hati netizen yang memposting sudah dipenuhi prasangka, fanatisme dan kebencian maka tidak mungkin yang bersangkutan meralat postingannya. Ya hal itu juga menunjukkan karakter dari netizen yang bersangkutan, sih…
Saat ini, kita mendapatkan berita gembira bahwa sudah ada titik terang dari perundingan perdamaian antara Ukraina dan Russia. Namun, saya yakin… setelah ini bakal muncul postingan dan komentar–komentar lucu dari netizen mengenai hal ini. Pasti kebanyakan tidak membaca secara mendetail (atau mampu memahami) poin–poin kompromi dari kedua belah pihak.
Yang namanya perundingan perdamaian itu pasti membutuhkan kompromi. Pasti kedua belah pihak juga mengurangi tuntutan–tuntutannya, serta mengakomodasi kemauan pihak lawan.
Untuk netizen yang tidak bisa membedakan peace talks dengan kapitulasi, tidak akan mampu memahami hal ini. Pasti akan seenaknya membuat interpretasi sendiri atas judul berita yang dibaca, sambil pura–pura lupa isi postingannya sendiri beberapa minggu sebelumnya. Pura–pura tidak tahu bahwa tuntutan dari pihak yang día dukung sudah tidak disebut–sebut lagi.
Netizen Indonesia sudah terkenal lantang dalam beropini, namun sayang... untuk konflik Ukraina ini kadang netizen berpendapat tanpa dibekali pemahaman yang memadai atas konsep Hubungan Internasional, ekonomi, sejarah, apalagi militer. (Ada loh yang bersorak sorai mendukung dan yakin negara yang sedang diisolasi bakal baik–baik saja).
Ditambah 3 hal di atas dan faktor emosi, maka kita mendapatkan opini yang kurang berkualitas.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews