Sebaiknya kembalikan saja Zakir ke India. Suruh dia mempertanggubgjawabkan kelakuannya. Sebab di negaranya India, Zakir bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang kriminal yang kabur.
Jika ada tamu yang gak punya adab : Zakir Naik salah satunya. Buronan teroris pemerintah India ini, kaburmke Malaysia. Di negeri itu Zakir mencari perlindungan.
Tapi apa balasannya?
Ia membuat pernyataan yang merusak keberagaman di Malaysia. Katanya, sebaiknya orang-orang Tionghoa di Malaysia dipulangkan ke China. "Orang Tionghoa di Malaysia hanya tamu. Sebaiknya dipulangkan ke China," ujar Zakir Naik.
Mulut lelaki ini memang jauh dari sopan santun. Sebab Malaysia adalah negeri plural seperti Indonesia. Keberadaan etnis Tionghoa di Malaysia sudah ada sejak lama. Saat ini 30% penduduk Malaysia terdiri dari warga Tionghoa.
Mereka memegang KTP Malaysia. Bekerja di Malaysia. Membayar pajak ke pemerintah Malaysia. Membangun dan berkorban untuk negerinya itu. Sama seperti kebanyakan etnis Tionghoa di Indonesia, sebagian besar Tionghoa Malaysia tidak lagi punya ikatan dengan tanah leluhurnya.
Sementara Zakir adalah tamu. Buronan dari India yang mencari perlindungan di Malaysia. Tapi omongannya menyakiti pemilik rumah.
Zakir memang tidak pernah belajar soal akhlak. Di manapun dia hadir, tujuannya hanya menyakiti orang yang berbeda dengan dirinya. Dia sering mencela kitab suci agama lain, dengan menggunakan kacamata agamanya.
Ceramah-ceramahnya dihadiri banyak orang yang di hatinya penuh kedengkian terhadap keyakinan lain. Ternyata Zakir bukan hanya takfiri, tetapi juga sangat rasis.
Untung saja pemerintah Malaysia punya harga diri. Bagi Mahatir Muhammad, WN Malaysia berdarah Tionghoa posisinya jauh lebih mulia dibanding Zakir. Negara berkewajiban melindungi setiap warga negaranya, apapun sukunya. Apalagi dari mulut seorang tamu gak beradab seperti Zakir.
Ketika seruan deportasi Zakir makin meruak, tandanya Malaysia masih layak disebut sebagai negeri normal. Jika Zakir gak dideportasi, justru kita pantas menilai Malaysia gak punya harga diri. Membiarkan warganya dihina oleh orang asing yang nenumpang hidup disana, adalah kedunguan yang akut.
"Jika ada negara lain yang mau menampungnya, kami persilakan," ujar Mahatir. Ia seperti seorang bapak yang mau membuang sampah. Dan menawarkan ke tetangganya, apakah mereka membutuhkan makanan basi untuk hewan peliharaanya?
Malaysia, seperti juga Indonesia, memang sedang dilanda masalah yang sama. Puritanisme agama meningkat. Kaum radikal menguasai ruang publik di sana. Itulah yang membuat para petinggi Malaysia khawatir. Sebab kalau mereka diberi kuasa, mereka akan mengobarkan kebencian rasial dan agama.
Nah, Zakir adalah salah satu simbolnya.
Makanya pemerintah Mahatir sangat keras menentang radikalisme. Mereka menangkapi gerombolan yang tersusupi ideologi Hizbut Tahrir. Mereka juga punya UU Keamanan Negara, yang bisa digunakan untuk melindungu ideologi bangsanya.
Gerakan radikal di Malaysia kini juga sedang diperangi pemerintah. Para pembawa sel-sel Wahabi diawasi. Segala bentuk intoleransi mulai serius ditangani. Agar Malaysia kembali menjadi negeri normal. Bukan tempat Wahabi berkuasa. Untung saja UU Keamanan Negara di Malaysia masih berlaku.
Sementara Indonesia, tidak ada lagi UU Subversif. Jadi menjerat gerombolan HTI disini jauh lebih merepotkan. Kita gak punya payung hukumnya. Paling hanya membubarkan organisasinya saja. Orang yang berteriak khilafah, susah dikenakan hukuman.
Makanya gerombolan khilafah bebas menari-nari disini.
Semoga sampah seperti Zakir Naik tidak diekspor ke Indonesia. Sebab, saya yakin, daya rusaknya akan jauh lebih keras jika lelaki itu mencari perlindungannke Indonesia.
Sebaiknya kembalikan saja Zakir ke India. Suruh dia mempertanggubgjawabkan kelakuannya. Sebab di negaranya India, Zakir bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang kriminal yang kabur.
"Mas, di Indonesia soal penistaan agama dasar hukumnya belum dihapus kan?" tanya Bambang Kusnadi.
"Kita lagi ngomongin Zakir apa zakar, sih mbang? Kok, kamu nyambungnya ke Indonesia, sih?" Abu Kumkum kayaknya bingung.
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews